Strategi dan Metode Dakwah Abu Bakar,
1. Metode Dakwah Bil-Lisan (Pidato Abu Bakar ash-Shiddiq dalam Menggunakan Metode Dakwah)
Abu Bakar ash-Shiddiq yang begitu taat, pecinta yang begitu mengasih, menginginkan kehidupan yang baik untuk siapa pun. Hatinya cerdas yang berisi keinginan meluap untuk memberikan kebaikan kepada umat manusia, kebaikan yang mereka perlukan, bukan kekayaan yang ia miliki. Ketika memiliki harta dan wibawa, keduanya ia infakkfan tanpa perhitungan. Meskipun manusia tidak hanya memerlukan harta saja, juga tidak memerlukan wibawa semata. Sebelum semua itu, mereka lebih memerlukan pentunjuk cahaya (Muhammad Khalid, 2013:36).
Kemudian ketika Abu Bakar dibai’at di Saqifah, keesokan harinya beliau duduk di mimbar sedang Umar berdiri di sampingnya memulai pembicaraan Abu Bakar berbicara.Umar mulai mengucapkan pujian terhadap Allah Swt sebagai pemilik segala pujian dan senjung.
Kemudian Umar berkata, “Wahai saudara-saudara sekalian, aku telah katakan kepada kalian kemarin perkataan yang tidak ku dapati dalam kitabullah, dan tidak pula pernah diberikan Rasulullah padaku. Aku berpikiran bahwa pastilah Rasulullah aku hidup dan terus mengatur urusan kita maksudnya bahwa Rasulullah akan wafat belakangan setelah para sahabat wafat dan sesungguhnya Allah telah meninggalkan untuk kita kitabnya yang membimbing Rasulullah SAW, maka jika kalian berpegang teguh dengannya, Allah pasti akan membimbing kalian sebagaimana Allah telah membimbing Nabinya. Dan sesungguhnya Allah telah mengumpulkan seluruh urusan kita di bawah pimpinan orang yang terbaik dari kalian. Ia adalah sahabat Rasulullah SAW dan yang orang yang kedua ketika ia dan Rasulullah bersembunyi di dalam gua. Maka berdirilah kalian dan berikanlah bai’at kalian kepadanya. Maka orang- orang segera membai’at Abu Bakar secara umum setelah sebelumnya dibai’at di Saqifah.
Selepas dibai’at, Abu Bakar mulai berpidato dan setelah memuji Allah Pemilik segala pujian, beliau berkata: “Amma ba’du, hai sekalian manusia sesungguhnya aku telah dipilih sebagai pimpinan atas kalian dan aku bukanlah yang terbaik, maka jika aku berbuat kebaikan, bantulah aku, dan jika aku bertindak keliru, maka luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah, sementara dusta adalah suatu pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian sesungguhnya kuat di sisiku hingga aku dapat mengembalikan haknya kepadanya insya Allah. Sebaliknya siapa yang kuat di antara kalian, maka dialah yang lemah di sisiku hingga aku akan mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali aku timpakan kepada mereka kehinaan, dan tidaklah suatu kekejian tersebar di tengah suatu kaum kecuali azab Allah akan ditimpakan kepada seluruh kaum tersebut. Patuhilah aku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya.Tetapi jika aku tidak mematuhi keduanya, maka tiada kewajiban taat atas kalian terhadapku. Sekarang berdirilah kalian melaksanakan shalat, semoga Allah merahmati kalian.’’(Al-Hafizh ibnu katsir, 2002: 58).
2. Metode Dakwah Bit-Tadwin (Pengumpulan al-Quran)
Pengumpulan ayat-ayat al-Qur’an pada masa pemerintahan Abu Bakar merupakan strategi dakwah. Dalam perang Yamamah dalam misi menumpas nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab, banyak sahabat penghafal Al-Quran yang gugur dalam peperangan tersebut. Keadaan tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan umat Islam akan habisnya para penghafal Al-Quran karena gugur di medan peperangan. Oleh karena itu Umar bin Khathab mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat al-Quran yang tertulis di berbagai media seperti pelepah kurma, tulang onta, dan lain-lain yang disimpan oleh para sahabat. Pada awalnya Abu Bakar agak berat melaksanakan tugas tersebut, karena belum pernah dilakasanakan pada masa Nabi Muhammad SAW. Namun, karena alasan Umar bin Khabtab yang rasional, yaitu banyaknya sahabat penghafal al-Qur’an yang gugur di medan pertempuran dan dikhawatir akan habis seluruhnya, akhirnya Abu Bakar menyetujuinya. Abu Bakar menugaskan kepada Zaid bin Sabit, penulis wahyu pada masa Nabi Muhammad SAW, untuk mengerjakan tugas pengumpulan itu. (Rizem Aizid , 200-201).
Dari sekian prestasi yang terukir pada masa kekhalifahan Abu Bakar, maka jasa terbesar Abu Bakar yang dapat dinikmati oleh peradaban manusia sekarang adalah usaha pengumpulan al-Qur’an. Upaya pengumpulan al-Qur’an ini kelak melahirkan mushaf Usmani dan selanjutnya menjadi acuan dasar dalam penyalinan ayat-ayat suci al-Qur’an hingga menjadi kitab al-Qur’an yang menjadi pedoman utama kehidupan umat Islam bahkan bagi seluruh umat yang ada di permukaan bumi ini. Oleh karena itu, strategi/metode dakwah melalui pengumpulan al-Quran yang dilakukan oleh khalifah Abu Bakar melahirkan strategi dakwah baru yaitu dakwah melalui tulisan seperti menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, surat kabar, internet, dan tulisan-tulisan lain yang mengandung pesan dakwah. Pesan dakwah yang tersimpan dalam bentuk tulisan memiliki rentang waktu yang relative panjang karena tak lekang oleh zaman dan dapat dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya.
3. Metode Dakwah Bil-Yad (dengan Tangan)
Tangan secara tekstual diartikan sebagai tangan yang digunakan dalam menggunakan situasi kemungkaran. Kata tangan dapat diartikan sebagai kekuatan kekuasaan. Metode ini efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah. Khalifah Abu Bakar mengunakan kekuatan kekuasaan sebagai strategi dakwah kepada orang-orang yang membangkang.
Dakwah Memerangi Orang Ingkar Membayar Zakat. Abu Bakar ash-Shiddiq mengadakan rapat dengan para sahabat besar itu guna meminta saran dalam memerangi mereka yang tak mau menunaikan zakat. Umar bin Khattab dan beberapa orang sahabat berpendapat untuk tidak memerangi umat yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan lebih baik meminta bantuan mereka dalam menghadapi musuh bersama. Barangkali sebagian besar yang hadir berpendapat demikian, sedang yang menghendaki jalan kekerasan hanya sebagian kecil. Tampaknya perdebatan mereka dalam hal yang cukup sengit ini saling berlawanan dan berkepanjangan. Abu Bakar ashShiddiq terpaksa melibatkan diri mendukung golongan minoritas itu. Betapa kerasnya ia membela pendiriannya itu, tampak dari kata-katanya ini: “Demi Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, padahal dulu mereka lakukan kepada Rasulullah SAW, akan ku perangi”.
Abu Bakar juga mengaskan tekadnya untuk memerangi orang yang enggan membayar zakat seraya berkata: “Demi Allah aku akan memerangi siapa pun yang memisahkan sholat dengan zakat. Zakat adalah harta dikatakan kecuali dengan alasan” (Haekal, 2015:89).
Abu Bakar juga menggunakan kekuatan kekuasaan untuk menumpas nabi palsu, kaum murtad dari agama Islam, dan dakwah ke wilayah Iraw dan Syria.
4. Metode Dakwah Bil-Hal (Kelembagaan)
Abu Bakar ash-Shiddiq ingin merealisasikan politik dan kebijakan negara yang telah di gariskan dan menunjuk sejumlah sahabat sebagai para pembantu dalam melaksanakan hal tersebut. Abu Bakar menunjuk Abu Ubaidah al-Jarah sebagai bendara umat ini (menteri keuangan) yang diserahkan mandate untuk mengelola urusan-urusan Baitul Mal.
Sementara Umar bin al-Khatab memegang jabatan peradilan (Kementerian atau Departeman Kehakiman) yang juga dijalankan langsung oleh Abu Bakar sendiri. Sedangkan Zaid bin Tsabit menjadi sebagai sekretaris terkadang tugas ini juga dilakukan oleh sahabat yang ada seperti Ali bin Abi Thalib atau Utsman bin Affan. Kaum muslimin memberikan julukan khalifah Rasulullah kepada Abu Bakar sebagai pengganti resminya. Para sahabat melihat perlunya membuat agar bagaimana Abu Bakar ashShiddiq bisa sepenuhnya fokus menjalankan kekhalifahan tanpa dibebani urusan kebutuhan hidup (Ash Shallabi, 2013: 263).
Disamping Baitul Mal dan lembaga peradilan, khalifah Abu Bakar juga membentuk lembaga Pertahanan dan Keamanan yang bertugas mengorganisasikan pasukanpasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas di dalam maupun di luar negeri. Di antara panglima yang ada ialah Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin Ash, dan Zaid bin Sufyan.
Untuk memperlancar jalannya pemerintahan di bidang eksekutif Abu Bakar mendelegasikan tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun di daerah kepada sahabat lain. Misalnya, untuk pemerintahan pusat ia menujuk Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan. Untuk daerah-daerah kekuasaan Islam, dibentuklah provinsi-provinsi dan untuk setiap provinsi ditujuk seorang amir (Dedi, 2008:70).
5. Metode Usawatun-Hasanah (Keteladanan)
Dalam Bahasa Arab “keteladaan” diungkapkan dengan kata uswah dan qudwah. “Keteladanan” adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh. Memberi teladan yang baik kepada umat Islam merupakan metode dakwah yang efektif. Abu Bakar menerapkan metode ini dalam dakwah islamnya baik sebelum menjadi khalifah maupun setelah menjabat sebagai khalifah.
Selain sopan dan santun, Abu Bakar ash-Shiddiq juga terkenal tawadhu dan rendah hati. Ia seorang pekerja keras sejak dahulu. Sebagai pengusaha sukses sejak sebelum Islam datang. Hingga akhirnya, ia hijrah bersama Nabi Muhammad SAW. dan meninggalkan usahanya demi perjuangan. Sepeninggal Nabi Muhammad SAW. dan Abu Bakar ash-Shiddiq diangkat menjadi khalifah, tidak tampak sedikit pun bekas-bekas orang kaya pada dirinya. Tidak dijumpa pada diri Abu Bakar rasa gengsi, ingin dihormati sebagai pemimpin, serta rasa ingin didengar dan dipuji. Selama berada di Madinah bersama Nabi Muhammad SAW. Abu Bakar menerima jasa sebagai pemerah susu atau pemasak gandum bagi orang-orang miskin dan janda yang tidak mampu.
Inilah bentuk ketawadhu’an Abu Bakar ash- Shiddiq. Ia tawadu’ bukan hanya dalam kondisi miskin dan lemah, tetapi juga dalam keadaan berkedudukan tinggi. Abu Bakar pada mulanya adalah orang kaya. Ia menafkahkan semua hartanya untuk perjuangan Nabi Muhammad SAW. dan Islam. Abu Bakar merasa bahagia menafkahkan hartanya itu sehingga lupa bahwa ia sudah miskin. Ia juga masih melakukan pekerjaan-pekerjan orang kecil seperti memerah susu, meskipun ia adalah pemimpin umat Islam. Abu Bakar yang rendah hati bukan karena ia tidak punya apa-apa, tetapi justru ia memiliki segalanya (Hidayatullah, 2014:122).
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang strategi dan metode dakwah Khalifah Abu Bakar. Sumber Modul 3 Perkembangan Islam Masa Khulajaur Rasyidin, Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan Kementerian Agama Republik Indonesia 2018. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
1. Metode Dakwah Bil-Lisan (Pidato Abu Bakar ash-Shiddiq dalam Menggunakan Metode Dakwah)
Abu Bakar ash-Shiddiq yang begitu taat, pecinta yang begitu mengasih, menginginkan kehidupan yang baik untuk siapa pun. Hatinya cerdas yang berisi keinginan meluap untuk memberikan kebaikan kepada umat manusia, kebaikan yang mereka perlukan, bukan kekayaan yang ia miliki. Ketika memiliki harta dan wibawa, keduanya ia infakkfan tanpa perhitungan. Meskipun manusia tidak hanya memerlukan harta saja, juga tidak memerlukan wibawa semata. Sebelum semua itu, mereka lebih memerlukan pentunjuk cahaya (Muhammad Khalid, 2013:36).
Kemudian ketika Abu Bakar dibai’at di Saqifah, keesokan harinya beliau duduk di mimbar sedang Umar berdiri di sampingnya memulai pembicaraan Abu Bakar berbicara.Umar mulai mengucapkan pujian terhadap Allah Swt sebagai pemilik segala pujian dan senjung.
Kemudian Umar berkata, “Wahai saudara-saudara sekalian, aku telah katakan kepada kalian kemarin perkataan yang tidak ku dapati dalam kitabullah, dan tidak pula pernah diberikan Rasulullah padaku. Aku berpikiran bahwa pastilah Rasulullah aku hidup dan terus mengatur urusan kita maksudnya bahwa Rasulullah akan wafat belakangan setelah para sahabat wafat dan sesungguhnya Allah telah meninggalkan untuk kita kitabnya yang membimbing Rasulullah SAW, maka jika kalian berpegang teguh dengannya, Allah pasti akan membimbing kalian sebagaimana Allah telah membimbing Nabinya. Dan sesungguhnya Allah telah mengumpulkan seluruh urusan kita di bawah pimpinan orang yang terbaik dari kalian. Ia adalah sahabat Rasulullah SAW dan yang orang yang kedua ketika ia dan Rasulullah bersembunyi di dalam gua. Maka berdirilah kalian dan berikanlah bai’at kalian kepadanya. Maka orang- orang segera membai’at Abu Bakar secara umum setelah sebelumnya dibai’at di Saqifah.
Selepas dibai’at, Abu Bakar mulai berpidato dan setelah memuji Allah Pemilik segala pujian, beliau berkata: “Amma ba’du, hai sekalian manusia sesungguhnya aku telah dipilih sebagai pimpinan atas kalian dan aku bukanlah yang terbaik, maka jika aku berbuat kebaikan, bantulah aku, dan jika aku bertindak keliru, maka luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah, sementara dusta adalah suatu pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian sesungguhnya kuat di sisiku hingga aku dapat mengembalikan haknya kepadanya insya Allah. Sebaliknya siapa yang kuat di antara kalian, maka dialah yang lemah di sisiku hingga aku akan mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali aku timpakan kepada mereka kehinaan, dan tidaklah suatu kekejian tersebar di tengah suatu kaum kecuali azab Allah akan ditimpakan kepada seluruh kaum tersebut. Patuhilah aku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya.Tetapi jika aku tidak mematuhi keduanya, maka tiada kewajiban taat atas kalian terhadapku. Sekarang berdirilah kalian melaksanakan shalat, semoga Allah merahmati kalian.’’(Al-Hafizh ibnu katsir, 2002: 58).
2. Metode Dakwah Bit-Tadwin (Pengumpulan al-Quran)
Pengumpulan ayat-ayat al-Qur’an pada masa pemerintahan Abu Bakar merupakan strategi dakwah. Dalam perang Yamamah dalam misi menumpas nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab, banyak sahabat penghafal Al-Quran yang gugur dalam peperangan tersebut. Keadaan tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan umat Islam akan habisnya para penghafal Al-Quran karena gugur di medan peperangan. Oleh karena itu Umar bin Khathab mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat al-Quran yang tertulis di berbagai media seperti pelepah kurma, tulang onta, dan lain-lain yang disimpan oleh para sahabat. Pada awalnya Abu Bakar agak berat melaksanakan tugas tersebut, karena belum pernah dilakasanakan pada masa Nabi Muhammad SAW. Namun, karena alasan Umar bin Khabtab yang rasional, yaitu banyaknya sahabat penghafal al-Qur’an yang gugur di medan pertempuran dan dikhawatir akan habis seluruhnya, akhirnya Abu Bakar menyetujuinya. Abu Bakar menugaskan kepada Zaid bin Sabit, penulis wahyu pada masa Nabi Muhammad SAW, untuk mengerjakan tugas pengumpulan itu. (Rizem Aizid , 200-201).
Dari sekian prestasi yang terukir pada masa kekhalifahan Abu Bakar, maka jasa terbesar Abu Bakar yang dapat dinikmati oleh peradaban manusia sekarang adalah usaha pengumpulan al-Qur’an. Upaya pengumpulan al-Qur’an ini kelak melahirkan mushaf Usmani dan selanjutnya menjadi acuan dasar dalam penyalinan ayat-ayat suci al-Qur’an hingga menjadi kitab al-Qur’an yang menjadi pedoman utama kehidupan umat Islam bahkan bagi seluruh umat yang ada di permukaan bumi ini. Oleh karena itu, strategi/metode dakwah melalui pengumpulan al-Quran yang dilakukan oleh khalifah Abu Bakar melahirkan strategi dakwah baru yaitu dakwah melalui tulisan seperti menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, surat kabar, internet, dan tulisan-tulisan lain yang mengandung pesan dakwah. Pesan dakwah yang tersimpan dalam bentuk tulisan memiliki rentang waktu yang relative panjang karena tak lekang oleh zaman dan dapat dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya.
3. Metode Dakwah Bil-Yad (dengan Tangan)
Tangan secara tekstual diartikan sebagai tangan yang digunakan dalam menggunakan situasi kemungkaran. Kata tangan dapat diartikan sebagai kekuatan kekuasaan. Metode ini efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah. Khalifah Abu Bakar mengunakan kekuatan kekuasaan sebagai strategi dakwah kepada orang-orang yang membangkang.
Dakwah Memerangi Orang Ingkar Membayar Zakat. Abu Bakar ash-Shiddiq mengadakan rapat dengan para sahabat besar itu guna meminta saran dalam memerangi mereka yang tak mau menunaikan zakat. Umar bin Khattab dan beberapa orang sahabat berpendapat untuk tidak memerangi umat yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan lebih baik meminta bantuan mereka dalam menghadapi musuh bersama. Barangkali sebagian besar yang hadir berpendapat demikian, sedang yang menghendaki jalan kekerasan hanya sebagian kecil. Tampaknya perdebatan mereka dalam hal yang cukup sengit ini saling berlawanan dan berkepanjangan. Abu Bakar ashShiddiq terpaksa melibatkan diri mendukung golongan minoritas itu. Betapa kerasnya ia membela pendiriannya itu, tampak dari kata-katanya ini: “Demi Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, padahal dulu mereka lakukan kepada Rasulullah SAW, akan ku perangi”.
Abu Bakar juga mengaskan tekadnya untuk memerangi orang yang enggan membayar zakat seraya berkata: “Demi Allah aku akan memerangi siapa pun yang memisahkan sholat dengan zakat. Zakat adalah harta dikatakan kecuali dengan alasan” (Haekal, 2015:89).
Abu Bakar juga menggunakan kekuatan kekuasaan untuk menumpas nabi palsu, kaum murtad dari agama Islam, dan dakwah ke wilayah Iraw dan Syria.
4. Metode Dakwah Bil-Hal (Kelembagaan)
Abu Bakar ash-Shiddiq ingin merealisasikan politik dan kebijakan negara yang telah di gariskan dan menunjuk sejumlah sahabat sebagai para pembantu dalam melaksanakan hal tersebut. Abu Bakar menunjuk Abu Ubaidah al-Jarah sebagai bendara umat ini (menteri keuangan) yang diserahkan mandate untuk mengelola urusan-urusan Baitul Mal.
Sementara Umar bin al-Khatab memegang jabatan peradilan (Kementerian atau Departeman Kehakiman) yang juga dijalankan langsung oleh Abu Bakar sendiri. Sedangkan Zaid bin Tsabit menjadi sebagai sekretaris terkadang tugas ini juga dilakukan oleh sahabat yang ada seperti Ali bin Abi Thalib atau Utsman bin Affan. Kaum muslimin memberikan julukan khalifah Rasulullah kepada Abu Bakar sebagai pengganti resminya. Para sahabat melihat perlunya membuat agar bagaimana Abu Bakar ashShiddiq bisa sepenuhnya fokus menjalankan kekhalifahan tanpa dibebani urusan kebutuhan hidup (Ash Shallabi, 2013: 263).
Disamping Baitul Mal dan lembaga peradilan, khalifah Abu Bakar juga membentuk lembaga Pertahanan dan Keamanan yang bertugas mengorganisasikan pasukanpasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas di dalam maupun di luar negeri. Di antara panglima yang ada ialah Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin Ash, dan Zaid bin Sufyan.
Untuk memperlancar jalannya pemerintahan di bidang eksekutif Abu Bakar mendelegasikan tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun di daerah kepada sahabat lain. Misalnya, untuk pemerintahan pusat ia menujuk Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan. Untuk daerah-daerah kekuasaan Islam, dibentuklah provinsi-provinsi dan untuk setiap provinsi ditujuk seorang amir (Dedi, 2008:70).
5. Metode Usawatun-Hasanah (Keteladanan)
Dalam Bahasa Arab “keteladaan” diungkapkan dengan kata uswah dan qudwah. “Keteladanan” adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh. Memberi teladan yang baik kepada umat Islam merupakan metode dakwah yang efektif. Abu Bakar menerapkan metode ini dalam dakwah islamnya baik sebelum menjadi khalifah maupun setelah menjabat sebagai khalifah.
Selain sopan dan santun, Abu Bakar ash-Shiddiq juga terkenal tawadhu dan rendah hati. Ia seorang pekerja keras sejak dahulu. Sebagai pengusaha sukses sejak sebelum Islam datang. Hingga akhirnya, ia hijrah bersama Nabi Muhammad SAW. dan meninggalkan usahanya demi perjuangan. Sepeninggal Nabi Muhammad SAW. dan Abu Bakar ash-Shiddiq diangkat menjadi khalifah, tidak tampak sedikit pun bekas-bekas orang kaya pada dirinya. Tidak dijumpa pada diri Abu Bakar rasa gengsi, ingin dihormati sebagai pemimpin, serta rasa ingin didengar dan dipuji. Selama berada di Madinah bersama Nabi Muhammad SAW. Abu Bakar menerima jasa sebagai pemerah susu atau pemasak gandum bagi orang-orang miskin dan janda yang tidak mampu.
Inilah bentuk ketawadhu’an Abu Bakar ash- Shiddiq. Ia tawadu’ bukan hanya dalam kondisi miskin dan lemah, tetapi juga dalam keadaan berkedudukan tinggi. Abu Bakar pada mulanya adalah orang kaya. Ia menafkahkan semua hartanya untuk perjuangan Nabi Muhammad SAW. dan Islam. Abu Bakar merasa bahagia menafkahkan hartanya itu sehingga lupa bahwa ia sudah miskin. Ia juga masih melakukan pekerjaan-pekerjan orang kecil seperti memerah susu, meskipun ia adalah pemimpin umat Islam. Abu Bakar yang rendah hati bukan karena ia tidak punya apa-apa, tetapi justru ia memiliki segalanya (Hidayatullah, 2014:122).
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang strategi dan metode dakwah Khalifah Abu Bakar. Sumber Modul 3 Perkembangan Islam Masa Khulajaur Rasyidin, Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan Kementerian Agama Republik Indonesia 2018. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.