M. Subhan Zamzami dalam artikelnnya yang berjudul Tafsir Kontekstual, menyatakan bahwa sebagaimana teori-teori fikih dan tafsir yang diformulasikan dengan cara menelaah karya-karya fikih dan tafsir yang ada, metode dan aplikasi tafsir kontekstual juga bisa disimpulkan atau dirinci satu persatu sesuai dengan urutannya sebagai berikut:
Pertama, menguasai dengan baik sejarah manusia terutama sejarah orang-orang Arab pra-Islam, baik secara bahasa, sosial, politik, dan ekonomi sebagai modal awal proses penafsiran kontekstual. Sebab selain Al-Quran tidak diturunkan dalam ruang hampa, di dalamnya juga terdapat banyak informasi tentang mereka.
Kedua, menguasai secara menyeluruh seluk-beluk orangorang Arab dan sekitarnya sebagai sasaran utama turunnya Al Quran dari awal turunnya ayat pertama hingga ayat terakhir, bahkan hingga Rasulullah saw. wafat. Sebab tidak semua ayat Al-Quran memiliki asbabun nuzul sehingga bila hanya mengandalkan asbabun nuzul, maka penafsiran akan kurang sempurna. Oleh karenanya, penguasaan terhadap seluk-beluk orang-orang Arab dan sekitarnya sangat mendesak yang sangat diharapkan bisa membantu proses penafsiran kontekstual.
Ketiga, menyusun ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan kronologi turunnya, memperhatikan korelasi sawabiq dan lawahiq ayat, mencermati struktur lingustik ayat dan perkembangan penggunaannya dari masa ke masa, dan berusaha menggali kandungan inter-teks dan extra-teks secara komprehensif.
Kempat, mencermati penafsiran para tokoh besar awal Islam secara seksama dan konteks sosio-historinya, terutama yang secara lahir bertentangan dengan Al-Quran, tetapi bila diperhatikan ternyata sesuai dengan tuntutan sosial yang ada pada waktu itu dan tetap berada dalam spirit Al-Quran.
Kelima, mencermati semua karya-karya tafsir yang ada dan memperhatikan konteks sosio-historis para penafsirnya. Sebab bagaimana pun juga, para penafsir mempunyai sisi-sisi kehidupan yang berbeda satu sama lain dan turut memengaruhi penafsirannya.
Keenam, menguasai seluk-beluk kehidupan manusia di mana Al-Quran hendak ditafsirkan secara kontekstual dan perbedaan serta persamaannya dengan masa-masa sebelumnya, terutama pada masa awal Islam.
Dan yang terakhir, mengkombinasikan semua enam poin di atas dalam satu kesatuan utuh pada saat proses penafsirandan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip dasar Al Quran.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang metode tafsir kontekstual. Sumber Modul 4 Konsep Tawassuth, Tawazun dan Tasamuh dalam Al Quran Hadis PPG dalam Jabatan Tahun 2019 Kementerian Agama Republik Indonesia JAKARTA 2019. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Pertama, menguasai dengan baik sejarah manusia terutama sejarah orang-orang Arab pra-Islam, baik secara bahasa, sosial, politik, dan ekonomi sebagai modal awal proses penafsiran kontekstual. Sebab selain Al-Quran tidak diturunkan dalam ruang hampa, di dalamnya juga terdapat banyak informasi tentang mereka.
Kedua, menguasai secara menyeluruh seluk-beluk orangorang Arab dan sekitarnya sebagai sasaran utama turunnya Al Quran dari awal turunnya ayat pertama hingga ayat terakhir, bahkan hingga Rasulullah saw. wafat. Sebab tidak semua ayat Al-Quran memiliki asbabun nuzul sehingga bila hanya mengandalkan asbabun nuzul, maka penafsiran akan kurang sempurna. Oleh karenanya, penguasaan terhadap seluk-beluk orang-orang Arab dan sekitarnya sangat mendesak yang sangat diharapkan bisa membantu proses penafsiran kontekstual.
Ketiga, menyusun ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan kronologi turunnya, memperhatikan korelasi sawabiq dan lawahiq ayat, mencermati struktur lingustik ayat dan perkembangan penggunaannya dari masa ke masa, dan berusaha menggali kandungan inter-teks dan extra-teks secara komprehensif.
Kempat, mencermati penafsiran para tokoh besar awal Islam secara seksama dan konteks sosio-historinya, terutama yang secara lahir bertentangan dengan Al-Quran, tetapi bila diperhatikan ternyata sesuai dengan tuntutan sosial yang ada pada waktu itu dan tetap berada dalam spirit Al-Quran.
Kelima, mencermati semua karya-karya tafsir yang ada dan memperhatikan konteks sosio-historis para penafsirnya. Sebab bagaimana pun juga, para penafsir mempunyai sisi-sisi kehidupan yang berbeda satu sama lain dan turut memengaruhi penafsirannya.
Keenam, menguasai seluk-beluk kehidupan manusia di mana Al-Quran hendak ditafsirkan secara kontekstual dan perbedaan serta persamaannya dengan masa-masa sebelumnya, terutama pada masa awal Islam.
Dan yang terakhir, mengkombinasikan semua enam poin di atas dalam satu kesatuan utuh pada saat proses penafsirandan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip dasar Al Quran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.