Setiap harta yang wajib dikeluarkan zakatnya memiliki syarat tertentu yang wajib dipenuhi agar sah dan sesuai dengan aturan yang dianjurkan agama. Ada pun syarat-syarat harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, adalah:
1. Hewan
a. Sampai satu nishab;
b. Harta yang dizakatkan berupa harta kepemilikan penuh (al-milk al-taam), baik bersifat perorangan maupun syirkah. Harta yang masuk kepemilikan umum seperti milik masjid, madrasah, dan jam’iyah atau miliknya budak, maka gugur kewajiban zakatnya. Harta seperti hutang-piutang, mabi’ yang belum diambil oleh pembeli dan barang yang hilang, tetap wajib dizakati;
c. Haul (perputaran satu tahun penuh) dengan mengikuti kalender Hijriyah;
d. Tidak untuk dipekerjakan, seperti harta yang disewakan;
e. Digembala di tempat yang tidak dipungut biaya, termasuk milik sendiri dalam mayoritas satu tahun.
Syarat-syarat di atas mayoritas disepakati oleh empat mazhab, kecuali Mazhab Maliki, karena Mazhab Maliki tidak memasukkan poin nomor empat dan lima sebagai syarat wajibnya zakat.
2. Naqd (Emas dan Perak)
a. Harta yang dimiliki atau dikuasai secara penuh (al-milk al-taam);
b. Hitungannya sampatu satu nishab;
c. Tidak memiliki tanggungan hutang-piutang menurut al-Madzahib al-Tsalatsah (madzhab yang tiga), selain Syafi‟iyah;
d. Haul (perputaran satu tahun penuh) mengikuti kelender Hijriyah;
e. Bukan emas yang dipakai untuk perhiasan;
Perlu diingat bahwa menurut Mazhab Hanafi perhiasan yang diperbolehkan (alhuliy al-mubah) tetap wajib dizakati. (lihat Mauhibah Dzi al-Fadhl 4/ ), dan b) menurut sebagian ulama, uang kertas wajib dikeluarkan zakatnya, laiknya emas dan perak. Sedangkan nishab dan kadar zakatnya sama dengan emas dan perak.
3. Hasil Bumi
a. Ditanam. Menurut Syeikh Mahfuzh Termas, pendapat yang lebih kuat adalah yang tidak mewajibkan ini. (lihat: Mauhibah Dzi al-Fadhl);
b. Berupa biji-bijian yang menjadi makanan pokok dan bisa disimpan dalam waktu yang lama;
c. Tidak mempunyai hutang, menurut Hanabilah;
d. Satu nishab (dalam hal ini mazhab Hanafi tidak mensyaratkan nishab).
Perlu diperhatikan bahwa tanaman sejenis yang dipanen dalam masa satu tahun, harus dikumpulkan hingga mencapai nishab agar dapat ditentukan kadar zakatnya. Jika selama ditanam pengairannya tidak dipungut biaya, maka zakat yang dikeluarkan sebanyak 10 %. Jika menggunakan biaya, maka zakat yang dikeluarkannya 5 %. Jika dalam pengairannya berlaku setengah tahun dipungut biaya dan setengah tahunnya lagi tidak dipungut biaya, maka zakat yang dikeluarkan 7,5 %. Ada pun biaya selain pengairan seperti pupuk, racun, obat, dan upah buruh tidak termasuk biaya yang mempengaruhi kadar zakat.
4. Buah-buahan
a. Harta kepemilikan penuh (al-milk al-taam);
b. Mencapai satu nishab. Kewajiban ini tidak berlaku dalam Mazhab Hanafiyah. Hal ini memiliki konsekwensi bahwa setiap buah-buahan harus dikeluarkan zakatnya.
Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan. Pertama, buah-buahan satu sejenis yang dipanen dalam masa satu tahun, baik zuru’ maupun tsimar, maka dikumpulkan dalam menjumlah nishab dan menentukan kadar zakatnya (lihat: Bughyah al-Mustarsyidin).
Apabila dalam pengairan tidak dipungut biaya, maka zakat yang dikeluarkan sebanyak 10 %. Apabila pengairannya dipungut biaya, maka zakat yang dikeluarkan 5%. Apabila pengairan selama setengah tahun dipungut biaya dan setengah tahunnya lagi tidak dipungut biaya, maka zakat yang dikeluarkan 7,5 %. Biaya selain pengairan, seperti pupuk, obat, dan ongkos orang yang mengu rus air tidak termasuk biaya yang memengaruhi kadar zakat. Kedua, piutang, barang yang dijual (mabi’) yang belum diambil oleh pembeli serta barang yang hilang, tetap wajib dikeluarkan zakatnya.
5. Hasil Perdagangan (Tijarah)
Tijarah berarti perdagangan. Pengertian ini berarti setiap harta yang dikembangkan untuk keuntungan laba dengan cara tukar-menukar (mu’awadhah) barang atau dengan sistem jual beli. Sebagian ulama dari Mazhab Malikiyah berpendapat bahwa senya-menyewa termasuk dalam perdagangan.. Harta warisan tidak termasuk tijarah, sehingga tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Dalam kitab Hasyiyah ad-Dasuqi dijelaskan bahwa syarat-syarat zakat tijarah sebagai berikut:
a. Harta tersebut harus diniati untuk diperdagangkan. Mazhab Malikiyyah memasukkan kategori tersebut termasuk niat memperdagangkan saat membeli barang, walau pun disertai niat untuk digunakan sendiri atau disewakan;
b. Barang yang diperdagangkan harus diperoleh dari proses jual beli atau imbalan dari akad persewaan;
c. Harta kepemilikan penuh (al-milk al-taam);
d. Satu nishab (kurs semua sebanyak harta nishabnya emas, termasuk harta yang ada di orang lain);
e. Harta diperdagangkan satu tahun penuh menurut kalender hijriyah. Madzhab Malikiyah memberikan catatan bahwa harta dagangan yang bersifat investasi seperti membeli tanah dengan niat dijual ketika harga tinggi, maka zakatnya wajib dikeluarkan ketika sudah laku.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang syarat-syarat harta wajib zakat. Sumber Pendalaman Materi Fikih Modul 3 Penyusun: Muh. Shabir Umar, Kementerian Agama Republik Indonesia JAKARTA 2019. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
1. Hewan
a. Sampai satu nishab;
b. Harta yang dizakatkan berupa harta kepemilikan penuh (al-milk al-taam), baik bersifat perorangan maupun syirkah. Harta yang masuk kepemilikan umum seperti milik masjid, madrasah, dan jam’iyah atau miliknya budak, maka gugur kewajiban zakatnya. Harta seperti hutang-piutang, mabi’ yang belum diambil oleh pembeli dan barang yang hilang, tetap wajib dizakati;
c. Haul (perputaran satu tahun penuh) dengan mengikuti kalender Hijriyah;
d. Tidak untuk dipekerjakan, seperti harta yang disewakan;
e. Digembala di tempat yang tidak dipungut biaya, termasuk milik sendiri dalam mayoritas satu tahun.
Syarat-syarat di atas mayoritas disepakati oleh empat mazhab, kecuali Mazhab Maliki, karena Mazhab Maliki tidak memasukkan poin nomor empat dan lima sebagai syarat wajibnya zakat.
2. Naqd (Emas dan Perak)
a. Harta yang dimiliki atau dikuasai secara penuh (al-milk al-taam);
b. Hitungannya sampatu satu nishab;
c. Tidak memiliki tanggungan hutang-piutang menurut al-Madzahib al-Tsalatsah (madzhab yang tiga), selain Syafi‟iyah;
d. Haul (perputaran satu tahun penuh) mengikuti kelender Hijriyah;
e. Bukan emas yang dipakai untuk perhiasan;
Perlu diingat bahwa menurut Mazhab Hanafi perhiasan yang diperbolehkan (alhuliy al-mubah) tetap wajib dizakati. (lihat Mauhibah Dzi al-Fadhl 4/ ), dan b) menurut sebagian ulama, uang kertas wajib dikeluarkan zakatnya, laiknya emas dan perak. Sedangkan nishab dan kadar zakatnya sama dengan emas dan perak.
3. Hasil Bumi
a. Ditanam. Menurut Syeikh Mahfuzh Termas, pendapat yang lebih kuat adalah yang tidak mewajibkan ini. (lihat: Mauhibah Dzi al-Fadhl);
b. Berupa biji-bijian yang menjadi makanan pokok dan bisa disimpan dalam waktu yang lama;
c. Tidak mempunyai hutang, menurut Hanabilah;
d. Satu nishab (dalam hal ini mazhab Hanafi tidak mensyaratkan nishab).
Perlu diperhatikan bahwa tanaman sejenis yang dipanen dalam masa satu tahun, harus dikumpulkan hingga mencapai nishab agar dapat ditentukan kadar zakatnya. Jika selama ditanam pengairannya tidak dipungut biaya, maka zakat yang dikeluarkan sebanyak 10 %. Jika menggunakan biaya, maka zakat yang dikeluarkannya 5 %. Jika dalam pengairannya berlaku setengah tahun dipungut biaya dan setengah tahunnya lagi tidak dipungut biaya, maka zakat yang dikeluarkan 7,5 %. Ada pun biaya selain pengairan seperti pupuk, racun, obat, dan upah buruh tidak termasuk biaya yang mempengaruhi kadar zakat.
4. Buah-buahan
a. Harta kepemilikan penuh (al-milk al-taam);
b. Mencapai satu nishab. Kewajiban ini tidak berlaku dalam Mazhab Hanafiyah. Hal ini memiliki konsekwensi bahwa setiap buah-buahan harus dikeluarkan zakatnya.
Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan. Pertama, buah-buahan satu sejenis yang dipanen dalam masa satu tahun, baik zuru’ maupun tsimar, maka dikumpulkan dalam menjumlah nishab dan menentukan kadar zakatnya (lihat: Bughyah al-Mustarsyidin).
Apabila dalam pengairan tidak dipungut biaya, maka zakat yang dikeluarkan sebanyak 10 %. Apabila pengairannya dipungut biaya, maka zakat yang dikeluarkan 5%. Apabila pengairan selama setengah tahun dipungut biaya dan setengah tahunnya lagi tidak dipungut biaya, maka zakat yang dikeluarkan 7,5 %. Biaya selain pengairan, seperti pupuk, obat, dan ongkos orang yang mengu rus air tidak termasuk biaya yang memengaruhi kadar zakat. Kedua, piutang, barang yang dijual (mabi’) yang belum diambil oleh pembeli serta barang yang hilang, tetap wajib dikeluarkan zakatnya.
5. Hasil Perdagangan (Tijarah)
Tijarah berarti perdagangan. Pengertian ini berarti setiap harta yang dikembangkan untuk keuntungan laba dengan cara tukar-menukar (mu’awadhah) barang atau dengan sistem jual beli. Sebagian ulama dari Mazhab Malikiyah berpendapat bahwa senya-menyewa termasuk dalam perdagangan.. Harta warisan tidak termasuk tijarah, sehingga tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Dalam kitab Hasyiyah ad-Dasuqi dijelaskan bahwa syarat-syarat zakat tijarah sebagai berikut:
a. Harta tersebut harus diniati untuk diperdagangkan. Mazhab Malikiyyah memasukkan kategori tersebut termasuk niat memperdagangkan saat membeli barang, walau pun disertai niat untuk digunakan sendiri atau disewakan;
b. Barang yang diperdagangkan harus diperoleh dari proses jual beli atau imbalan dari akad persewaan;
c. Harta kepemilikan penuh (al-milk al-taam);
d. Satu nishab (kurs semua sebanyak harta nishabnya emas, termasuk harta yang ada di orang lain);
e. Harta diperdagangkan satu tahun penuh menurut kalender hijriyah. Madzhab Malikiyah memberikan catatan bahwa harta dagangan yang bersifat investasi seperti membeli tanah dengan niat dijual ketika harga tinggi, maka zakatnya wajib dikeluarkan ketika sudah laku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.