Zakat hanya wajib dibayar oleh orang-orang yang memenuhi kriteria wajib zakat. Di dalam kitab Syarh al-Yaqut an-Nafis, Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar asy-Syathiri berkata, “Syarat-syarat wajib zakat ada lima, yaitu Islam, merdeka, kepemilikan sempurna, pemiliknya tertentu, sang pemilik wujud secara yakin.” Habib Hasan mengatakan bahwa syarat wajib zakat ada lima.
Pertama, muslim, maka zakat tidak wajib bagi orang kafir sejak lahir. Akan tetapi, orang murtad, status hartanya ditangguhkan hingga ia kembali ke Islam. Jika sampai meninggal dunia tidak kembali ke Islam, maka status hartanya adalah harta fai’ (harta yang diperoleh pemerintah muslim dari orang kafir bukan melalui peperangan) dan jelaslah bahwa sebenarnya kepemilikannya telah hilang sejak ia murtad. Jika kembali ke Islam, maka dia dituntut untuk mengeluarkan (melunasi utang) zakat selama masa murtadnya.
Kedua, merdeka. Zakat tidak wajib bagi budak. Adapun budak muba’ad (sebagian dirinya berstatus merdeka dan sebagian yang lain berstatus budak), maka wajib mengeluarkan zakat dari harta yang ia miliki dengan status merdeka yang terdapat pada dirinya.
Ketiga, kepemilikan harta berstatus tertentu. Tidak wajib mengeluarkan zakat dari harta yang diwakafkan kepada publik (jihah ammah) seperti diwakafkan pada para fakir miskin. Sedangkan harta yang diwakafkan kepada orang tertentu seperti pohon kurma yang diwakafkan kepada Zaid, maka hasilnya harus dizakati jika mencapai satu nishab.
Keempat, kepemilikannya sempurna. Maksudnya dimiliki dengan sempurna. Maka zakat tidak wajib bagi budak mukattab (budak yang mencicil kepada majikannya agar bebas dari status budak) karena status kepemilikannya lemah.
Kelima, sang pemilik wujud secara yakin. Artinya, zakat tidak wajib dikeluarkan dari harta yang diwakafkan kepada janin yang masih berada dalam kandungan karena tidak diyakini wujudnya/hidupnya. Itulah lima kriteria yang menyebabkan seseorang wajib membayar zakat. Sedangkan baligh dan berakal bukanlah termasuk dari syarat wajib zakat. Dengan demikian, harta anak kecil atau orang gila yang sudah mencapai nishab wajib dizakati. Adapun yang mengeluarkan zakat dari harta keduanya adalah walinya.
Adapun orang yang memiliki tanggungan utang, para ulama berbeda pendapat. Menurut pendapat yang kuat dalam Mazhab Syafi’i, tanggungan utang walaupun banyak tidak dapat mencegah kewajiban zakat. Sedangkan menurut Mazhab Hanbali, kewajiban zakat gugur ketika seseorang memiliki utang yang tidak bisa terlunasi kecuali dengan harta yang dizakati; tidak ada harta lain di luar kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan) yang bisa digunakan untuk melunasinya; atau jika pelunasan utang tersebut dilakukan bisa mengurangi ukuran nishab. Ketentuan ini berlaku, baik utang tersebut telah jatuh tempo ataupun belum
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang syarat-syarat orang wajib membayar zakat harta. Sumber Pendalaman Materi Fikih Modul 3 Penyusun: Muh. Shabir Umar, Kementerian Agama Republik Indonesia JAKARTA 2019. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Pertama, muslim, maka zakat tidak wajib bagi orang kafir sejak lahir. Akan tetapi, orang murtad, status hartanya ditangguhkan hingga ia kembali ke Islam. Jika sampai meninggal dunia tidak kembali ke Islam, maka status hartanya adalah harta fai’ (harta yang diperoleh pemerintah muslim dari orang kafir bukan melalui peperangan) dan jelaslah bahwa sebenarnya kepemilikannya telah hilang sejak ia murtad. Jika kembali ke Islam, maka dia dituntut untuk mengeluarkan (melunasi utang) zakat selama masa murtadnya.
Kedua, merdeka. Zakat tidak wajib bagi budak. Adapun budak muba’ad (sebagian dirinya berstatus merdeka dan sebagian yang lain berstatus budak), maka wajib mengeluarkan zakat dari harta yang ia miliki dengan status merdeka yang terdapat pada dirinya.
Ketiga, kepemilikan harta berstatus tertentu. Tidak wajib mengeluarkan zakat dari harta yang diwakafkan kepada publik (jihah ammah) seperti diwakafkan pada para fakir miskin. Sedangkan harta yang diwakafkan kepada orang tertentu seperti pohon kurma yang diwakafkan kepada Zaid, maka hasilnya harus dizakati jika mencapai satu nishab.
Keempat, kepemilikannya sempurna. Maksudnya dimiliki dengan sempurna. Maka zakat tidak wajib bagi budak mukattab (budak yang mencicil kepada majikannya agar bebas dari status budak) karena status kepemilikannya lemah.
Kelima, sang pemilik wujud secara yakin. Artinya, zakat tidak wajib dikeluarkan dari harta yang diwakafkan kepada janin yang masih berada dalam kandungan karena tidak diyakini wujudnya/hidupnya. Itulah lima kriteria yang menyebabkan seseorang wajib membayar zakat. Sedangkan baligh dan berakal bukanlah termasuk dari syarat wajib zakat. Dengan demikian, harta anak kecil atau orang gila yang sudah mencapai nishab wajib dizakati. Adapun yang mengeluarkan zakat dari harta keduanya adalah walinya.
Adapun orang yang memiliki tanggungan utang, para ulama berbeda pendapat. Menurut pendapat yang kuat dalam Mazhab Syafi’i, tanggungan utang walaupun banyak tidak dapat mencegah kewajiban zakat. Sedangkan menurut Mazhab Hanbali, kewajiban zakat gugur ketika seseorang memiliki utang yang tidak bisa terlunasi kecuali dengan harta yang dizakati; tidak ada harta lain di luar kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan) yang bisa digunakan untuk melunasinya; atau jika pelunasan utang tersebut dilakukan bisa mengurangi ukuran nishab. Ketentuan ini berlaku, baik utang tersebut telah jatuh tempo ataupun belum
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang syarat-syarat orang wajib membayar zakat harta. Sumber Pendalaman Materi Fikih Modul 3 Penyusun: Muh. Shabir Umar, Kementerian Agama Republik Indonesia JAKARTA 2019. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.