A. Makna Isra’ Mi’raj Terhadap Keimanan Manusia.
Pendekatan yang paling tepat untuk memahaminya adalah pendekatan imaniy. Inilah yang ditempuh oleh Abu Bakar Ash Shiddiq, seperti tergambar dalam ucapannya: “Apabila Muhammad yang memberitakannya, pasti benarlah adanya.” Oleh sebab itu, uraian ini berusaha untuk memahami peristiwa tersebut melalui apa yang kita percayai kebenarannya berdasarkan bukti-bukti ilmiah yang dikemukakan oleh al-Qur’an.
Sebelum al-Qur’an mengakhiri pengantarnya tentang peristiwa ini, dan sebelum diungkapnya peristiwa ini, digambarkannya bagaimana kelak orang-orang yang tidak mempercayainya dan bagaimana pula sikap yang harus diambilnya. Allah Swt berfirman:
127. Bersabarlah wahai Muhammad; tiadalah kesabaranmu melainkan dengan pertolongan Allah.Janganlah kamu bersedih hati terhadap (keingkaran) mereka. Jangan pula kamu bersempit dada terhadap apa-apa yang mereka tipu dayakan. 128. Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang orang yang berbuat kebajikan. (QS. An Nahl : 127-128).
Ditemukan petunjuk untuk melaksanakan shalat lima waktu QS. al-Isra’ 78. Dan shalat ini pulalah yang merupakan inti dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini, karena shalat pada hakikatnya merupakan kebutuhan mutlak untuk mewujudkan manusia seutuhnya, kebutuhan akal pikiran dan jiwa manusia, sebagaimana ia merupakan kebutuhan untuk mewujudkan masyarakat yang diharapkan oleh manusia seutuhnya.
Kesederhanaan dalam ibadah shalat misalnya, tidak hanya tergambar dari adanya pengurangan jumlah shalat dari lima puluh menjadi lima kali sehari, tetapi juga tergambar dalam petunjuk yang ditemukan di QS. al-Isra’ ini juga, yakni yang berkenaan dengan suara ketika dilaksanakan shalat:
"Katakanlah: (Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al-asmaaul husna (nama-nama yangterbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu)." (QS. al-Isra : 110).
B. Pendekatan Rasional Tentang Isra’ Mi’raj.
Kaum empirisis dan rasionalis, yang melepaskan diri dari bimbingan wahyu, dapat saja menggugat: Bagaimana mungkin kecepatan, yang bahkan melebihi kecepatan cahaya, kecepatan yang merupakan batas kecepatan tertinggi dalam continuum empat dimensi ini dapat terjadi? Bagaimana mungkin lingkungan material yang dilalui oleh Muhammad Saw. tidak mengakibatkan gesekangesekan panas yang merusak tubuh beliau sendiri? Bagaimana mungkin beliau dapat melepaskan diri dari daya tarik bumi? Ini tidak mungkin terjadi, karena ia tidak sesuai dengan hukum-hukum alam, tidak dapat dijangkau oleh pancaindera, bahkan tidak dapat dibuktikan oleh patokan-patokan logika. Demikian kira-kira kilah mereka yang menolak peristiwa ini.
2. Proses Terjadinya Isra’ Mi’raj dan Tanggapan Masyarakat Tentang Isra’ Mi’raj
3. Rahasia Dibalik Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW
Dalam kumpulan ayat-ayat yang mengantarkan uraian al-Qur’an tentang peristiwa Isra’ Mi’raj ini, dalam QS. al-Isra’sendiri, berulang kali ditegaskan tentang keterbatasan pengetahuan manusia serta sikap yang harus diambilnya menyangkut keterbatasan tersebut. Simaklah ayat-ayat berikut:
“Dia (Allah) menciptakan apa-apa (makhluk) yang kamu tidak mengetahuinya.” (QS. An-Nahl : 8)
“Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl : 74)
“dan Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan kecuali sedikit.” (QS. Al-Isra':85)
dan banyak lagi lainnya. Itulah sebabnya, ditegaskan oleh Allah dengan firman-Nya:
“Dan janganlah kamu mengambil satu sikap (baik berupa ucapan maupun tindakan) yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentang hal tersebut; karena sesungguhnya pendengaran, mata, dan hati, kesemuanya itu kelak akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS. Al-Isra':36).
Apa yang ditegaskan oleh al-Qur’an tentang keterbatasan pengetahuan manusia ini diakui oleh para ilmuwan pada abad ke-20. Schwart, seorang pakar matematika kenamaan Prancis, menyatakan: “Fisika abad ke-19 berbangga diri dengan kemampuannya menghakimi segenap problem kehidupan, bahkan sampai kepada sajak pun." Sedangkan fisika abad ke-20 ini yakin benar bahwa ia tidak sepenuhnya tahu segalanya, walaupun yang disebut materi sekalipun.”Sementara itu, teori Black Holes menyatakan bahwa “pengetahuan manusia tentang alam hanyalah mencapai 3% saja, sedang 97% selebihnya di luar kemampuan manusia.”
Kalau demikian, seandainya, sekali lagi seandainya, pengetahuan seseorang belum atau tidak sampai pada pemahaman secara ilmiah atas peristiwa Isra’ Mi’raj ini; kalau betul demikian adanya dan sampai saat ini masih juga demikian, maka tentunya usaha atau tuntutan untuk membuktikannya secara “ilmiah” menjadi tidak ilmiah lagi.Ini tampak semakin jelas jika diingat bahwa asas filosofis dari ilmu pengetahuan adalah trial and error, yakni observasi dan eksperimentasi terhadap fenomena-fenomena alam yang berlaku di setiap tempat dan waktu, oleh siapa saja. Padahal, peristiwa Isra’ Mi’raj hanya terjadi sekali saja. Artinya, terhadapnya tidak dapat dicoba, diamati dan dilakukan eksperimentasi.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang makna Isra’ Mi’raj terhadap keimanan manusia dan pendekatan rasional tentang Isra’ Mi’raj. Sumber buku Ilmu Kalam Kelas XI MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Pendekatan yang paling tepat untuk memahaminya adalah pendekatan imaniy. Inilah yang ditempuh oleh Abu Bakar Ash Shiddiq, seperti tergambar dalam ucapannya: “Apabila Muhammad yang memberitakannya, pasti benarlah adanya.” Oleh sebab itu, uraian ini berusaha untuk memahami peristiwa tersebut melalui apa yang kita percayai kebenarannya berdasarkan bukti-bukti ilmiah yang dikemukakan oleh al-Qur’an.
Sebelum al-Qur’an mengakhiri pengantarnya tentang peristiwa ini, dan sebelum diungkapnya peristiwa ini, digambarkannya bagaimana kelak orang-orang yang tidak mempercayainya dan bagaimana pula sikap yang harus diambilnya. Allah Swt berfirman:
وَٱصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِٱللَّهِ ۚ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِى ضَيْقٍ مِّمَّا يَمْكُرُونَ . إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوا۟ وَّٱلَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ
127. Bersabarlah wahai Muhammad; tiadalah kesabaranmu melainkan dengan pertolongan Allah.Janganlah kamu bersedih hati terhadap (keingkaran) mereka. Jangan pula kamu bersempit dada terhadap apa-apa yang mereka tipu dayakan. 128. Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang orang yang berbuat kebajikan. (QS. An Nahl : 127-128).
Ditemukan petunjuk untuk melaksanakan shalat lima waktu QS. al-Isra’ 78. Dan shalat ini pulalah yang merupakan inti dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini, karena shalat pada hakikatnya merupakan kebutuhan mutlak untuk mewujudkan manusia seutuhnya, kebutuhan akal pikiran dan jiwa manusia, sebagaimana ia merupakan kebutuhan untuk mewujudkan masyarakat yang diharapkan oleh manusia seutuhnya.
Kesederhanaan dalam ibadah shalat misalnya, tidak hanya tergambar dari adanya pengurangan jumlah shalat dari lima puluh menjadi lima kali sehari, tetapi juga tergambar dalam petunjuk yang ditemukan di QS. al-Isra’ ini juga, yakni yang berkenaan dengan suara ketika dilaksanakan shalat:
قُلِ ٱدْعُوا۟ ٱللَّهَ أَوِ ٱدْعُوا۟ ٱلرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَّا تَدْعُوا۟ فَلَهُ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَٱبْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا
"Katakanlah: (Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al-asmaaul husna (nama-nama yangterbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu)." (QS. al-Isra : 110).
B. Pendekatan Rasional Tentang Isra’ Mi’raj.
Kaum empirisis dan rasionalis, yang melepaskan diri dari bimbingan wahyu, dapat saja menggugat: Bagaimana mungkin kecepatan, yang bahkan melebihi kecepatan cahaya, kecepatan yang merupakan batas kecepatan tertinggi dalam continuum empat dimensi ini dapat terjadi? Bagaimana mungkin lingkungan material yang dilalui oleh Muhammad Saw. tidak mengakibatkan gesekangesekan panas yang merusak tubuh beliau sendiri? Bagaimana mungkin beliau dapat melepaskan diri dari daya tarik bumi? Ini tidak mungkin terjadi, karena ia tidak sesuai dengan hukum-hukum alam, tidak dapat dijangkau oleh pancaindera, bahkan tidak dapat dibuktikan oleh patokan-patokan logika. Demikian kira-kira kilah mereka yang menolak peristiwa ini.
Baca Juga :
1. Pengertian Isra’ Mi’raj dan Dalil yang Berkaitan dengan Peristiwa Isra’ Mi’raj2. Proses Terjadinya Isra’ Mi’raj dan Tanggapan Masyarakat Tentang Isra’ Mi’raj
3. Rahasia Dibalik Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW
وَيَخْلُقُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Dia (Allah) menciptakan apa-apa (makhluk) yang kamu tidak mengetahuinya.” (QS. An-Nahl : 8)
إِنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl : 74)
وَمَآ أُوتِيتُم مِّنَ ٱلْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
“dan Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan kecuali sedikit.” (QS. Al-Isra':85)
dan banyak lagi lainnya. Itulah sebabnya, ditegaskan oleh Allah dengan firman-Nya:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًا
“Dan janganlah kamu mengambil satu sikap (baik berupa ucapan maupun tindakan) yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentang hal tersebut; karena sesungguhnya pendengaran, mata, dan hati, kesemuanya itu kelak akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS. Al-Isra':36).
Apa yang ditegaskan oleh al-Qur’an tentang keterbatasan pengetahuan manusia ini diakui oleh para ilmuwan pada abad ke-20. Schwart, seorang pakar matematika kenamaan Prancis, menyatakan: “Fisika abad ke-19 berbangga diri dengan kemampuannya menghakimi segenap problem kehidupan, bahkan sampai kepada sajak pun." Sedangkan fisika abad ke-20 ini yakin benar bahwa ia tidak sepenuhnya tahu segalanya, walaupun yang disebut materi sekalipun.”Sementara itu, teori Black Holes menyatakan bahwa “pengetahuan manusia tentang alam hanyalah mencapai 3% saja, sedang 97% selebihnya di luar kemampuan manusia.”
Kalau demikian, seandainya, sekali lagi seandainya, pengetahuan seseorang belum atau tidak sampai pada pemahaman secara ilmiah atas peristiwa Isra’ Mi’raj ini; kalau betul demikian adanya dan sampai saat ini masih juga demikian, maka tentunya usaha atau tuntutan untuk membuktikannya secara “ilmiah” menjadi tidak ilmiah lagi.Ini tampak semakin jelas jika diingat bahwa asas filosofis dari ilmu pengetahuan adalah trial and error, yakni observasi dan eksperimentasi terhadap fenomena-fenomena alam yang berlaku di setiap tempat dan waktu, oleh siapa saja. Padahal, peristiwa Isra’ Mi’raj hanya terjadi sekali saja. Artinya, terhadapnya tidak dapat dicoba, diamati dan dilakukan eksperimentasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.