Di antara akhlak mulia yang menghiasai seorang mukmin adalah khauf. Secara bahasa, khauf berasal dari bahasa Arab yang berarti takut; resah; khawatir; cemas. Jika didefinisikan secara lebih panjang, khauf berarti perasaan gelisah atau cemas terhadap suatu hal yang belum diketahui dengan pasti. Menurut istilah dalam Islam, sebagaimana diuraikan dalam kamus tasawuf, khauf adalah suatu sikap mental merasa takut kepada Allah Swt karena kurang sempurna pengabdiannya, takut atau khawatir kalau-kalau Allah Swt tidak senang padanya dan akan menghukumnya karena apa yang telah ia lakukan. Orang tidak dikatakan takut hanya karena menangis dan mengusap air matanya, tetapi karena takut melakukan sesuatu yang mengakibatkan ia disiksa karenanya.
Sifat khauf ini muncul disebabkan seseorang telah benar akidahnya (berakidah Islam) yang meyakini keberadaan Allah Swt dan mengenalNya melalui sifat-sifatNya di antaranya adalah Allah Swt yang Maha Wujud, Maha Melihat, Maha Tahu, Maha Mendengar, dan lain sebagainya. Dengan begitu, karena mengenal Allah Swt dengan baik, dia akan senantiasa merasa diawasi dan akan senantiasa dimintai pertanggungjawaban atas segala yang dia lakukan. Lebih mudahnya berarti semakin sesorang mengenal Allah Swt maka semakin besar pula sifat khauf terhadapNya. Rasulullah Saw. bersabda dalam hadis beliau yng diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah Ra.:
‘’Demi Allah, sungguh aku adalah orang yang paling tahu dengan Allah dan paling takut kepada-Nya.’’(HR. Bukhari dan Muslim)
Dari paparan di atas, maka bisa kita tarik kesimpulan bahwa khauf harus ada pada diri kita, setiap Mukmin. Untuk mengontrol diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak disukai oleh Allah.
Sebanarnya, ada satu akhlak mulia lagi yang mengikuti khauf yang harus kita miliki, yaitu raja’. Secara bahasa, raja’ berarti harapan/cita-cita; sedangkan menurut istilah ialah bergantungnya hati dalam meraih sesuatu di kemudian hari. Raja` merupakan ibadah yang mencakup kerendahan dan ketundukan, tidak boleh ada kecuali mengharap hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Memalingkannya kepada selain Allah Swt adalah kesyirikan, bisa berupa syirik besar atau pun syirik kecil tergantung apa yang ada dalam hati orang yang tengah mengharap.
Raja’ (harapan/mengharap) tidaklah menjadikan pelakunya terpuji kecuali bila disertai amalan. Raja` tidak akan sah kecuali jika dibarengi dengan amalan. Oleh karena itu, tidaklah seseorang dianggap mengharap apabila tidak beramal. Amal yang dimaksud adalah bukan maksiat tentunya. Merupakan bentuk penghinaan kepada-Nya jika kita bermaksiat tapi mengharap ridha dariNya.
Khauf dan raja’ ibarat dua mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya, keduanya saling mendukung. Bila keduanya menyatu dalam diri seorang Mukmin, maka akan seimbanglah seluruh aktivitas kehidupannya. Bagaimana tidak, sebab dengan khauf akan membawa dirinya untuk selalu melaksanakan ketaatan dan menjauhi perkara yang diharamkan; sementara raja` akan menghantarkan dirinya untuk selalu mengharap apa yang ada di sisi Rabb-nya.
Pendek kata dengan khauf (takut) dan raja` (pengharapan) seorang Mukmin akan selalu ingat bahwa dirinya akan kembali ke hadapan Sang Penciptanya (karena adanya rasa takut), disamping ia akan bersemangat memperbanyak amalan-amalan (karena adanya pengharapan). Mungkin jika kita boleh katakan dengan bahasa kita sekarang ini, khauf dan raja’ adalah “harapharap cemas”. Keterkaitan dua akhlak mulia ini sebagaimana di¿rmankan oleh Allah:
"Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun), dan orangorang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya." (Qs. al-Mukminun : 57-61)
Berkaitan dengan ayat di atas, ‘Aisyah Ra. pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. apakah mereka itu (yang dimaksud dalam ayat di atas) adalah orang-orang yang meminum khamr, berzina, dan mencuri? Rasulullah menjawab, “Bukan! Wahai putri Ash-Shiddiq. Justru mereka adalah orang-orang yang melakukan shaum, salat, dan bersedekah, dan mereka khawatir tidak akan diterima amalannya. Mereka itulah orangorang yang bergegas dalam kebaikan.” [HR. At-Tirmidzi dari ‘Aisyah].
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian khauf (resah,takaut), ayat dan hadisnya. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Sifat khauf ini muncul disebabkan seseorang telah benar akidahnya (berakidah Islam) yang meyakini keberadaan Allah Swt dan mengenalNya melalui sifat-sifatNya di antaranya adalah Allah Swt yang Maha Wujud, Maha Melihat, Maha Tahu, Maha Mendengar, dan lain sebagainya. Dengan begitu, karena mengenal Allah Swt dengan baik, dia akan senantiasa merasa diawasi dan akan senantiasa dimintai pertanggungjawaban atas segala yang dia lakukan. Lebih mudahnya berarti semakin sesorang mengenal Allah Swt maka semakin besar pula sifat khauf terhadapNya. Rasulullah Saw. bersabda dalam hadis beliau yng diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah Ra.:
‘’Demi Allah, sungguh aku adalah orang yang paling tahu dengan Allah dan paling takut kepada-Nya.’’(HR. Bukhari dan Muslim)
Dari paparan di atas, maka bisa kita tarik kesimpulan bahwa khauf harus ada pada diri kita, setiap Mukmin. Untuk mengontrol diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak disukai oleh Allah.
Sebanarnya, ada satu akhlak mulia lagi yang mengikuti khauf yang harus kita miliki, yaitu raja’. Secara bahasa, raja’ berarti harapan/cita-cita; sedangkan menurut istilah ialah bergantungnya hati dalam meraih sesuatu di kemudian hari. Raja` merupakan ibadah yang mencakup kerendahan dan ketundukan, tidak boleh ada kecuali mengharap hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Memalingkannya kepada selain Allah Swt adalah kesyirikan, bisa berupa syirik besar atau pun syirik kecil tergantung apa yang ada dalam hati orang yang tengah mengharap.
Raja’ (harapan/mengharap) tidaklah menjadikan pelakunya terpuji kecuali bila disertai amalan. Raja` tidak akan sah kecuali jika dibarengi dengan amalan. Oleh karena itu, tidaklah seseorang dianggap mengharap apabila tidak beramal. Amal yang dimaksud adalah bukan maksiat tentunya. Merupakan bentuk penghinaan kepada-Nya jika kita bermaksiat tapi mengharap ridha dariNya.
Khauf dan raja’ ibarat dua mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya, keduanya saling mendukung. Bila keduanya menyatu dalam diri seorang Mukmin, maka akan seimbanglah seluruh aktivitas kehidupannya. Bagaimana tidak, sebab dengan khauf akan membawa dirinya untuk selalu melaksanakan ketaatan dan menjauhi perkara yang diharamkan; sementara raja` akan menghantarkan dirinya untuk selalu mengharap apa yang ada di sisi Rabb-nya.
Pendek kata dengan khauf (takut) dan raja` (pengharapan) seorang Mukmin akan selalu ingat bahwa dirinya akan kembali ke hadapan Sang Penciptanya (karena adanya rasa takut), disamping ia akan bersemangat memperbanyak amalan-amalan (karena adanya pengharapan). Mungkin jika kita boleh katakan dengan bahasa kita sekarang ini, khauf dan raja’ adalah “harapharap cemas”. Keterkaitan dua akhlak mulia ini sebagaimana di¿rmankan oleh Allah:
إِنَّ ٱلَّذِينَ هُم مِّنْ خَشْيَةِ رَبِّهِم مُّشْفِقُونَ . وَٱلَّذِينَ هُم بِـَٔايَٰتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ . وَٱلَّذِينَ هُم بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُونَ . وَٱلَّذِينَ يُؤْتُونَ مَآ ءَاتَوا۟ وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَٰجِعُونَ . أُو۟لَٰٓئِكَ يُسَٰرِعُونَ فِى ٱلْخَيْرَٰتِ وَهُمْ لَهَا سَٰبِقُونَ
"Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun), dan orangorang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya." (Qs. al-Mukminun : 57-61)
Berkaitan dengan ayat di atas, ‘Aisyah Ra. pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. apakah mereka itu (yang dimaksud dalam ayat di atas) adalah orang-orang yang meminum khamr, berzina, dan mencuri? Rasulullah menjawab, “Bukan! Wahai putri Ash-Shiddiq. Justru mereka adalah orang-orang yang melakukan shaum, salat, dan bersedekah, dan mereka khawatir tidak akan diterima amalannya. Mereka itulah orangorang yang bergegas dalam kebaikan.” [HR. At-Tirmidzi dari ‘Aisyah].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.