Upaya perumusan kembali nilai Al-Quran untuk memenuhi tantangan dan kebutuhan yang berbeda-beda di setiap masa, maka perhatian yang mendalam hendaklah diarahkan kepada empat komponen pokok yang saling terkait erat. Adapun empat komponen tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, konteks literer Al-Quran. maksudnya adalah konteks di mana suatu tema atau istilah tertentu muncul di dalam Al-Quran, mencakup ayat-ayat sebelum dan sesudah tema atau terma itu yang merupakan konteks langsungnya serta rujukan silang kepada konteks-konteks relevan dalam surat-surat lain. Pada batas-batas tertentu, konteks literer juga mencakup penelusuran keragaman tradisi teks (rasm) dan bacaan Al-Quran (qira’ah) yang relevan dengan ayat-ayat yang dicoba pahami untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentangnya.
Kedua, Konteks historis Al-Quran yang merupakan latar kesejarahan Al-Quran baik yang bersifat makro maupun mikro. Konteks historis makro adalah latar kesejarahan tidak langsung atau mileu yang berupa situasi masyarakat, agama, adat istiadat, pranata-pranata, relasi-relasi politik, dan bahkan kehidupan secara menyeluruh di Arabia sampai kepada kehidupan Nabi Muhammad saw sendiri, terutama Makkah dan Madinah menjelang dan pada saat pewahyuan Al-Quran.
Sedangkan konteks historis mikro adalah latar kesejarahan langsung teks-teks spesifik Al-Quran yang direkam dalam apa-apa yang disebut mawathin al-nuzul (tempat-tempat turun), sya’n al-nuzul (situasi turun) dan asbab al-nuzul (sebab sebab turun) Al-Quran.
Ketiga, konteks kronologis Al-Quran. Maksudnya kronologis pewahyuan bagian-bagian Al-Quran tentang suatu tema atau istilah tertentu yang akan memperlihatkan bagaimana tema tersebut berkembang dalam bentangan pewahyuan Al-Quran selama lebih kurang 23 tahun seirama dengan perkembangan misi kenabian Muhammad saw dan komunitas Muslim. Di dalam tradisi ‘Ulum Al-Quran, aspek kronologis ini setidaknya telah dicakup oleh ilmu tawarikh annuzul, ilmu al-makki wa al-madani dan ilmu al-naskh.
Keempat, konteks spasio-temporal yang merupakan konteks ruang dan waktu yang menjadi lahan pengimplementasian gagasan-gagasan Al-Quran. Di sini, situasi kontemporer harus diteliti secara cermat terkait berbagai unsur komponennya, sehingga dapat dinilai dan diubah sejauh diperlukan, serta dapat dideterminasi prioritas-prioritas baru untuk implementasi nilai-nilai Al-Quran secara segar dan bermakna.
Dapat dilihat bahwa konteks literer Al-Quran berada di wilayah sastra dan kebahasaan; konteks historis Al-Quran berada di wilayah sosiologi, antropologi, dan geografi; konteks kronologis Al-Quran berada di wilayah sejarah dan arkeologi; konteks spasio-temporal dewasa ini tetap sangat bergantung pada kualitas kajian- kajian keilmuan, kemasyarakatan, dan kebudayaan dalam artinya yang lebih spesifik.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang komponen-komponen dasar pendekatan Tafsir kontekstual. Sumber Modul 4 Konsep Tawassuth, Tawazun dan Tasamuh dalam Al Quran Hadis PPG dalam Jabatan Tahun 2019 Kementerian Agama Republik Indonesia JAKARTA 2019. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Pertama, konteks literer Al-Quran. maksudnya adalah konteks di mana suatu tema atau istilah tertentu muncul di dalam Al-Quran, mencakup ayat-ayat sebelum dan sesudah tema atau terma itu yang merupakan konteks langsungnya serta rujukan silang kepada konteks-konteks relevan dalam surat-surat lain. Pada batas-batas tertentu, konteks literer juga mencakup penelusuran keragaman tradisi teks (rasm) dan bacaan Al-Quran (qira’ah) yang relevan dengan ayat-ayat yang dicoba pahami untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentangnya.
Kedua, Konteks historis Al-Quran yang merupakan latar kesejarahan Al-Quran baik yang bersifat makro maupun mikro. Konteks historis makro adalah latar kesejarahan tidak langsung atau mileu yang berupa situasi masyarakat, agama, adat istiadat, pranata-pranata, relasi-relasi politik, dan bahkan kehidupan secara menyeluruh di Arabia sampai kepada kehidupan Nabi Muhammad saw sendiri, terutama Makkah dan Madinah menjelang dan pada saat pewahyuan Al-Quran.
Sedangkan konteks historis mikro adalah latar kesejarahan langsung teks-teks spesifik Al-Quran yang direkam dalam apa-apa yang disebut mawathin al-nuzul (tempat-tempat turun), sya’n al-nuzul (situasi turun) dan asbab al-nuzul (sebab sebab turun) Al-Quran.
Ketiga, konteks kronologis Al-Quran. Maksudnya kronologis pewahyuan bagian-bagian Al-Quran tentang suatu tema atau istilah tertentu yang akan memperlihatkan bagaimana tema tersebut berkembang dalam bentangan pewahyuan Al-Quran selama lebih kurang 23 tahun seirama dengan perkembangan misi kenabian Muhammad saw dan komunitas Muslim. Di dalam tradisi ‘Ulum Al-Quran, aspek kronologis ini setidaknya telah dicakup oleh ilmu tawarikh annuzul, ilmu al-makki wa al-madani dan ilmu al-naskh.
Keempat, konteks spasio-temporal yang merupakan konteks ruang dan waktu yang menjadi lahan pengimplementasian gagasan-gagasan Al-Quran. Di sini, situasi kontemporer harus diteliti secara cermat terkait berbagai unsur komponennya, sehingga dapat dinilai dan diubah sejauh diperlukan, serta dapat dideterminasi prioritas-prioritas baru untuk implementasi nilai-nilai Al-Quran secara segar dan bermakna.
Dapat dilihat bahwa konteks literer Al-Quran berada di wilayah sastra dan kebahasaan; konteks historis Al-Quran berada di wilayah sosiologi, antropologi, dan geografi; konteks kronologis Al-Quran berada di wilayah sejarah dan arkeologi; konteks spasio-temporal dewasa ini tetap sangat bergantung pada kualitas kajian- kajian keilmuan, kemasyarakatan, dan kebudayaan dalam artinya yang lebih spesifik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.