1. Pengertian Metode Tafsir Tematik ( Maudhu'iy)
Salah satu bentuk tafsr yang dikembangkan para ulama kontemporer adalah tafsir tematik yang dalam bahasa Arab disebut dengan al-tafsir al-maudhu'iy. Kata maudhu'iy dinisbatkan pada kata al-maudhu’, yang berarti topik atau materi suatu pembicaraan atau pembahasan. Dalam kamus al-Munawir dijelaskan bahwa kata maudhu’ adalah derivasi dari kata wadha’a yang berkedudukan sebagai isim maf’ul yang berarti masalah. Secara semantik, tafsir maudhu'iy berarti penafsiran Al-Quran menurut tema atau topik tertentu. Dalam bahasa Indonesia biasa diterjemahkan dengan tafsir tematik. Tematik adalah salah satu model penafsiran yang diperkenalkan para ulama tafsir untuk memberikan jawaban terhadap problem-problem baru dalam masyarakat melalui petunjuk-petunjuk Al-Quran.
Jadi, yang dimaksud dengan metode tematik ialah cara mengkaji dan mempelajari ayat Al-Quran dengan menghimpun ayat-ayat Al-Quran yang mempunyai maksud sama, dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah menyusunnya berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat itu. Kemudian penafsir mulai memberikan keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan. 4 Sedangkan pakar tafsir, Mustafa Muslim mendefinisikannya dengan, "ilmu yang membahas persoalan-persoalan sesuai pandangan Al-Quran melalui penjelasan satu surah atau lebih".
Metode tafsir tematik juga disebut dengan dengan metode maudhu’iy yaitu menghimpun ayat-ayat Al-Quran yang mempunyai maksud yang sama, dalam arti, sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut. Kemudian penafsir mulai memberikan keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan. Secara khusus, penafsir melakukan studi tafsirnya ini dengan metode maudhu’iy, dimana ia melihat ayat-ayat tersebut dari seluruh seginya, dan melakukan analisis berdasar ilmu yang benar, yang digunakan oleh pembahas untuk menjelaskan pokok permasalahan, sehingga ia dapat memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul menguasainya, sehingga memungkinkan baginya untuk memahami maksud yang terdalam dan dapat menolak segala kritik.
Dalam tafsir tematik, seorang mufassir tidak lagi menafsirkan ayat demi ayat secara berurutan sesuai urutannya dalam mushaf, tetapi menafsirkan dengan jalan menghimpun seluruh atau sebagian ayat-ayat dari beberapa surah yang berbicara tentang topic tertentu, untuk kemudian dikaitkan satu dengn lainnya, sehingga pada akhirnya diambil kesimpulan menyeluruh tentang masalah tersebut menurut pandagan Al-Quran. Semua itu dijelaskan dengan rinci dan tuntans, serta didukung dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik argument itu berasal dari Al-Quran, Hadis maupun pemikiran rasional.
2. Sejarah Munculnya Metode Tafsir Tematik (Maudhu'iy)
Menurut sebgian ulama, tafsir tematik ditengarai sebagai metode alternative yang paling sesuai dengan kebutuhan ummat saat ini. Selain diharapkan dapat memberi jawaban atas berbagai problematika ummat, metode tematik dipandang sebagai yang paling obyektif, tentunya dalam batas-abatas tertentu. Melalui metode ini, seolah penafsir mempersilahkan Al-Quran berbicara sendiri melalui ayat-ayat dan kosa kata yang digunakannya terkait dengan persoalan tertentu. Istantiqil Al-Quran (ajaklah Al-Quran berbicara), demikian ungkapan yang sering dikumandangkan ole para ulama yang mendukung penggunaan metode ini. Dikatakan obyektif karena sesuai maknanya, kata al-maudhu' berarti Sesutu yang ditetapkan di sebuah tempat dan tidak ke manamana.
Metode ini dikembangkan oleh para ulama untuk melengkapi kekurangan yang terdapat pada khazanah tafsir klasik yang didominasi oleh pendekatan tahlili, yaitu menafsirkan ayat demi ayat sesuai dengan susunannya dalam mushaf. Segala segi yang 'dianggap perlu' oleh sang mufasir diuraikan, bermula dari arti kosa kata, asbabun nuzul, munasabah, dan lain-lain yang berkaitan dengan teks dan kandungan ayat. Metode ini dikenal dengan metode tahlili atau tajzi'i dalam istilah Baqir Sadr. Para mufsir klasik umumnya menggunakan metode ini. Kritik yang sering ditujukan pada mtode ini adalah karena dianggap menghasilkan pandangan-pandangan parsial. Bahkan tidak jarang ayat-ayat Al-Quran digunakan sebagai dalih pembenaran pendapat mufasir. Selain itu terasa sekali bahwa metode ini tidak mampu memberi jawaban tuntas terhadap persoalan-persoalan umat karena terlampau teoritis.
Kendati istilah tafsir tematik baru popular pada abad ke 20, tepatnya ketika ditetapan sebagai mata kuliah di Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar pada tahun 70-an, tetapi embrio tafsir tematik sudah lama muncul. Bentuk penafsiran Al-Quran dengan Al-Quran (tafsir Al-Quran bil Al-Quran) atau Al-Quran dengan penjelasan Hadis (tafsir Al-Quran bisSunnah) yang telah ada sejak masa Rasulullah disinyalir banyak pakar sebagai bentuk awal tafsir tematik.8 Di dalam Al-Quran banyak ditemukan ayat-ayat yang baru dapat dipahami dengan baik setelah dipadukan/dikombinasikan dengan ayat-ayat di tempat lain. Pengecualian atas hewan yang halal untuk dikonsumsi seperti disebut dalam Surah alma'idah/5:1 belum dapat dipahami kecuali dengan merujuk kepada penjelasan pada ayat yang turun sebelumnya, yaitu Surah al-An'am/6: 145, atau dengan membaca ayat yang turun setelahnya dalam Surah al-Ma'idah/5: 3. Banyak lagi contoh lainnya yang mengindikasikan pentingnya memahami ayat-ayat Al-Quran secara komprehensif dan tematik.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian metode tafsir tematik (maudhu'iy) dan sejarah munculnya metode tafsir tematik (maudhu'iy). Sumber Modul 4 Konsep Tawassuth, Tawazun dan Tasamuh dalam Al Quran Hadis PPG dalam Jabatan Tahun 2019 Kementerian Agama Republik Indonesia JAKARTA 2019. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Salah satu bentuk tafsr yang dikembangkan para ulama kontemporer adalah tafsir tematik yang dalam bahasa Arab disebut dengan al-tafsir al-maudhu'iy. Kata maudhu'iy dinisbatkan pada kata al-maudhu’, yang berarti topik atau materi suatu pembicaraan atau pembahasan. Dalam kamus al-Munawir dijelaskan bahwa kata maudhu’ adalah derivasi dari kata wadha’a yang berkedudukan sebagai isim maf’ul yang berarti masalah. Secara semantik, tafsir maudhu'iy berarti penafsiran Al-Quran menurut tema atau topik tertentu. Dalam bahasa Indonesia biasa diterjemahkan dengan tafsir tematik. Tematik adalah salah satu model penafsiran yang diperkenalkan para ulama tafsir untuk memberikan jawaban terhadap problem-problem baru dalam masyarakat melalui petunjuk-petunjuk Al-Quran.
Jadi, yang dimaksud dengan metode tematik ialah cara mengkaji dan mempelajari ayat Al-Quran dengan menghimpun ayat-ayat Al-Quran yang mempunyai maksud sama, dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah menyusunnya berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat itu. Kemudian penafsir mulai memberikan keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan. 4 Sedangkan pakar tafsir, Mustafa Muslim mendefinisikannya dengan, "ilmu yang membahas persoalan-persoalan sesuai pandangan Al-Quran melalui penjelasan satu surah atau lebih".
Metode tafsir tematik juga disebut dengan dengan metode maudhu’iy yaitu menghimpun ayat-ayat Al-Quran yang mempunyai maksud yang sama, dalam arti, sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut. Kemudian penafsir mulai memberikan keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan. Secara khusus, penafsir melakukan studi tafsirnya ini dengan metode maudhu’iy, dimana ia melihat ayat-ayat tersebut dari seluruh seginya, dan melakukan analisis berdasar ilmu yang benar, yang digunakan oleh pembahas untuk menjelaskan pokok permasalahan, sehingga ia dapat memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul menguasainya, sehingga memungkinkan baginya untuk memahami maksud yang terdalam dan dapat menolak segala kritik.
Dalam tafsir tematik, seorang mufassir tidak lagi menafsirkan ayat demi ayat secara berurutan sesuai urutannya dalam mushaf, tetapi menafsirkan dengan jalan menghimpun seluruh atau sebagian ayat-ayat dari beberapa surah yang berbicara tentang topic tertentu, untuk kemudian dikaitkan satu dengn lainnya, sehingga pada akhirnya diambil kesimpulan menyeluruh tentang masalah tersebut menurut pandagan Al-Quran. Semua itu dijelaskan dengan rinci dan tuntans, serta didukung dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik argument itu berasal dari Al-Quran, Hadis maupun pemikiran rasional.
2. Sejarah Munculnya Metode Tafsir Tematik (Maudhu'iy)
Menurut sebgian ulama, tafsir tematik ditengarai sebagai metode alternative yang paling sesuai dengan kebutuhan ummat saat ini. Selain diharapkan dapat memberi jawaban atas berbagai problematika ummat, metode tematik dipandang sebagai yang paling obyektif, tentunya dalam batas-abatas tertentu. Melalui metode ini, seolah penafsir mempersilahkan Al-Quran berbicara sendiri melalui ayat-ayat dan kosa kata yang digunakannya terkait dengan persoalan tertentu. Istantiqil Al-Quran (ajaklah Al-Quran berbicara), demikian ungkapan yang sering dikumandangkan ole para ulama yang mendukung penggunaan metode ini. Dikatakan obyektif karena sesuai maknanya, kata al-maudhu' berarti Sesutu yang ditetapkan di sebuah tempat dan tidak ke manamana.
Metode ini dikembangkan oleh para ulama untuk melengkapi kekurangan yang terdapat pada khazanah tafsir klasik yang didominasi oleh pendekatan tahlili, yaitu menafsirkan ayat demi ayat sesuai dengan susunannya dalam mushaf. Segala segi yang 'dianggap perlu' oleh sang mufasir diuraikan, bermula dari arti kosa kata, asbabun nuzul, munasabah, dan lain-lain yang berkaitan dengan teks dan kandungan ayat. Metode ini dikenal dengan metode tahlili atau tajzi'i dalam istilah Baqir Sadr. Para mufsir klasik umumnya menggunakan metode ini. Kritik yang sering ditujukan pada mtode ini adalah karena dianggap menghasilkan pandangan-pandangan parsial. Bahkan tidak jarang ayat-ayat Al-Quran digunakan sebagai dalih pembenaran pendapat mufasir. Selain itu terasa sekali bahwa metode ini tidak mampu memberi jawaban tuntas terhadap persoalan-persoalan umat karena terlampau teoritis.
Kendati istilah tafsir tematik baru popular pada abad ke 20, tepatnya ketika ditetapan sebagai mata kuliah di Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar pada tahun 70-an, tetapi embrio tafsir tematik sudah lama muncul. Bentuk penafsiran Al-Quran dengan Al-Quran (tafsir Al-Quran bil Al-Quran) atau Al-Quran dengan penjelasan Hadis (tafsir Al-Quran bisSunnah) yang telah ada sejak masa Rasulullah disinyalir banyak pakar sebagai bentuk awal tafsir tematik.8 Di dalam Al-Quran banyak ditemukan ayat-ayat yang baru dapat dipahami dengan baik setelah dipadukan/dikombinasikan dengan ayat-ayat di tempat lain. Pengecualian atas hewan yang halal untuk dikonsumsi seperti disebut dalam Surah alma'idah/5:1 belum dapat dipahami kecuali dengan merujuk kepada penjelasan pada ayat yang turun sebelumnya, yaitu Surah al-An'am/6: 145, atau dengan membaca ayat yang turun setelahnya dalam Surah al-Ma'idah/5: 3. Banyak lagi contoh lainnya yang mengindikasikan pentingnya memahami ayat-ayat Al-Quran secara komprehensif dan tematik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.