Teori Arab dalam sejarah masuknya Islam ke Indonesia
mengatakan bahwa Islam datang ke Indonesia secara langsung dari Arab, tidak
melalui perantara bangsa lain. Beberapa bukti sejarah dikemukakan untuk
menguatkan teori ini. Teori ini mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia
langsung dari Makkah (Arab) sebagai pusat agama Islam sejak abad ke-7.
Salah satu Sejarahwan yang mendukung teori ini ialah Prof.
Hamka. Dia menyatakan bahwa Islam sudah datang ke Indonesia pada abad pertama
Hijriah (abad ke 7-8 M) langsung dari Arab dengan bukti jalur perdagangan yang
ramai dan bersifat internasional sudah dimulai melalui selat Malaka yang
menghubungkan Dinasti Tang di China (Asia timur), Sriwijaya di Asia Tenggara,
dan Bani Umayyah di Asia Barat. Menurutnya, motivasi awal kedatangan orang Arab
tidak dilandasi oleh nilai-nilai ekonomi, melainkan didorong oleh motivasi
spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangan Hamka, jalur perdagangan antara
Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh Masehi.
Hamka berpendapat bahwa pada tahun 625 M, berdasarkan sebuah
naskah Tiongkok yang dicatat oleh Pendeta Budha I-Tsing yang melakukan
perjalanan dari Canton menuju India. Perjalanan tersebut menggunakan kapal
Posse, dan pada tahun 674M ia singgah di Bhoga (yang sekarang dikenal dengan
Palembang, Sumatera Selatan). Di Bhoga ia menemukan sekelompok bangsa Arab yang
telah bermukim di pantai Barat Sumatera (Barus). Sebagian orang-orang Arab ini
diceritakan melakukan perkawinan dengan wanita lokal. Komunitas Arab ini
disebutnya sebagai komunitas Ta-Shih dan Posse. Mereka adalah para pedagang
yang telah lama menjalin hubungan perdagangan dengan kerajaan Sriwijaya. Karena
demi hubungan perdagangan itulah kemudian kerajaan Sriwijaya memberikan daerah
khusus untuk mereka.
Selain Hamka, Thomas W Arnold juga berpandangan bahwa, para
pedagang Arab telah menyebarkan Islam ketika mereka menjadi pemain dominan
dalam perdagangan Barat-Timur sejak abad-abad awal Hijriah atau abad ke-7 dan 8
Masehi. Meskipun tidak terdapat catatan-catatan sejarah tentang kegiatan mereka
dalam penyebaran Islam, namun ia berasumsi bahwa mereka juga terlibat dalam
penyebaran Islam kepada penduduk lokal di Indonesia.
Selain kedua tokoh tersebut, beberapa tokoh Sejarahwan lain
juga mendukung teori ini, antara lain Uka Tjandrasasmita, A. Hasymi, Azyumardi
Azra dan lain-lain. Selain informasi tersebut, Azyumardi Azra menambahkan,
bahwa ditemukannya adaptasiadaptasi lain yang dilakukan oleh bangsa Indonesia
adalah atas pengaruh bangsa Arab ini. Misalnya dari segi bahasa dan tradisi,
seperti pada kata dan tradisi bersila yang sering dilakukan oleh bangsa
Indonesia yang merupakan tradisi yang dilakukan oleh bangsa Arab atau Persia
yang egaliter.
Disamping alasan di atas, makam Fatimah Binti Maimun di
Leran Jawa Timur semakin menguatkan teori ini. Fatimah binti Maimun bin
Hibatullah adalah seorang perempuan beragama Islam yang wafat pada hari Jumat,
7 Rajab 475 Hijriyah (2 Desember 1082 M). Inskripsi nisan terdiri dari tujuh
baris, dan berikut ini adalah hasil bacaan Jean Piere Moquette yang
diterjemahkan oleh Muh. Yamin terhadap tulisan pada batu nisan tersebut:
• Atas nama Tuhan Allah Yang Maha Penyayang dan Maha
Pemurah.
• Tiap-tiap makhluk yang hidup di atas bumi itu bersifat
fana.
• Tetapi wajah Tuhan-mu yang bersemarak dan gemilang itu
tetap kekal adanya.
• Inilah kuburan wanita yang menjadi syahid bernama Fatimah
binti Maimun.
• Putera Hibatu’llah yang berpulang pada hari Jumiyad ketika
tujuh.
• Sudah berlewat bulan Rajab dan pada tahun 495.
• Yang menjadi kemurahan Tuhan Allah Yang Maha Tinggi.
• Bersama pula Rasulnya Mulia.
Selain argumen di atas, Azyumardi menjelaskan lebih lanjut
tentang masuknya Islam ke Nusantara. Menurut Azyumardi, Islam datang di
Nusantara pada abad ke-7 M, namun baru dianut secara terbatas oleh para
pedagang Arab yang berdagang di Nusantara, dan baru mulai tersebar dan dianut
oleh masyarakat Nusantara pada abad ke-12, yang disebarkan oleh para sufi
pengembara yang berasal dari Arab. Alasan ini dikuatkan oleh corak Islam awal
yang dianut oleh masyarakat Nusantara adalah Islam bercorak sufistik, karena
pada masa al-Ghazali (Dinasti Abbasiyah) muncul sufi-sufi pengembara yang
bertujuan untuk menyebarkan Islam tanpa pamrih, maka sufi-sufi inilah yang
disinyalir datang dan menyebarkan Islam di Nusantara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.