Oleh : Miqdad Rahman <rahmanmiqdad12@gmail.com>(STEI SEBI,Depok)
Kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan usaha yang sedang dijalani-nya terkadang membutuhkan sentuhan dari pihak lain, sehingga di perlukan kerjasama. Dalam Islam salah satu untuk meningkatkan usaha antara lain menggunakan sistem pembiyaan musyarakah, yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Musyarakah berasal dari bahasa arab diambil dari kata syaraka-yusyriku-syarkan-syarikatan-syarkatan yaitu bersekutu atau kerjasama.
Landasan Hukum Islam dalam Akad Musyarakah
Firman Allah SWT:
وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ ٱلْخُلَطَآءِ لَيَبْغِى بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَقَلِيلٌ مَّا هُمْ
"... Sungguh banyak di antara orang-orang yang bersekutu itu berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan amat sedikitlsh mereka ini.... " (Q.S. Shad (38): 24)
Hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata:
“Allah Swt. berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah).
Taqrir Nabi terhadap kegiatan musyarakah yang dilakukan oleh masyarakat pada saat itu. dan Ijma’ Ulama atas keboleh musyarakah. Kaidah fikih : “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.
Dalam fatwa No: 114/DSN-MUI/IX/2017 tentang akad syirkah memiliki ketentuan sebagai berikut :
1. Akad syirkah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana setiap pihak memberikan kontribusi dana/modal usaha dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati atau secara proporsional, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak secara proporsional. Syirkah ini merupakan salah satu bentuk Syirkah amwal dan dikenal dengan nama syirkah inan.
2. Syarik adalah mitra atau pihak yang melakukan akad syirkah, baik berupa orang maupun yang dipersamakan dengan orang, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.
3. Ra's al-mal adalah modal usaha berupa harta kekayaan yang disatukan yang berasal dan paru syarik.
4. Syirkah amwal adalah syirkah yang ra's al-mal-nya berupa harta kekayaan dalam bentuk uang atau barang.
5. Syirkah 'abdan/syirkah a'mal adalah syirkah yang ra's al-mal-nya bukan berupa harta kekayaan namun dalam bentuk keahlian atau keterampilan usaha/kerja, termasuk komitmen untuk menunaikan kewajiban syirkah kepada pihak lain berdasarkan kesepakatan atau proporsional.
6. Syirkah wujuh adalah syirkah yang ra's al-mal-nya bukan berupa harta kekayaan dalam bentuk reputasi atau nama baik salah satu atau seluruh syarik, termasuk komitmen untuk menunaikan kewajiban syirkah kepada pihak lain berdasarkan kesepakatan atau proporsional.
7. Taqwim al-'urudh adalah penaksiran batang untuk diketahui nilai atau harganya.
8. Nisbah bagi hasil adalah perbandingan yang dinyatakan dengan angka seperti persentase untuk membagi hasil usaha, baik nisbah-proporsional maupun nisbah-kesepakatan.
9. Nisbah-proporsional adalah nisbah atas dasar porsi ra's al-mal para pihak (syarik) dalam syirkah yang dijadikan dasar untuk membagi keuntungan dan kerugian.
10. Nisbah-kesepakatan adalah nisbah atas dasar kesepakatan bukan atas dasar porsi yang dijadikan dasar untuk membagi keuntungan.
11. Syirkah da'imah atau syirkah tsabitah adalah syirkah yang kepemilikan porsi ra's al-mal setiap syarik tidak mengalami perubahan sejak akad syirkah dimulai sampai dengan berakhirnya akad syirkah, baik jangka waktunya dibatasi maupun tidak dibatasi.
12. Musyarakoh mutanaqishah adalah syirkah yang kepemilikan porsi ra's al-mal salah satu syarik berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh syarik lainnya.
13. Kerugian usaha musyarakah adalah hasil usaha, di mana jumlah modal usaha yang diinvestasikan mengalami penurunan atau jumlah modal dan biayabiaya melebihi jumlah pendapatan.
14. At-ta'addi adalah melakukan suatu perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan.
15. At taqshir adalah tidak melakukan suatu perbuatan yang seharusnya dilakukan.
16. Mukhalafat asy-syuruth adalah menyalahi isi dan/atau substansi atau syarat-syarat yang disepakati dalam akad.
Syarat melaluka kerjasama atau musyarakah adalah sebagai berikut:
1. Kontrak dianggap sah jika dilakukan secara verbal maupun tertulis, kontrak dicatat dalam bentuk tulisan dan disaksikan.
2. Memiliki kopetensi dalam memberikan atau diberikan kekuaaan perwakilan.
3. Modal yang memiliki nilai.
4. Komitmen dalam berpartisipasi, namun keterlibatan dalam bekerja tidak harus sama begitupun keuntungan yang diterima.
Adapun rukun yang harus dilakukan dalam musyarakah adalah sebagai berikut:
1. Sigat (Ijab-Qobul) atau adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang melakukan kerjasama/musyarakah.
2. Pihak yang berserikat memiliki kecakapan dalam hukum dan penggelolaan.
3. Adanya objek akad (modal,pekerjaan,keuntungan dan kerugian).
4. Adanya pembagian nisbah bagi hasil.
Beberapa Ketentuan dalam pembiyaan musyarakah diatur dalam fatwa No: 08/DSN-MUI/IX/2000 tentang pembiyaan musyarakah yaitu :
1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
3. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian).
a. Modal
1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama.
Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.
2) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
3) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b. Kerja
1) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
2) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
c. Keuntungan
1) Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.
2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
3) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya.
4) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
d. Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.
4. Biaya Operasional dan Persengketaan
a. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pembiayaan kerjasama usaha dalam perspektif Islam (pembiayaan musyarakah). Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.