A. Lafal Bacaan Al-Qur’an Surat An-Nisa’ Ayat 9 dan Terjemahan.
walyakhsya ladziina law tarakuu min khalfihim dzurriyyatan dhi'aafan khaafuu 'alayhim falyattaquu laaha walyaquuluu qawlan sadiidaa
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar” (QS. An-Nisa' : 9)
B. Isi Kandungan Al-Qur’an Surat An-Nisa’ Ayat 9.
1) Islam memegang teguh prinsip keadilan. Prinsip ini juga ditegakkan dalam memelihara anak-anak yatim. Yaitu jangan sampai meninggalkan anak-anak yatim sebagai calon generasi muda berada dalam keadaan lemah baik dari segi fisik maupun mental. Pesan ini disampaikan terutama kepada orang-orang yang diberikan wasiat dan menjadi wali bagi anak-anak yang masih kecil. Mereka harus berupaya memelihara anak-anak yatim dengan baik, menjaga harta warisan anak yatim yang dititipkan orang tuanya kepadanya. Orang yang diberi wasiat itu harus pula membina akhlak anak yatim tersebut dengan memberikan keteladanan perbuatan dan perkataan yang baik serta membiasakan berakhlak mulia.
2) Orang mukmin diingatkan juga agar tidak meninggalkan keturuan yang melarat (lemah) dikala ditinggal wafat orang tua. Karena itu orang tua harus mempersiapkan generasinya dengan baik, yaitu dengan cara bertaqwa kepada Allah Swt.
3) Islam mengajarkan bahwa dalam berwasiat hendaklah jangan sampai wasiat merugikan ahli waris sendiri, terutama dzurriyah, yaitu anak cucu.
4) Meskipun konteks ayat ini berkaitan dengan harta warisan, yang diharapkan dengan memperoleh harta bagian dari warisan kelangsungan hidup anakanak terjaga dan tidak terlantar. Imam Nawawi mengingatkan bahwa yangdimaksud dzurriyatan dhi’afan (keturunan yang lemah) yang perlu dicemaskan, yaitu jangan sampai meninggalkan keturunan/generasi yang lemah, dalam hal; ekonomi (menyebabkan kemiskinan), ilmu pengetahuan, keagamaan (pemahaman/penguasaan) dan akhlaqnya.
Sedangkan Ibnu Katsir, menyatakan bahwa ayat ini ditujukan kepada mereka yang menjadi wali anak-anak yatim, agar memperlakukan anak-anak yatim itu seperti perlakukan yang mereka harapkan kepada anak-anaknya yang lemah, bila kelak para wali itu meninggal dunia.
Bebeapa pakar tafsir, seperti at-Thabari dan ar-Razi memahami bahwa ayat ini ditujukan bagi orang-orang yang berada di sekeliling orang yang sakit atau diduga segera akan wafat. Sementara. Muhammad Sayyid Tanthawi berpendapat bahwa ayat tersebut ditujukan kepada semua pihak, siapapun mereka, karena semua diperintahkan untuk berlaku adil dan berucap yang benar dan tepat. Dengan demikian ayat ini mengamanatkan agar pesan hendaknya disampaikan dalam bahasa yang sesuai dengan adat kebiasaan yang baik menurut ukuran setiap masyarakat.
Ayat-ayat ini dijadikan juga oleh sementara ulama sebagai bukti adanya dampak negative dari perlakuan kepada anak yatim yang dapat terjadi dalam kehidupandunia ini, sebaliknya, amal-amal saleh yang dilakukan seorang ayath dapat mengantar terpeliharanya harta dan peninggalan orang tua untuk anaknya yang telah menjadi yatim.
وَلْيَخْشَ ٱلَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا۟ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَٰفًا خَافُوا۟ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْيَقُولُوا۟ قَوْلًا سَدِيدًا
walyakhsya ladziina law tarakuu min khalfihim dzurriyyatan dhi'aafan khaafuu 'alayhim falyattaquu laaha walyaquuluu qawlan sadiidaa
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar” (QS. An-Nisa' : 9)
B. Isi Kandungan Al-Qur’an Surat An-Nisa’ Ayat 9.
1) Islam memegang teguh prinsip keadilan. Prinsip ini juga ditegakkan dalam memelihara anak-anak yatim. Yaitu jangan sampai meninggalkan anak-anak yatim sebagai calon generasi muda berada dalam keadaan lemah baik dari segi fisik maupun mental. Pesan ini disampaikan terutama kepada orang-orang yang diberikan wasiat dan menjadi wali bagi anak-anak yang masih kecil. Mereka harus berupaya memelihara anak-anak yatim dengan baik, menjaga harta warisan anak yatim yang dititipkan orang tuanya kepadanya. Orang yang diberi wasiat itu harus pula membina akhlak anak yatim tersebut dengan memberikan keteladanan perbuatan dan perkataan yang baik serta membiasakan berakhlak mulia.
2) Orang mukmin diingatkan juga agar tidak meninggalkan keturuan yang melarat (lemah) dikala ditinggal wafat orang tua. Karena itu orang tua harus mempersiapkan generasinya dengan baik, yaitu dengan cara bertaqwa kepada Allah Swt.
3) Islam mengajarkan bahwa dalam berwasiat hendaklah jangan sampai wasiat merugikan ahli waris sendiri, terutama dzurriyah, yaitu anak cucu.
4) Meskipun konteks ayat ini berkaitan dengan harta warisan, yang diharapkan dengan memperoleh harta bagian dari warisan kelangsungan hidup anakanak terjaga dan tidak terlantar. Imam Nawawi mengingatkan bahwa yangdimaksud dzurriyatan dhi’afan (keturunan yang lemah) yang perlu dicemaskan, yaitu jangan sampai meninggalkan keturunan/generasi yang lemah, dalam hal; ekonomi (menyebabkan kemiskinan), ilmu pengetahuan, keagamaan (pemahaman/penguasaan) dan akhlaqnya.
Sedangkan Ibnu Katsir, menyatakan bahwa ayat ini ditujukan kepada mereka yang menjadi wali anak-anak yatim, agar memperlakukan anak-anak yatim itu seperti perlakukan yang mereka harapkan kepada anak-anaknya yang lemah, bila kelak para wali itu meninggal dunia.
Bebeapa pakar tafsir, seperti at-Thabari dan ar-Razi memahami bahwa ayat ini ditujukan bagi orang-orang yang berada di sekeliling orang yang sakit atau diduga segera akan wafat. Sementara. Muhammad Sayyid Tanthawi berpendapat bahwa ayat tersebut ditujukan kepada semua pihak, siapapun mereka, karena semua diperintahkan untuk berlaku adil dan berucap yang benar dan tepat. Dengan demikian ayat ini mengamanatkan agar pesan hendaknya disampaikan dalam bahasa yang sesuai dengan adat kebiasaan yang baik menurut ukuran setiap masyarakat.
Ayat-ayat ini dijadikan juga oleh sementara ulama sebagai bukti adanya dampak negative dari perlakuan kepada anak yatim yang dapat terjadi dalam kehidupandunia ini, sebaliknya, amal-amal saleh yang dilakukan seorang ayath dapat mengantar terpeliharanya harta dan peninggalan orang tua untuk anaknya yang telah menjadi yatim.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang isi kandungan Al-Qur'an surat An-Nisa’ ayat 9 tentang pembinaan pribadi, keluarga dan masyarakat. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari pembahasan tersebut. Aamiin. Sumber Tafsir-Ilmu Tafsir Kelas XII MA, Kementerian Agama Republik Indonesia, Jakarta 2016. Kujungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.