Hasyim Asy’ari lahir pada hari selasa kliwon, 14 Februari 1871 M/24 Dzulq’dah 1287 H di Gedang, sebuah dusun kecil yang terletak di utara kota Jombang, Jawa Timur. Ia merupakan putera ke 3 dari 11 bersaudara. Nama lengkapnya adalah Muhammad Hasyim, dengan tambahan nama Asy’ari dibelakangnya yang dinisbatkan kepada nama ayahnya.
Ayahnya, Kiai Asy’ari, adalah seorang ulama asal Demak, Jawa Tengah, yang dinikahkan dengan puteri Kiai Utsman, gurunya di pesantren Jombang. Kiai Asy’ari adalah keturunan kedelapan dari penguasa kerajaan Islam Demak, Jaka Tingkir, Sultan Pajang pada tahun 1568, yang merupakan keturunan Brawijaya VI, penguasa kerajaan Majapahit pada seperempat pertama abad XVI di Jawa. Kakek Hasyim Asy’ari, Kiai Utsman (ayah dari ibunda Hasyim Asy’ari), adalah pengasuh pesantren Gedang di Jombang, Jawa Timur, dan juga seorang pemimpin tarekat pada akhir abad XIX.
Hasyim Asy’ari dilahirkan di lingkungan pesantren Gedang setelah ibunya, Halimah, mengandungnya selama 14 bulan. Dalam pandangan masyarakat Jawa, masa kehamilan yang sangat panjang mengindikasikan kecemerlangan sang jabang bayi di masa depan. Orang tuanya pun yakin akan isyarat ini, karena dikisahkan sang ibu di masa kehamilannya pernah bermimpi melihat bulan purnama jatuh dari langit dan menimpa tepat di atas perutnya. Selanjutnya, orang tuanya menyaksikan bakat kepemimpinan yang dimiliki Hasyim Asy’ari pada masa kecil, yaitu setiap kali bermain dengan anakanak sebaya di lingkungannya, dia selalu menjadi “penengah”. Kapan pun dia melihat temannya melanggar aturan permainan, dia akan selalu menegurnya. Dia selalu membuat teman-temannya merasa senang bermain dengannya, dikarenakan sifatnya yang suka menolong dan melindungi.
Sejak kecil Hasyim Asy’ari juga dikenal rajin bekerja. Watak kemandirian yang ditanamkan oleh sang kakek (Kiai Utsman), mendorongnya untuk berusaha memenuhi kebutuhan dirinya tanpa bergantung kepada orang lain. Itu sebabnya, dia selalu memanfaatkan waktu luangnya untuk belajar mencari nafkah dengan bertani dan berdagang, hasilnya kemudian dibelikan kitab dan digunakan untuk bekal menuntut ilmu.
Adapun silsilahnya dari jalur ayah secara lebih rinci adalah: KH. M. Hasyim bin Asy’ari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim (Pangeran Benawa) bin Abdurrahman (Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya) bin Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdul Fattah bin Maulana Ishak (ayah dari Raden Ainul Yaqin atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Giri, anggota dari Walisongo, penyebar Islam di tanah Jawa).
Sedangkan silsilahnya dari garis ibu, KH. M. Hasyim Asy’ari merupakan keturunan Raja Brawijaya VI, yang juga dikenal dengan Lembu Peteng. Salah seorang keturunanLembu Peteng yang sering disebut sebagai Jaka Tingkir atau Mas Karebet, merupakan salah satu moyangnya. (Tingkir adalah nama sebuah daerah di Salatiga). Jaka Tingkir, yang kemudian menjadi Raja Pajang dan bergelar Adiwijaya, menurunkan putera bernama Pangeran Benowo. Pangeran Benowo mempunyai seorang anak bernama Muhammad alias Pangeran Sambo. Dari Pangeran Sambo inilah kemudian menurunkan Kiai Sikhah di Gedang, Jombang, (pendiri pesantren Tambakberas).
Kiai Sikhah adalah cicit Pangeran Sambo. Puteri Kiai Sikhah, Layyinah, dinikahkan dengan seorang muridnya, Kiai Utsman, asal Jepara. Pasangan Kiai Utsman dan Layyinah ini mempunyai puteri bernama Halimah alias Winih. Halimah kemudian dinikahkan dengan Kiai Asy’ari, salah seorang murid Kiai Utsman yang berasal dari Demak.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang biografi singkat KH. Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Sumber Buku SKI Kelas XII MA. Kementerian Agama Republik Indonesia, 2016. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Ayahnya, Kiai Asy’ari, adalah seorang ulama asal Demak, Jawa Tengah, yang dinikahkan dengan puteri Kiai Utsman, gurunya di pesantren Jombang. Kiai Asy’ari adalah keturunan kedelapan dari penguasa kerajaan Islam Demak, Jaka Tingkir, Sultan Pajang pada tahun 1568, yang merupakan keturunan Brawijaya VI, penguasa kerajaan Majapahit pada seperempat pertama abad XVI di Jawa. Kakek Hasyim Asy’ari, Kiai Utsman (ayah dari ibunda Hasyim Asy’ari), adalah pengasuh pesantren Gedang di Jombang, Jawa Timur, dan juga seorang pemimpin tarekat pada akhir abad XIX.
Hasyim Asy’ari dilahirkan di lingkungan pesantren Gedang setelah ibunya, Halimah, mengandungnya selama 14 bulan. Dalam pandangan masyarakat Jawa, masa kehamilan yang sangat panjang mengindikasikan kecemerlangan sang jabang bayi di masa depan. Orang tuanya pun yakin akan isyarat ini, karena dikisahkan sang ibu di masa kehamilannya pernah bermimpi melihat bulan purnama jatuh dari langit dan menimpa tepat di atas perutnya. Selanjutnya, orang tuanya menyaksikan bakat kepemimpinan yang dimiliki Hasyim Asy’ari pada masa kecil, yaitu setiap kali bermain dengan anakanak sebaya di lingkungannya, dia selalu menjadi “penengah”. Kapan pun dia melihat temannya melanggar aturan permainan, dia akan selalu menegurnya. Dia selalu membuat teman-temannya merasa senang bermain dengannya, dikarenakan sifatnya yang suka menolong dan melindungi.
Sejak kecil Hasyim Asy’ari juga dikenal rajin bekerja. Watak kemandirian yang ditanamkan oleh sang kakek (Kiai Utsman), mendorongnya untuk berusaha memenuhi kebutuhan dirinya tanpa bergantung kepada orang lain. Itu sebabnya, dia selalu memanfaatkan waktu luangnya untuk belajar mencari nafkah dengan bertani dan berdagang, hasilnya kemudian dibelikan kitab dan digunakan untuk bekal menuntut ilmu.
Adapun silsilahnya dari jalur ayah secara lebih rinci adalah: KH. M. Hasyim bin Asy’ari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim (Pangeran Benawa) bin Abdurrahman (Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya) bin Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdul Fattah bin Maulana Ishak (ayah dari Raden Ainul Yaqin atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Giri, anggota dari Walisongo, penyebar Islam di tanah Jawa).
Sedangkan silsilahnya dari garis ibu, KH. M. Hasyim Asy’ari merupakan keturunan Raja Brawijaya VI, yang juga dikenal dengan Lembu Peteng. Salah seorang keturunanLembu Peteng yang sering disebut sebagai Jaka Tingkir atau Mas Karebet, merupakan salah satu moyangnya. (Tingkir adalah nama sebuah daerah di Salatiga). Jaka Tingkir, yang kemudian menjadi Raja Pajang dan bergelar Adiwijaya, menurunkan putera bernama Pangeran Benowo. Pangeran Benowo mempunyai seorang anak bernama Muhammad alias Pangeran Sambo. Dari Pangeran Sambo inilah kemudian menurunkan Kiai Sikhah di Gedang, Jombang, (pendiri pesantren Tambakberas).
Kiai Sikhah adalah cicit Pangeran Sambo. Puteri Kiai Sikhah, Layyinah, dinikahkan dengan seorang muridnya, Kiai Utsman, asal Jepara. Pasangan Kiai Utsman dan Layyinah ini mempunyai puteri bernama Halimah alias Winih. Halimah kemudian dinikahkan dengan Kiai Asy’ari, salah seorang murid Kiai Utsman yang berasal dari Demak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.