a. Usman atau Usman I (1299-1324 M/699-725 H).
Sebagai pendiri kerajaan Turki Usmani, ia membuat kebijakan bahwa Kerajaan Turki Usmani berdiri di atas sendi-sendi persatuan umat Islam dari bangsa Turki yang beraliran Sunni. Kekuatan Turki Usmani menjadi semakin kuat setelah Usman membuat strategi dengan menggalang dukungan dari pasukan Tarekat Bektasyi yang didirikan oleh Bektasyi Veli. Bahkan, Usman menikahi anak dari guru tarekat sufi Syaikh Edebali Lantas, Syaikh Udebali memberi gelar “Al-Ghazi”, pada Usman I.
b. Orkhan (1324-1359 M/725-761 H).
Setelah menggantikan ayahandanya, Usman I, Orkhan memindahkan ibukota kerajaan dari Qurah Hisyar (Iskisyiyar) ke Bursa. Ini terjadi pada tahun 1326 M yakni setelah Usman I meninggal. Pada masa kekuasaan Orkhan, Turkeman masuk ke dalam pangkuannya. Kemudian, Orkhan menundukkan beberapa wilayah lain seperti Nicaea (Iznik) pada tahun 1331, Nicomedia (Izmit) pada tahun 1337, Scutari (Uskudar) pada tahun 1338 dan Karasi pada tahun 1345.
Dengan perpindahan ibukota itu, ia bisa mengontrol wilayah antara Teluk Edremit dan Cyzicus hingga mencapai Laut Marmara. Strategi yang dilakukan Orkhan untuk memperluas kekuasaan Turki Usmani di antaranya adalah dengan memberi bantuan tentara kepada kerajaan lain. Misalnya, ia pernah membantu Cantacuzene untuk merebut Bizantium. Karena bantuan tersebut, Orkhan mendapat hadiah wilayah Gallipoli dari Cantazucene, bahkan Orkhan dinikahkan dengan putri Cantacuzene.
Orkhan membangun sistem pasukan yang sangat rapi dan teratur. Ia bahkan membentuk tentara khusus dengan nama Inkisyariyah atau Jenissari. Ini menunjukkan adanya organisasi militer yang baik dari pemerintahan Orkhan. Bahkan, di antara anggota pasukan Jenissari adalah orang-orang non-Turki dan non-Muslim. Dengan tentara khusus inilah Orkhan memiliki strategi tempur yang sangat bagus.
c. Murad I (1360-1389 M/761-792 H).
Murad I adalah putera kedua Orkhan. Murad I menggantikan Sultan Sulaiman anak pertama Orkhan yang berkuasa saat itu. Sultan Sulaiman sendiri tidak lama berkuasa, ia bahkan meninggal saat ayahnya masih hidup.
Sultan Murad I terkenal sebagai sosok yang sangat pemberani, gemar berjihad, dermawan, dan tekun menjalankan agama. Dalam menjalankan roda pemerintahan ia senang membuat kebijakan dan memegang teguh kebijakan tersebut. Ia adalah penguasa yang adil. Ia memiliki komandan perang terbaik dan berpengalaman dalam bidang militer.
Dalam upayanya memperluas kekuasaan—dengan kekuatan dan strategi militer yang bagus—Sultan Murad I berhasil menguasai beberapa wilayah di Asia kecil dan Eropa. Diantara strateginya yang masyhur adalah memusatkan semua kekuatan pasukan di kota terdekat dengan wilayah yang hendak diserang. Seperti menempatkan tentara di Gallipoli saat hendak menguasai Balkan.
Di Eropa, pertama-tama yang ditaklukkan adalah Adrianopel. Kota ini jatuh ke tangan Murad I pada tahun 1361. Perlu diketahui, Adrianopel adalah kota Bizantium terbesar setelah Konstatinopel. Setelah dikuasai, Adrianopel ini kemudian namanya diubah menjadi Edirne. Selanjutnya, Edirne dijadikan ibukota kerajaan Turki Usmani menggantikan Bursa.
Sultan Murad I memindahkan ibukota ke Edirne ini termasuk bagian dari strateginya; dengan maksud untuk mempermudah perluasan wilayah di Eropa. Dan itu terbukti, karena setelah itu yakni pada tahun 1363, Sultan Murad I menguasai Philippopolis (Felipe); lalu Macedonia (1371), Bulgaria Tengah (1382), Sofia (1385), dan Nish (1386).
Ketika pasukan Sultan Murad I yang dipimpin Lala Sahin Pasha bergerak menuju Macedonia, para penguasa Eropa mulai cemas. Kaisar Bizantium pun menemui Paus Urbanus V untuk meminta bantuan. Hingga akhirnya Paus Urbanus V mengirim surat pada seluruh raja Eropa untuk bersatu melawan Turki Usmani. Maka Lala Sahin dihadang oleh koalisi Salib Balkan yang direstui Paus Urbanus V tersebut. Pasukan koalisi itu terdiri dari gabungan antara pasukan Serbia, Bulgaria, Hongaria dan Wallachia dengan jumlah personil 60 ribu tentara. Tapi akhirnya, Turki Usmani mengalami kemenangan meski jumlah pasukannya lebih sedikit. Dengan begitu, maka Macedonia dapat dikuasai. Peristiwa ini kemudian terkenal dengan Pertempuran Maritsa, karena terjadi di dekat sungai Maritsa. Perang ini tidak diikuti Sultan Murad I karena ia sedang sibuk berperang di Anatolia.
Puncak penaklukan Sultan Murad I adalah ketika Turki Usmani bertempur melawan Serbia pada tahun 1389 di Kosovo. Pertempuran ini dimenangkan oleh Turki Usmani. Namun, pada kemenangan inilah Sultan Murad I meninggal. Saat itu Sultan Murad I melakukan Inspeksi medan perang dengan berkeliling di tengah-tengah korban perang kaum Muslim dan mendoakan mereka. Tiba-tiba ada seorang prajurit Serbia yang pura-pura mati berlari menuju Sultan. Namun, pengawal Sultan segera menahannya. Lalu, prajurit itu berkilah dan pura-pura ingin masuk Islam. Mendengar alasannya Sultan mengisyaratkan pada pengawal agar melepasnya. Situasi ini digunakan prajurit Serbia itu untuk pura-pura mencium tangan Sultan. Selanjutnya, dengan cepat ia mengambil pisau beracun dan menikam Sultan. Hingga akhirnya Sultan Murad I meninggal syahid dalam usia 65 tahun.
d. Bayazid (1389-1402 M/791-805 H).
Sepeninggal Sultan Murad I maka Sultan Bayazid menggantikan kedudukan raja Turki Usmani. Sultan Bayazid adalah sosok yang pemberani, dermawan murah hati dan berambisi kuat untuk memperluas wilayah Islam. Oleh karena itu, strategi dan kebijakannya sangat dekat dengan masalah-masalah kemiliteran dan rencana penaklukan negaranegara Kristen di Anatolia.
Hanya dalam waktu setahun, negeri-negeri di Anatolia berada dalam kekuasaan Turki Usmani. Dalam geraknya Bayazid I digambarkan laksana kilat diantara dua front Balkan dan Anatolia. Oleh karena itulah ia diberi gelar “Yaldrum” atau “Sang Kilat”. Bayazid bergerak begitu cepat berkat berbagai strategi dan kebijakannya. Diantara strategi yang dilakukan adalah dengan membentuk perjanjian bilateral dengan berbagai kerajaan; salah satunya adalah Kerajaan Serbia. Dengan parjanjian ini, Bayazid membentuk aliansi militer yang kuat. Sehingga perluasan wilayah dapat berjalan mulus. Ternyata dengan strategi bilateral itu, ia berhasil menguasai Bulgaria.
Kekalahan Bulgaria membuat Eropa khawatir. Hingga akhirnya Raja Hongaria bersama Paus Boniface membentuk aliansi Pasukan Salib dari negeri-negeri Kristen seperti, Inggris, Prancis, Jerman, Swiss, Skotlandia, Luxemburg dan wilayah-wilayah lainnya. Berkat kedisplinan dan persenjataan yang kuat dari pasukan Bayazid, Turki Usmani menang dalam peperangan besar yang terjadi di Nicopolis.
Diantara kebijakan-kebijakan yang dibuat Bayazid selama berkuasa adalah mengirimkan hakim-hakim agama (qadhi) agar menetap di Konstatinopel. Diharapkan mereka dapat memberi keputusan yang baik kepada umat Islam yang tinggal di sana. Bahkan, Kaisar Bizantium mengizinkan Turki Usmani membentuk Mahkamah Islam di Konstatinopel, pembangunan masjid dan komplek khusus untuk kaum Muslimin.
Namun, pada peperangan melawan Timur Lenk di Ankara, Bayazid kalah dan ditawan bersama putranya. Hingga akhirnya wafat dalam tahanan Timur Lenk pada tahun 1403 M.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang strategi dan kebijakan pemerintahan Turki Usmani periode awal. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari pembahasan tersebut. Aamiin. Sumber Sejarah Kebudayaan Islam Kelas XII MA, Kementerian Agama Republik Indonesia, Jakarta 2016. Kujnjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Sebagai pendiri kerajaan Turki Usmani, ia membuat kebijakan bahwa Kerajaan Turki Usmani berdiri di atas sendi-sendi persatuan umat Islam dari bangsa Turki yang beraliran Sunni. Kekuatan Turki Usmani menjadi semakin kuat setelah Usman membuat strategi dengan menggalang dukungan dari pasukan Tarekat Bektasyi yang didirikan oleh Bektasyi Veli. Bahkan, Usman menikahi anak dari guru tarekat sufi Syaikh Edebali Lantas, Syaikh Udebali memberi gelar “Al-Ghazi”, pada Usman I.
b. Orkhan (1324-1359 M/725-761 H).
Setelah menggantikan ayahandanya, Usman I, Orkhan memindahkan ibukota kerajaan dari Qurah Hisyar (Iskisyiyar) ke Bursa. Ini terjadi pada tahun 1326 M yakni setelah Usman I meninggal. Pada masa kekuasaan Orkhan, Turkeman masuk ke dalam pangkuannya. Kemudian, Orkhan menundukkan beberapa wilayah lain seperti Nicaea (Iznik) pada tahun 1331, Nicomedia (Izmit) pada tahun 1337, Scutari (Uskudar) pada tahun 1338 dan Karasi pada tahun 1345.
Dengan perpindahan ibukota itu, ia bisa mengontrol wilayah antara Teluk Edremit dan Cyzicus hingga mencapai Laut Marmara. Strategi yang dilakukan Orkhan untuk memperluas kekuasaan Turki Usmani di antaranya adalah dengan memberi bantuan tentara kepada kerajaan lain. Misalnya, ia pernah membantu Cantacuzene untuk merebut Bizantium. Karena bantuan tersebut, Orkhan mendapat hadiah wilayah Gallipoli dari Cantazucene, bahkan Orkhan dinikahkan dengan putri Cantacuzene.
Orkhan membangun sistem pasukan yang sangat rapi dan teratur. Ia bahkan membentuk tentara khusus dengan nama Inkisyariyah atau Jenissari. Ini menunjukkan adanya organisasi militer yang baik dari pemerintahan Orkhan. Bahkan, di antara anggota pasukan Jenissari adalah orang-orang non-Turki dan non-Muslim. Dengan tentara khusus inilah Orkhan memiliki strategi tempur yang sangat bagus.
c. Murad I (1360-1389 M/761-792 H).
Murad I adalah putera kedua Orkhan. Murad I menggantikan Sultan Sulaiman anak pertama Orkhan yang berkuasa saat itu. Sultan Sulaiman sendiri tidak lama berkuasa, ia bahkan meninggal saat ayahnya masih hidup.
Sultan Murad I terkenal sebagai sosok yang sangat pemberani, gemar berjihad, dermawan, dan tekun menjalankan agama. Dalam menjalankan roda pemerintahan ia senang membuat kebijakan dan memegang teguh kebijakan tersebut. Ia adalah penguasa yang adil. Ia memiliki komandan perang terbaik dan berpengalaman dalam bidang militer.
Dalam upayanya memperluas kekuasaan—dengan kekuatan dan strategi militer yang bagus—Sultan Murad I berhasil menguasai beberapa wilayah di Asia kecil dan Eropa. Diantara strateginya yang masyhur adalah memusatkan semua kekuatan pasukan di kota terdekat dengan wilayah yang hendak diserang. Seperti menempatkan tentara di Gallipoli saat hendak menguasai Balkan.
Di Eropa, pertama-tama yang ditaklukkan adalah Adrianopel. Kota ini jatuh ke tangan Murad I pada tahun 1361. Perlu diketahui, Adrianopel adalah kota Bizantium terbesar setelah Konstatinopel. Setelah dikuasai, Adrianopel ini kemudian namanya diubah menjadi Edirne. Selanjutnya, Edirne dijadikan ibukota kerajaan Turki Usmani menggantikan Bursa.
Sultan Murad I memindahkan ibukota ke Edirne ini termasuk bagian dari strateginya; dengan maksud untuk mempermudah perluasan wilayah di Eropa. Dan itu terbukti, karena setelah itu yakni pada tahun 1363, Sultan Murad I menguasai Philippopolis (Felipe); lalu Macedonia (1371), Bulgaria Tengah (1382), Sofia (1385), dan Nish (1386).
Ketika pasukan Sultan Murad I yang dipimpin Lala Sahin Pasha bergerak menuju Macedonia, para penguasa Eropa mulai cemas. Kaisar Bizantium pun menemui Paus Urbanus V untuk meminta bantuan. Hingga akhirnya Paus Urbanus V mengirim surat pada seluruh raja Eropa untuk bersatu melawan Turki Usmani. Maka Lala Sahin dihadang oleh koalisi Salib Balkan yang direstui Paus Urbanus V tersebut. Pasukan koalisi itu terdiri dari gabungan antara pasukan Serbia, Bulgaria, Hongaria dan Wallachia dengan jumlah personil 60 ribu tentara. Tapi akhirnya, Turki Usmani mengalami kemenangan meski jumlah pasukannya lebih sedikit. Dengan begitu, maka Macedonia dapat dikuasai. Peristiwa ini kemudian terkenal dengan Pertempuran Maritsa, karena terjadi di dekat sungai Maritsa. Perang ini tidak diikuti Sultan Murad I karena ia sedang sibuk berperang di Anatolia.
Puncak penaklukan Sultan Murad I adalah ketika Turki Usmani bertempur melawan Serbia pada tahun 1389 di Kosovo. Pertempuran ini dimenangkan oleh Turki Usmani. Namun, pada kemenangan inilah Sultan Murad I meninggal. Saat itu Sultan Murad I melakukan Inspeksi medan perang dengan berkeliling di tengah-tengah korban perang kaum Muslim dan mendoakan mereka. Tiba-tiba ada seorang prajurit Serbia yang pura-pura mati berlari menuju Sultan. Namun, pengawal Sultan segera menahannya. Lalu, prajurit itu berkilah dan pura-pura ingin masuk Islam. Mendengar alasannya Sultan mengisyaratkan pada pengawal agar melepasnya. Situasi ini digunakan prajurit Serbia itu untuk pura-pura mencium tangan Sultan. Selanjutnya, dengan cepat ia mengambil pisau beracun dan menikam Sultan. Hingga akhirnya Sultan Murad I meninggal syahid dalam usia 65 tahun.
d. Bayazid (1389-1402 M/791-805 H).
Sepeninggal Sultan Murad I maka Sultan Bayazid menggantikan kedudukan raja Turki Usmani. Sultan Bayazid adalah sosok yang pemberani, dermawan murah hati dan berambisi kuat untuk memperluas wilayah Islam. Oleh karena itu, strategi dan kebijakannya sangat dekat dengan masalah-masalah kemiliteran dan rencana penaklukan negaranegara Kristen di Anatolia.
Hanya dalam waktu setahun, negeri-negeri di Anatolia berada dalam kekuasaan Turki Usmani. Dalam geraknya Bayazid I digambarkan laksana kilat diantara dua front Balkan dan Anatolia. Oleh karena itulah ia diberi gelar “Yaldrum” atau “Sang Kilat”. Bayazid bergerak begitu cepat berkat berbagai strategi dan kebijakannya. Diantara strategi yang dilakukan adalah dengan membentuk perjanjian bilateral dengan berbagai kerajaan; salah satunya adalah Kerajaan Serbia. Dengan parjanjian ini, Bayazid membentuk aliansi militer yang kuat. Sehingga perluasan wilayah dapat berjalan mulus. Ternyata dengan strategi bilateral itu, ia berhasil menguasai Bulgaria.
Kekalahan Bulgaria membuat Eropa khawatir. Hingga akhirnya Raja Hongaria bersama Paus Boniface membentuk aliansi Pasukan Salib dari negeri-negeri Kristen seperti, Inggris, Prancis, Jerman, Swiss, Skotlandia, Luxemburg dan wilayah-wilayah lainnya. Berkat kedisplinan dan persenjataan yang kuat dari pasukan Bayazid, Turki Usmani menang dalam peperangan besar yang terjadi di Nicopolis.
Diantara kebijakan-kebijakan yang dibuat Bayazid selama berkuasa adalah mengirimkan hakim-hakim agama (qadhi) agar menetap di Konstatinopel. Diharapkan mereka dapat memberi keputusan yang baik kepada umat Islam yang tinggal di sana. Bahkan, Kaisar Bizantium mengizinkan Turki Usmani membentuk Mahkamah Islam di Konstatinopel, pembangunan masjid dan komplek khusus untuk kaum Muslimin.
Namun, pada peperangan melawan Timur Lenk di Ankara, Bayazid kalah dan ditawan bersama putranya. Hingga akhirnya wafat dalam tahanan Timur Lenk pada tahun 1403 M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.