Perkembangan Ilmu Keagamaan masa Dinasti Bani Abbasiyah
Zaman Abasiyyah dikenal sebagai era keemasan ilmu pengetahuan dan Agama. Ilmu-ilmu agama berkembang dengan subur dan diiringi oleh kemunculan tokoh-tokoh agama yang berpengaruh sampai sekarang ini. (ilmu Agama: ilmu Tafsir, ilmu Hadis, ilmu Kalam/Teologi dan ilmu Tasawuf)
a. Ilmu Tafsir
Ilmu Tafsir dalama masa ini berkembang pesat karena ilmu ini sangat dibutuhkan terutama oleh orang-orang non Arab yang baru masuk Islam. Mereka butuh tentang makna dan penafsiran al-Qur'an. Hal ini yang menyebabkan beberapa aliran muncul dalam ilmu tafsir. Penafsiran Al Qur'an pun berkembang tidak hanya dengan penafsiran makna tetapi penafsiran “Bil al Ma’sur dan “Bi al Ro’yi”
Dalam hal ini boleh dikatakan, bahwa pemerintahan Abasiyyah yang pertama menyusun Tafsir dan memisahkan antara Tafsir dengan Hadis. Sebelum itu para kaum Muslimin menafsirkan Qur'an melalui Hadis-Hadis Nabi, keterangan para sahabat, tabi’in. Di antara karya besar Tafsir adalah Al-Farra’ yang merupakan karya Tafsir pertama dengan disesuaikan dengan sistematik Al Qur’an. Kemudian muncul At Tabari yang menghimpun kumpulan-kumpulan Tafsir dari tokoh sebelumnya. Kemudian muncul golongan Ulama yang menafsirkan Al Qur'an secara rasional, seperti Tafsir Al Jahiz.
Sedangkan para ahli Tafsir terkemuka yang muncul pada zaman Abasiyyah adalah Abu Yunus Abdus Salam Al Qozwani yang merupakan salah satu penganut aliran Tafsir bi al Ra’yi. Sedangkan yang muncul dari aliran tafsir Bi Al Aqli adalah Amar Ibnu Muhammad al-Khawarizmi, Amir al-Hasan bin Sahl.
Muncullah beragam metode penafsiran Alquran dengan ragam madrasahnya, di antaranya metode tafsir Alquran bi al-ma’tsur. Metode ini fokus pada riwayat-riwayat yang sahih, baik menggunakan ayat dengan ayat, hadis, dan perkataan sahabat atau tabiin. Ada beberapa tokoh yang dikenal memomulerkan metode ini. Berikut ini jejak terakhir para imam mufasir bi al-ma’tsur:
1) Imam at-Thabari
Tokoh yang wafat pada 923 M/310 H ini mengarang kitab tafsir monumental, yaitu Jami’ al-Bayan fi Ta’wil Ayy al Qur’an. Tafsir yang lebih dikenal dengan Tafsir at-Thabari ini menjadi rujukan para ulama pada masa berikutnya, seperti al-Baghawi, as-Suyuthi, dan juga Ibnu Katsir.
2) Ibnu Katsir
Selain disebut sebagai sejarawan lewat karyanya al-Bidayah wa an-Nihayah, tokoh yang lahir di Busra 1301 M di Busro, Suriah ini dikenal juga sebagai seorang mufasir andal. Pemikir dan ulama Muslim ini mengarang kitab tafsir berjudul Tafsir al-Qurad al-Azhim atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tafsir Ibn Katsir. Makam yang berada di Damaskus, Suriah ini, sebenarnya adalah makam Ibnu Taimaiyah, guru Ibnu Katsir, tetapi makam Ibnu Katsir bersebelahan dengan makam sang guru. Ibnu Katsir wafat pada 1372 M di Damaskus Suriah.
3) As-Suyuthi
Imam as-Suyuthi dimakamkan tidak jauh dari makam Imam as-Syafii di el-Qarafa el-Kubra. Selain dikenal sebagai pakar fikih Mazhaf Syafi’i, pemilik nama lengkap Abdurrahman bin Kamaluddin Abu Bakr bin Muhammad bin Sabiquddin, Jalaluddin al-Misri as-Suyuthi asy-Syafi'i al-Asy'ari itu dikenal pula sebagai mufasir. Di antara karyanya di bidang tafsir adalah kitab ad-Durr al-Mantsur fi Tafsir bi al-Ma’tsur. Kitab tokoh kelahiran Kairo, pada 849 H/ 1445 M ini di bidang Alquran adalah al-Itqan fi ‘Ulum al-Alquran
b. Ilmu Hadis
Pada zaman ini kajian Hadis sebagai sumber hukum setelah Al Qur’an berkembang dengan cara menelusuri keontetikan (shohih) Hadis. Hal ini yang mengilhami terbentuknya ilmu-ilmu Jarhi wa Ta’di dan ilmu Mustalahul Hadis. Beranjak dari ilmu Mustalahul Hadis dan ilmu Jarhi Wata’dil ini para ulama Hadis berhasil mengkodifikasi Hadis ke dalam kitab secara teratur dan sistemik
Pada zaman sebelumnya belum ada pembukuan Hadis secara formal seperti Al Qur’an. Oleh karena itu sejarawan menganggap masa pembukuan Hadis secara sistemik dimulai pada zaman Daulah Abasiyyah. Penggolongan Hadis dari aspek periwayatannya, sanad, matan yang akhirnya bisa diketahui apakah Hadis itu shahih, hasan, dhoif juga terjadi pada masa Abasiyyah.
Dengan demikian kajian yang mendalam serta penyeleksian Hadis pada Daulah Abasiyyah telah menghasilkan pembukuan Hadis ke dalam bentuk kitab-kitab yang masih bisa kita pelajari sampai sekarang ini. Di antara kitab-kitab Hadis yang disusun pada waktu itu ialah kitab Hadis “Kutub as-Sittah” yaitu kitab Hadis disusun oleh enam ulama Hadis, yaitu Imam Muslim (wafat 261 H). beliau menyusun kitab Shohih Muslim. Kemudian Imam Bukhori (wafat 256 H), Imam Turmudzi (wafat 279 H), Ibnu Majjah (wafat 273 H), Imam Nasa’i (wafat 303 H), Abu Daud (wafat 275 H).
Dari enam ahli Hadis di atas ada dua yang dianggap paling otentik (shahih) yaitu Shahih Muslim dan Shahih Bukhari yang lebih dikenal dengan “Shahihaini”.
c. Ilmu Kalam
Pada zaman al-Ma’mun dan Harun al-Rasyid, ilmu kalam mendaopat tempat yang luas, bahkan ilmu kalam (teologi) sangat mempengaruhi keadaan pemerintahan saat itu. Seperti aliran Mu’tazilah dijadikan aliran resmi pemerintah Bani Abbas. Peran ilmu kalam pada saat itu sangat besar untuk membela Islam dari paham- paham Yahudi dan Nasrani.
Dalam ilmu kalam para teolog terfokus pada bidang aqidah sebagai obyek bahasan yang meliputi keesaan Tuhan, sifat-sifat, perbuatan Tuhan dll. Pada masa ini para Ulama kalam terbagi menjadi dua aliran, pertama aliran yang mengikuti pemikiran salaf yang diwakili oleh Mu’tazilah. Aliran salaf berpegang pada arti Lafdiyah/tekstual dalam mengartikan ayat-ayat mutasabihat. Sedangkan aliran rasionalis memakai /ra’yu dalam mengartikan ayat. Di antara ulama ilmu kalam yang terkenal ialah Abu Huzail al- Allaf (wafat 235 H), An-Nazzam (wafat 835 H), Bisri Ibnu Mu’tamir, Abu Ishaq Ibrahim mereka dari an Mu‟tazila. Sedangkan yang mewakili kelompok salaf adalah Amru bin Ubaid.
Jadi ilmu kalam (teologi) pada zaman Abasiyyah ini tidak semata mengembangkan pemikiran agama tetapi mengembangkan juga pemikiran sosial, politik dan mengembangkan pemikiran umat tidak statis, baik bidang agama maupun bidang kemasyarakatan yang akhirnya berguna bagi perkembangan dan kemajuan negara.
d. Ilmu Fiqh
Di antara kebanggan pemerintahan Abasiyyah adalah terdapatnya empat ulama’ Fiqh yang terkenal pada saat itu dan sampai sekarang, yaitu Imam Abu Hanifah (wafat 129 H, Imam Malik (wafat 179 H), Imam Syafi’i (wafat 204 H) dan Imam Ahmad bin Hambal (wafat 241 H). keempat ulama’ Fiqh tadi yan paling terkenal dalam dunia Islam dan penyebarannya paling luas sampai sekarang.
Disamping empat Madhab Fiqih diatas ada beberapa Madhab yang pengaruhnya cukup terkenal saat itu, yaitu Madhab Jaririyah yang dipelopori oleh sejarawan dan pengulas Al Qur an yaitu At Tabari (Wafat 923 H),tetapi madhab ini bertambah hanya dua generasi. Madhab lain adalah madhab Dhahiriyah yang dipelopori oleh Dawud bin Ali (884), disebut madhab Dhahiriyah karena pengambilan hukumnya berdasarkan bukti dhahir (bukti tertulis Lughowi Al Qur an dan Hadis). Madhab ini berkembang di Spanyol, Syuriah dan Mesir.
Pada masa ini ada dua cara dalam mengambil hukum fiqih yang kemudian menjadi aliran tersendiri, yaitu:
1) Ahl al-Hadis: Aliran yang berpegang teguh pada nash-nash Al Qur’an dan Hadis), karena mereka menghendaki hukum yang asli dari Rasulullah dan mereka menolak hukum menurut akal. Pemuka aliran ini adalah Imam Malik, Imam Syafi’i dan pengikut Sufyan As Sauri.
2) Ahl al-Ra’yi: Aliran yang menggunakan akal pikiran dalam mengistimbatkan hukum di samping memakai al-Qur’an dan Hadis, Aliran ini dipelopori oleh Imam Abu Hanifah dan Fuqaha’Irak.
Dari sini kita bisa melihat, bahwa pemikiran umat Islam (Fuqoha’) pada saat itu sangat maju sekali, dengan bukti lahirnya ulama terkenal dan kirab-kitab termashur seperti yang kita lihat sekarang ini, di antaranya adalah Al-Muwatta’ , Al-Kharaj, Al-Mustasfa dll.
e. Ilmu Tasawuf
Di samping ilmu Fiqh, pada zaman Abasiyyah juga muncul dan berkembang ilmu Tasawuf. Ilmu ini telah menaruh pengaruh yang besar bagi kebudayaan Islam. Perkembangan ilmu ini dimulai dari perkumpulan-perkumpulan tak resmi dan diskusi keagamaan (Halaqah) dan latihan spiritual dengan membaca dzikir berulang- ulang. Hal ini berlangsung di mana-mana khususnya di masjid, kemudian ini menjadi konsep-konsep spiritual yang diberi Tasawuf yang berkembang sampai abad 9 Hijriyah.
Ilmu Tasawuf ini menyebar di penjuru negeri Islam di wilayah Abasiyyah yang dibawa oleh para sufi-sufi terkemuka seperti:
1) Al-Qusyairi, nama lengkapnya Abu Kasim Abdul Karim bin Hawzin al Qusairi (wafat 465 H). kitabnya yang terkenal adalah Ar-Risalah al-Qusyairiyah.
2) Abu Haffas Umar bin Muhammad Sahabuddin (wafat 632 H) kitabnya yang terkanal adalah Awariful Ma’arif.
Imam al Ghazali (wafat 502 H) salah satu Ulama Tasawwuf yang terkenal yang lahir di Thus abad ke-5 Hijriyah. Kitabnya yang terkenal adalah Ihya’Ulumuddin yang memuat gabungan antara ilmu tasawwuf dan ilmu kemasyarakatan, kitab-kitabnya yang lain Al Basith, Maqosidu Falsafah, Al munqizu mina Dhalal dll.
Dari uraian di atas tentang kemajuan ilmu-ilmu agama pada zaman Abasiyyah kita harus mengakui betapa besar sumbangan ilmu agama pada saat itu terhadap kehidupan keberagaman sampai saat ini. Di antara yang berpengaruh adalah ilmu Lughah (ilmu bahasa) yang meliputi ilmu Nahwu, Sharaf, Bayan, Ma’ani, Arudh, Kamus, Insa’ yang dalam masa ini akan sangat berguna khususnya dalam menterjemah bahasa asing dan karyakarya sastra.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang kemajuan dinasti Abasiyyah dalam bidang agama serta tokoh-tokohnya. Sumber Modul 4 Perkembangan Islam Sesudah Masa Khulafaur Rasyidin, Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan Kementerian Agama Republik Indonesia 2018. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Zaman Abasiyyah dikenal sebagai era keemasan ilmu pengetahuan dan Agama. Ilmu-ilmu agama berkembang dengan subur dan diiringi oleh kemunculan tokoh-tokoh agama yang berpengaruh sampai sekarang ini. (ilmu Agama: ilmu Tafsir, ilmu Hadis, ilmu Kalam/Teologi dan ilmu Tasawuf)
a. Ilmu Tafsir
Ilmu Tafsir dalama masa ini berkembang pesat karena ilmu ini sangat dibutuhkan terutama oleh orang-orang non Arab yang baru masuk Islam. Mereka butuh tentang makna dan penafsiran al-Qur'an. Hal ini yang menyebabkan beberapa aliran muncul dalam ilmu tafsir. Penafsiran Al Qur'an pun berkembang tidak hanya dengan penafsiran makna tetapi penafsiran “Bil al Ma’sur dan “Bi al Ro’yi”
Dalam hal ini boleh dikatakan, bahwa pemerintahan Abasiyyah yang pertama menyusun Tafsir dan memisahkan antara Tafsir dengan Hadis. Sebelum itu para kaum Muslimin menafsirkan Qur'an melalui Hadis-Hadis Nabi, keterangan para sahabat, tabi’in. Di antara karya besar Tafsir adalah Al-Farra’ yang merupakan karya Tafsir pertama dengan disesuaikan dengan sistematik Al Qur’an. Kemudian muncul At Tabari yang menghimpun kumpulan-kumpulan Tafsir dari tokoh sebelumnya. Kemudian muncul golongan Ulama yang menafsirkan Al Qur'an secara rasional, seperti Tafsir Al Jahiz.
Sedangkan para ahli Tafsir terkemuka yang muncul pada zaman Abasiyyah adalah Abu Yunus Abdus Salam Al Qozwani yang merupakan salah satu penganut aliran Tafsir bi al Ra’yi. Sedangkan yang muncul dari aliran tafsir Bi Al Aqli adalah Amar Ibnu Muhammad al-Khawarizmi, Amir al-Hasan bin Sahl.
Muncullah beragam metode penafsiran Alquran dengan ragam madrasahnya, di antaranya metode tafsir Alquran bi al-ma’tsur. Metode ini fokus pada riwayat-riwayat yang sahih, baik menggunakan ayat dengan ayat, hadis, dan perkataan sahabat atau tabiin. Ada beberapa tokoh yang dikenal memomulerkan metode ini. Berikut ini jejak terakhir para imam mufasir bi al-ma’tsur:
1) Imam at-Thabari
Tokoh yang wafat pada 923 M/310 H ini mengarang kitab tafsir monumental, yaitu Jami’ al-Bayan fi Ta’wil Ayy al Qur’an. Tafsir yang lebih dikenal dengan Tafsir at-Thabari ini menjadi rujukan para ulama pada masa berikutnya, seperti al-Baghawi, as-Suyuthi, dan juga Ibnu Katsir.
2) Ibnu Katsir
Selain disebut sebagai sejarawan lewat karyanya al-Bidayah wa an-Nihayah, tokoh yang lahir di Busra 1301 M di Busro, Suriah ini dikenal juga sebagai seorang mufasir andal. Pemikir dan ulama Muslim ini mengarang kitab tafsir berjudul Tafsir al-Qurad al-Azhim atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tafsir Ibn Katsir. Makam yang berada di Damaskus, Suriah ini, sebenarnya adalah makam Ibnu Taimaiyah, guru Ibnu Katsir, tetapi makam Ibnu Katsir bersebelahan dengan makam sang guru. Ibnu Katsir wafat pada 1372 M di Damaskus Suriah.
3) As-Suyuthi
Imam as-Suyuthi dimakamkan tidak jauh dari makam Imam as-Syafii di el-Qarafa el-Kubra. Selain dikenal sebagai pakar fikih Mazhaf Syafi’i, pemilik nama lengkap Abdurrahman bin Kamaluddin Abu Bakr bin Muhammad bin Sabiquddin, Jalaluddin al-Misri as-Suyuthi asy-Syafi'i al-Asy'ari itu dikenal pula sebagai mufasir. Di antara karyanya di bidang tafsir adalah kitab ad-Durr al-Mantsur fi Tafsir bi al-Ma’tsur. Kitab tokoh kelahiran Kairo, pada 849 H/ 1445 M ini di bidang Alquran adalah al-Itqan fi ‘Ulum al-Alquran
b. Ilmu Hadis
Pada zaman ini kajian Hadis sebagai sumber hukum setelah Al Qur’an berkembang dengan cara menelusuri keontetikan (shohih) Hadis. Hal ini yang mengilhami terbentuknya ilmu-ilmu Jarhi wa Ta’di dan ilmu Mustalahul Hadis. Beranjak dari ilmu Mustalahul Hadis dan ilmu Jarhi Wata’dil ini para ulama Hadis berhasil mengkodifikasi Hadis ke dalam kitab secara teratur dan sistemik
Pada zaman sebelumnya belum ada pembukuan Hadis secara formal seperti Al Qur’an. Oleh karena itu sejarawan menganggap masa pembukuan Hadis secara sistemik dimulai pada zaman Daulah Abasiyyah. Penggolongan Hadis dari aspek periwayatannya, sanad, matan yang akhirnya bisa diketahui apakah Hadis itu shahih, hasan, dhoif juga terjadi pada masa Abasiyyah.
Dengan demikian kajian yang mendalam serta penyeleksian Hadis pada Daulah Abasiyyah telah menghasilkan pembukuan Hadis ke dalam bentuk kitab-kitab yang masih bisa kita pelajari sampai sekarang ini. Di antara kitab-kitab Hadis yang disusun pada waktu itu ialah kitab Hadis “Kutub as-Sittah” yaitu kitab Hadis disusun oleh enam ulama Hadis, yaitu Imam Muslim (wafat 261 H). beliau menyusun kitab Shohih Muslim. Kemudian Imam Bukhori (wafat 256 H), Imam Turmudzi (wafat 279 H), Ibnu Majjah (wafat 273 H), Imam Nasa’i (wafat 303 H), Abu Daud (wafat 275 H).
Dari enam ahli Hadis di atas ada dua yang dianggap paling otentik (shahih) yaitu Shahih Muslim dan Shahih Bukhari yang lebih dikenal dengan “Shahihaini”.
c. Ilmu Kalam
Pada zaman al-Ma’mun dan Harun al-Rasyid, ilmu kalam mendaopat tempat yang luas, bahkan ilmu kalam (teologi) sangat mempengaruhi keadaan pemerintahan saat itu. Seperti aliran Mu’tazilah dijadikan aliran resmi pemerintah Bani Abbas. Peran ilmu kalam pada saat itu sangat besar untuk membela Islam dari paham- paham Yahudi dan Nasrani.
Dalam ilmu kalam para teolog terfokus pada bidang aqidah sebagai obyek bahasan yang meliputi keesaan Tuhan, sifat-sifat, perbuatan Tuhan dll. Pada masa ini para Ulama kalam terbagi menjadi dua aliran, pertama aliran yang mengikuti pemikiran salaf yang diwakili oleh Mu’tazilah. Aliran salaf berpegang pada arti Lafdiyah/tekstual dalam mengartikan ayat-ayat mutasabihat. Sedangkan aliran rasionalis memakai /ra’yu dalam mengartikan ayat. Di antara ulama ilmu kalam yang terkenal ialah Abu Huzail al- Allaf (wafat 235 H), An-Nazzam (wafat 835 H), Bisri Ibnu Mu’tamir, Abu Ishaq Ibrahim mereka dari an Mu‟tazila. Sedangkan yang mewakili kelompok salaf adalah Amru bin Ubaid.
Jadi ilmu kalam (teologi) pada zaman Abasiyyah ini tidak semata mengembangkan pemikiran agama tetapi mengembangkan juga pemikiran sosial, politik dan mengembangkan pemikiran umat tidak statis, baik bidang agama maupun bidang kemasyarakatan yang akhirnya berguna bagi perkembangan dan kemajuan negara.
d. Ilmu Fiqh
Di antara kebanggan pemerintahan Abasiyyah adalah terdapatnya empat ulama’ Fiqh yang terkenal pada saat itu dan sampai sekarang, yaitu Imam Abu Hanifah (wafat 129 H, Imam Malik (wafat 179 H), Imam Syafi’i (wafat 204 H) dan Imam Ahmad bin Hambal (wafat 241 H). keempat ulama’ Fiqh tadi yan paling terkenal dalam dunia Islam dan penyebarannya paling luas sampai sekarang.
Disamping empat Madhab Fiqih diatas ada beberapa Madhab yang pengaruhnya cukup terkenal saat itu, yaitu Madhab Jaririyah yang dipelopori oleh sejarawan dan pengulas Al Qur an yaitu At Tabari (Wafat 923 H),tetapi madhab ini bertambah hanya dua generasi. Madhab lain adalah madhab Dhahiriyah yang dipelopori oleh Dawud bin Ali (884), disebut madhab Dhahiriyah karena pengambilan hukumnya berdasarkan bukti dhahir (bukti tertulis Lughowi Al Qur an dan Hadis). Madhab ini berkembang di Spanyol, Syuriah dan Mesir.
Pada masa ini ada dua cara dalam mengambil hukum fiqih yang kemudian menjadi aliran tersendiri, yaitu:
1) Ahl al-Hadis: Aliran yang berpegang teguh pada nash-nash Al Qur’an dan Hadis), karena mereka menghendaki hukum yang asli dari Rasulullah dan mereka menolak hukum menurut akal. Pemuka aliran ini adalah Imam Malik, Imam Syafi’i dan pengikut Sufyan As Sauri.
2) Ahl al-Ra’yi: Aliran yang menggunakan akal pikiran dalam mengistimbatkan hukum di samping memakai al-Qur’an dan Hadis, Aliran ini dipelopori oleh Imam Abu Hanifah dan Fuqaha’Irak.
Dari sini kita bisa melihat, bahwa pemikiran umat Islam (Fuqoha’) pada saat itu sangat maju sekali, dengan bukti lahirnya ulama terkenal dan kirab-kitab termashur seperti yang kita lihat sekarang ini, di antaranya adalah Al-Muwatta’ , Al-Kharaj, Al-Mustasfa dll.
e. Ilmu Tasawuf
Di samping ilmu Fiqh, pada zaman Abasiyyah juga muncul dan berkembang ilmu Tasawuf. Ilmu ini telah menaruh pengaruh yang besar bagi kebudayaan Islam. Perkembangan ilmu ini dimulai dari perkumpulan-perkumpulan tak resmi dan diskusi keagamaan (Halaqah) dan latihan spiritual dengan membaca dzikir berulang- ulang. Hal ini berlangsung di mana-mana khususnya di masjid, kemudian ini menjadi konsep-konsep spiritual yang diberi Tasawuf yang berkembang sampai abad 9 Hijriyah.
Ilmu Tasawuf ini menyebar di penjuru negeri Islam di wilayah Abasiyyah yang dibawa oleh para sufi-sufi terkemuka seperti:
1) Al-Qusyairi, nama lengkapnya Abu Kasim Abdul Karim bin Hawzin al Qusairi (wafat 465 H). kitabnya yang terkenal adalah Ar-Risalah al-Qusyairiyah.
2) Abu Haffas Umar bin Muhammad Sahabuddin (wafat 632 H) kitabnya yang terkanal adalah Awariful Ma’arif.
Imam al Ghazali (wafat 502 H) salah satu Ulama Tasawwuf yang terkenal yang lahir di Thus abad ke-5 Hijriyah. Kitabnya yang terkenal adalah Ihya’Ulumuddin yang memuat gabungan antara ilmu tasawwuf dan ilmu kemasyarakatan, kitab-kitabnya yang lain Al Basith, Maqosidu Falsafah, Al munqizu mina Dhalal dll.
Dari uraian di atas tentang kemajuan ilmu-ilmu agama pada zaman Abasiyyah kita harus mengakui betapa besar sumbangan ilmu agama pada saat itu terhadap kehidupan keberagaman sampai saat ini. Di antara yang berpengaruh adalah ilmu Lughah (ilmu bahasa) yang meliputi ilmu Nahwu, Sharaf, Bayan, Ma’ani, Arudh, Kamus, Insa’ yang dalam masa ini akan sangat berguna khususnya dalam menterjemah bahasa asing dan karyakarya sastra.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang kemajuan dinasti Abasiyyah dalam bidang agama serta tokoh-tokohnya. Sumber Modul 4 Perkembangan Islam Sesudah Masa Khulafaur Rasyidin, Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan Kementerian Agama Republik Indonesia 2018. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.