A. Pengertian Rukun Iman.
Iman secara bahasa berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan secara istilah syar’i, iman adalah "Keyakinan dalam hati, Perkataan di lisan, amalan dengan anggota badan, bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan maksiat".
Imam Syafi’i berkata, “Iman itu meliputi perkataan dan perbuatan. Dia bisa bertambah dan bisa berkurang. Bertambah dengan sebab ketaatan dan berkurang dengan sebab kemaksiatan.”
Imam Ahmad berkata, “Iman bisa bertambah dan bisa berkurang. Ia bertambah dengan melakukan amal, dan ia berkurang dengan sebab meninggalkan amal.”
Imam Bukhari mengatakan, “Aku telah bertemu dengan lebih dari seribu orang ulama dari berbagai penjuru negeri, aku tidak pernah melihat mereka berselisih bahwasanya iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang.”
Iman kepada Allah adalah keyakinan kepada zat mutlak yang Maha Esa yang disebut Allah Swt. Allah Swt Maha Esa dalam zat, sifat, perbuatan dan wujudnya. Diantara unsur-unsur keimanan kepada Allah Swt adalah beriman pada sifat-sifat yang wajib bagi Allah Swt, mustahil (muhal) bagi Allah Swt, dan jaiz bagi Allah Swt.
Dengan demikian beriman kepada Allah Swt adalah meyakini bahwa Allah Swt itu ada (wujud) yang keberadaan-Nya tidak tergantung pada yang lain. Allah Swt adalah dzat yang sempurna dalam segala sifat-Nya dan suci dari segala kekurangan dan keburukan. Oleh karena itu Allah Swt dzat yang paling berhak disembah, karena Dia telah menciptakan, membina, mendidik dan menyediakan segala kebutuhan manusia. Diantara dasar keimanan tentang Allah Swt ini adalah QS. al-Anbiya’ : 22 dan QS. Ali Imran : 191.
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah Rusak binasa. Maka Maha suci Allah yang mempunyai ‘Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (QS. al-Anbiya’ [21]: 22)
“Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah Kami dari siksa neraka." (QS. Ali Imran : 191)
2. Iman Kepada Malaikat.
Beriman kepada Malaikat adalah meyakini dengan penuh kesadaran bahwa Allah Swt menciptakan Malaikat dari cahaya. Rasulullah Saw. bersabda: "Para malaikat diciptakan Allah Swt dari cahaya, dan diciptakan-Nya jin dari api, sedangkan Adam diciptakan dari apa yang dijelaskan pada kalian.” (HR. Muslim).
Iman kepada malaikat merupakan salah satu dari jenis keimanan kepada hal yang ghaib. Para malaikat yang wajib kita yakini adalah Malaikat Jibril, Mikail, Israfil, Izrail, Munkar dan Nakir, Rakib, Atid, Ridwan, serta Malik.
Diantara firman Allah Swt yang memperkuat keyakinan kita terhadap adanya para Malaikat di atas adalah QS. Qaf : 17-18. Para malaikat sifat taat segala perintah Allah Swt dan tidak mendurhakainya (QS. at-Tahrim : 6). Malaikat Jibril tugas utamanya adalah menyampaikan wahyu kepada para Nabi dan Rasul Allah Swt (QS an-Nahl : 102).
“(yaitu) ketika dua orang Malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. 18. tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir." (QS. Qaf : 17-18)
“Dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. at-Tahrim : 6)
“Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan al-Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (QS. an Nahl : 102)
Dengan beriman kepada malaikat, akan lebih mengenal kebesaran dan kekuasaan Allah Swt., lebih bersyukur akan nikmat yang diberikan dan berusaha selalu berbuat kebaikan dan menjauhi segala larangannya. Karena malaikat selalu mengawasi dan mencatat amal perbuatan manusia.
3. Iman Kepada Kitab Suci.
Iman kepada kitab Allah adalah meyakini bahwa Allah Swt menurunkan wahyu melalui perantara malaikat Jibril. Kitab-kitab yang berasal dari firman Allah Swt. seluruhnya ada empat, yaitu Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s., Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud a.s., Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa as. dan al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Sementara itu, firman Allah Swt. dalam bentuk suhuf diberikan kepada Nabi Ibrahim as. Sebagaimana firman Allah dalam QS al-Maidah : 48 dan QS al-A’lA : 19.
“Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu.” (QS al-Maidah : 48)
Beriman kepada kitab-kitab Allah Swt ialah beritikad bahwa Allah Swt menurunkan beberapa kitab kepada Rasul-rasulNya, untuk menjadi pedoman hidup manusia, baik secara individu maupun masyarakat.
Kitab-kitab Allah Swt yang diturunkan sebelum kitab suci al-Qur’an tidak bersifat universal seperti al-Quran, tapi hanya bersifat lokal untuk umat tertentu. Oleh karena itu, tidak memberi jaminan terpelihara keaslian atau keberadaan kitab-kitab tersebut sepanjang zaman sebagaimana halnya Allah Swt memberikan jaminan terhadap al-Quran.
Artinya: "(yaitu) Kitab-Kitab Ibrahim dan Musa." (QS. al-A’la : 19)
4. Iman Kepada Nabi dan Rasul.
Iman kepada Nabi dan Rasul Allah Swt adalah meyakini bahwa Allah Swt. mengutus para Nabi dan Rasul untuk membawa kabar gembira kepada umat manusia, memberi teladan akhlak mulia dan berpegang teguh terhadap ajaran Allah Swt. Jumlah para Nabi dan rasul Allah Swt sangat banyak dan tidak diketahui jumlahnya secara pasti, tetapi al-Quran menginformasikan keberadaan 25 Nabi dan Rasul. Kedua puluh lima Nabi dan Rasul yang disebutkan dalam al-Quran adalah Nabi Adam as., Idris as., Nuh as., Hud as., Shaleh as., Ibrahim as., Luth as., Ismail as., Ishaq as., Yakub as., Yusuf as., Ayyub as., Syu'aib as., Musa as., Harun as., Zulkifli as., Daud as., Sulaiman as., Ilyas as., Ilyasa as., Ynus as., Zakaria as., Yahya as., Isa as., dan Muhammad Saw. sebagaimana disinggung dalam QS. an-Nisa’ :164, dengan kesempurnaan akhlak, dan QS. al-Aḥzab : 21.
“Dan (kami telah mengutus) Rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan Rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung." (QS. An-Nisa' :164)
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah." (QS al-Ahzab : 21)
Diantara sifat wajib yang ada pada diri Nabi dan Rasul Allah Swt adalah;
1) Siddiq. Siddiq artinya benar. Apa yang disabdakan Nabi adalah benar karena Nabi tidak berkata-kata kecuali apa yang diwahyukan Allah Swt.
2) Amanah. artinya benar-benar bisa dipercaya. Segala urusan akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
3) Fathanah. artinya bijaksana dan cerdas. Nabi Saw. mampu memahami perintahperintah Allah Swt dan menghadapi penentangnya dengan bijaksana.
4) Tabligh. artinya menyampaikan. Nabi Saw. menyampaikan apa yang Allah Swt wahyukan kepadanya.
Sedangkan sifat-sifat yang mustahil bagi para Rasul adalah:
1) Kizib (berbohong). Mustahil bagi para Rasul itu berbohong.
2) Khiyanah (berkhianat).
3) Kitman (menyembunyikan, maksudnya menyembunyikan wahyu).
4) Baladah (bodoh)
Adapun sifat yang jaiz bagi para Rasul adalah, Nabi dan Rasul mempunyai sifat-sifat manusia namun tidak mengurangi derajat kenabian dan kerasulan mereka.
Seorang muslim wajib beriman kepada seluruh Nabi dan Rasul-Nya yang telah diutus oleh Allah Swt., baik yang disebutkan namanya maupun yang tidak disebutkan namanya di dalam al-Qur’an. Seorang muslim wajib membenarkan semua Rasul dengan sifat-sifat, kelebihan, keistimewaan, tugas dan mukjizatnya masing-masing seperti yang diperintahkan oleh Allah Swt.
5. Iman Kepada Hari Akhir.
Beriman kepada hari akhir adalah meyakini bahwa manusia akan mengalami kesudahan dan dimintai tanggung jawab kelak di kemudian hari. Al-Quran selalu menggugah hati dan pikiran manusia dengan menggambarkan peristiwa-peristiwa hari akhirat, dengan nama-nama yang unik, misalnya al-Zalzalah, al-Qari’ah, an-Naba', al-Qiyamah. Istilah-istilah tersebut mencerminkan peristiwa dan keadaan yang bakal dihadapi oleh manusia pada saat itu. Di samping penggambaran kejadian hari akhir, al-Quran juga memberi informasi tentang kesudahan manusia yang dimulai dari alam barzakh hingga penentuan balasan yang berujung pada neraka bagi mereka yang ringan timbangan amal kebaikannya dan balasan berupa surga bagi yang berat timbangan kebaikannya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Qiyamah : 1-8
Artinya:“1. Aku bersumpah demi hari kiamat, 2. dan Aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri). 3. Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? 4. bukan demikian, sebenarnya Kami Kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna. 5. bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus. 6. ia berkata: “Bilakah hari kiamat itu?” 7. Maka apabila mata terbelalak (ketakutan), 8. dan apabila bulan telah hilang cahayaNya,
Keimanan kepada Allah Swt berkaitan erat dengan keimanan kepada hari akhir. Hal ini disebabkan keimanan kepada Allah Swt menuntut amal perbuatan, sedangkan amal perbuatan baru sempurna dengan keyakinan tentang adanya hari akhirat. Demi tegaknya keadilan, harus ada suatu kehidupan baru dimana semua pihak akan memperoleh secara adil dan sempurna hasil-hasil perbuatan yang didasarkan atas pilihannya masing-masing.
f. Iman Kepada Qada’ dan Qadar.
Menurut bahasa, qada’ memiliki beberapa pengertian yaitu: hukum, ketetapan, pemerintah, kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah qada’ adalah ketetapan Allah Swt sejak zaman azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Sedangkan qadar adalah terjadinya suatu ciptaan yang sesuai dengan penetapan (qada’). Iman kepada qada’ dan qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt telah menentukan tentang segala sesuatu bagi makhluknya, sebagaimana firman Allah Swt dalam QS al-Furqan : 2.
“Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS. al-Furqan : 2)
Para ulama Kalam membagi takdir dalam dua macam, yakni takdir muallaq dan takdir mubram. Takdir muallaq berkaitan dengan ikhtiar manusia sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. ar-Ra’du : 11. Misalnya seorang siswa dapat mengerjakan tugas guru dengan baik jika belajar dengan sungguh-sungguh.
Sedangkan takdir mubram adalah takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan, seperti kematian.
“Sesungguhnya Allah tidak merubah (keadaan) sesuatu kaum sehingga mereka merubah (keadaan) mereka sendiri.” (QS ar-Ra’du : 11)
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian rukun iman dan pembahasan 6 rukun iman. Sumber Buku Ilmu Kalam Kelas X MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2014. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Iman secara bahasa berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan secara istilah syar’i, iman adalah "Keyakinan dalam hati, Perkataan di lisan, amalan dengan anggota badan, bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan maksiat".
Imam Syafi’i berkata, “Iman itu meliputi perkataan dan perbuatan. Dia bisa bertambah dan bisa berkurang. Bertambah dengan sebab ketaatan dan berkurang dengan sebab kemaksiatan.”
Imam Ahmad berkata, “Iman bisa bertambah dan bisa berkurang. Ia bertambah dengan melakukan amal, dan ia berkurang dengan sebab meninggalkan amal.”
Imam Bukhari mengatakan, “Aku telah bertemu dengan lebih dari seribu orang ulama dari berbagai penjuru negeri, aku tidak pernah melihat mereka berselisih bahwasanya iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang.”
B. Pembagian Rukun Iman.
1. Iman Kepada Allah Swt.Iman kepada Allah adalah keyakinan kepada zat mutlak yang Maha Esa yang disebut Allah Swt. Allah Swt Maha Esa dalam zat, sifat, perbuatan dan wujudnya. Diantara unsur-unsur keimanan kepada Allah Swt adalah beriman pada sifat-sifat yang wajib bagi Allah Swt, mustahil (muhal) bagi Allah Swt, dan jaiz bagi Allah Swt.
Dengan demikian beriman kepada Allah Swt adalah meyakini bahwa Allah Swt itu ada (wujud) yang keberadaan-Nya tidak tergantung pada yang lain. Allah Swt adalah dzat yang sempurna dalam segala sifat-Nya dan suci dari segala kekurangan dan keburukan. Oleh karena itu Allah Swt dzat yang paling berhak disembah, karena Dia telah menciptakan, membina, mendidik dan menyediakan segala kebutuhan manusia. Diantara dasar keimanan tentang Allah Swt ini adalah QS. al-Anbiya’ : 22 dan QS. Ali Imran : 191.
لَوْ كَانَ فِيهِمَآ ءَالِهَةٌ إِلَّا ٱللَّهُ لَفَسَدَتَا ۚ فَسُبْحَٰنَ ٱللَّهِ رَبِّ ٱلْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah Rusak binasa. Maka Maha suci Allah yang mempunyai ‘Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (QS. al-Anbiya’ [21]: 22)
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًا سُبْحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ
“Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah Kami dari siksa neraka." (QS. Ali Imran : 191)
2. Iman Kepada Malaikat.
Beriman kepada Malaikat adalah meyakini dengan penuh kesadaran bahwa Allah Swt menciptakan Malaikat dari cahaya. Rasulullah Saw. bersabda: "Para malaikat diciptakan Allah Swt dari cahaya, dan diciptakan-Nya jin dari api, sedangkan Adam diciptakan dari apa yang dijelaskan pada kalian.” (HR. Muslim).
Iman kepada malaikat merupakan salah satu dari jenis keimanan kepada hal yang ghaib. Para malaikat yang wajib kita yakini adalah Malaikat Jibril, Mikail, Israfil, Izrail, Munkar dan Nakir, Rakib, Atid, Ridwan, serta Malik.
Diantara firman Allah Swt yang memperkuat keyakinan kita terhadap adanya para Malaikat di atas adalah QS. Qaf : 17-18. Para malaikat sifat taat segala perintah Allah Swt dan tidak mendurhakainya (QS. at-Tahrim : 6). Malaikat Jibril tugas utamanya adalah menyampaikan wahyu kepada para Nabi dan Rasul Allah Swt (QS an-Nahl : 102).
إِذْ يَتَلَقَّى ٱلْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ ٱلْيَمِينِ وَعَنِ ٱلشِّمَالِ قَعِيدٌ . مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“(yaitu) ketika dua orang Malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. 18. tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir." (QS. Qaf : 17-18)
لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. at-Tahrim : 6)
قُلْ نَزَّلَهُۥ رُوحُ ٱلْقُدُسِ مِن رَّبِّكَ بِٱلْحَقِّ لِيُثَبِّتَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَهُدًى وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan al-Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (QS. an Nahl : 102)
Dengan beriman kepada malaikat, akan lebih mengenal kebesaran dan kekuasaan Allah Swt., lebih bersyukur akan nikmat yang diberikan dan berusaha selalu berbuat kebaikan dan menjauhi segala larangannya. Karena malaikat selalu mengawasi dan mencatat amal perbuatan manusia.
3. Iman Kepada Kitab Suci.
Iman kepada kitab Allah adalah meyakini bahwa Allah Swt menurunkan wahyu melalui perantara malaikat Jibril. Kitab-kitab yang berasal dari firman Allah Swt. seluruhnya ada empat, yaitu Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s., Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud a.s., Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa as. dan al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Sementara itu, firman Allah Swt. dalam bentuk suhuf diberikan kepada Nabi Ibrahim as. Sebagaimana firman Allah dalam QS al-Maidah : 48 dan QS al-A’lA : 19.
وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ بِٱلْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ
“Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu.” (QS al-Maidah : 48)
Beriman kepada kitab-kitab Allah Swt ialah beritikad bahwa Allah Swt menurunkan beberapa kitab kepada Rasul-rasulNya, untuk menjadi pedoman hidup manusia, baik secara individu maupun masyarakat.
Kitab-kitab Allah Swt yang diturunkan sebelum kitab suci al-Qur’an tidak bersifat universal seperti al-Quran, tapi hanya bersifat lokal untuk umat tertentu. Oleh karena itu, tidak memberi jaminan terpelihara keaslian atau keberadaan kitab-kitab tersebut sepanjang zaman sebagaimana halnya Allah Swt memberikan jaminan terhadap al-Quran.
صُحُفِ إِبْرَٰهِيمَ وَمُوسَىٰ
Artinya: "(yaitu) Kitab-Kitab Ibrahim dan Musa." (QS. al-A’la : 19)
4. Iman Kepada Nabi dan Rasul.
Iman kepada Nabi dan Rasul Allah Swt adalah meyakini bahwa Allah Swt. mengutus para Nabi dan Rasul untuk membawa kabar gembira kepada umat manusia, memberi teladan akhlak mulia dan berpegang teguh terhadap ajaran Allah Swt. Jumlah para Nabi dan rasul Allah Swt sangat banyak dan tidak diketahui jumlahnya secara pasti, tetapi al-Quran menginformasikan keberadaan 25 Nabi dan Rasul. Kedua puluh lima Nabi dan Rasul yang disebutkan dalam al-Quran adalah Nabi Adam as., Idris as., Nuh as., Hud as., Shaleh as., Ibrahim as., Luth as., Ismail as., Ishaq as., Yakub as., Yusuf as., Ayyub as., Syu'aib as., Musa as., Harun as., Zulkifli as., Daud as., Sulaiman as., Ilyas as., Ilyasa as., Ynus as., Zakaria as., Yahya as., Isa as., dan Muhammad Saw. sebagaimana disinggung dalam QS. an-Nisa’ :164, dengan kesempurnaan akhlak, dan QS. al-Aḥzab : 21.
وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنَٰهُمْ عَلَيْكَ مِن قَبْلُ وَرُسُلًا لَّمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ ۚ وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَكْلِيمًا
“Dan (kami telah mengutus) Rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan Rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung." (QS. An-Nisa' :164)
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah." (QS al-Ahzab : 21)
Diantara sifat wajib yang ada pada diri Nabi dan Rasul Allah Swt adalah;
1) Siddiq. Siddiq artinya benar. Apa yang disabdakan Nabi adalah benar karena Nabi tidak berkata-kata kecuali apa yang diwahyukan Allah Swt.
2) Amanah. artinya benar-benar bisa dipercaya. Segala urusan akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
3) Fathanah. artinya bijaksana dan cerdas. Nabi Saw. mampu memahami perintahperintah Allah Swt dan menghadapi penentangnya dengan bijaksana.
4) Tabligh. artinya menyampaikan. Nabi Saw. menyampaikan apa yang Allah Swt wahyukan kepadanya.
Sedangkan sifat-sifat yang mustahil bagi para Rasul adalah:
1) Kizib (berbohong). Mustahil bagi para Rasul itu berbohong.
2) Khiyanah (berkhianat).
3) Kitman (menyembunyikan, maksudnya menyembunyikan wahyu).
4) Baladah (bodoh)
Adapun sifat yang jaiz bagi para Rasul adalah, Nabi dan Rasul mempunyai sifat-sifat manusia namun tidak mengurangi derajat kenabian dan kerasulan mereka.
Seorang muslim wajib beriman kepada seluruh Nabi dan Rasul-Nya yang telah diutus oleh Allah Swt., baik yang disebutkan namanya maupun yang tidak disebutkan namanya di dalam al-Qur’an. Seorang muslim wajib membenarkan semua Rasul dengan sifat-sifat, kelebihan, keistimewaan, tugas dan mukjizatnya masing-masing seperti yang diperintahkan oleh Allah Swt.
5. Iman Kepada Hari Akhir.
Beriman kepada hari akhir adalah meyakini bahwa manusia akan mengalami kesudahan dan dimintai tanggung jawab kelak di kemudian hari. Al-Quran selalu menggugah hati dan pikiran manusia dengan menggambarkan peristiwa-peristiwa hari akhirat, dengan nama-nama yang unik, misalnya al-Zalzalah, al-Qari’ah, an-Naba', al-Qiyamah. Istilah-istilah tersebut mencerminkan peristiwa dan keadaan yang bakal dihadapi oleh manusia pada saat itu. Di samping penggambaran kejadian hari akhir, al-Quran juga memberi informasi tentang kesudahan manusia yang dimulai dari alam barzakh hingga penentuan balasan yang berujung pada neraka bagi mereka yang ringan timbangan amal kebaikannya dan balasan berupa surga bagi yang berat timbangan kebaikannya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Qiyamah : 1-8
لَآ أُقْسِمُ بِيَوْمِ ٱلْقِيَٰمَةِ . وَلَآ أُقْسِمُ بِٱلنَّفْسِ ٱللَّوَّامَةِ . أَيَحْسَبُ ٱلْإِنسَٰنُ أَلَّن نَّجْمَعَ عِظَامَهُۥ . بَلَىٰ قَٰدِرِينَ عَلَىٰٓ أَن نُّسَوِّىَ بَنَانَهُۥ . بَلْ يُرِيدُ ٱلْإِنسَٰنُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُۥ . يَسْـَٔلُ أَيَّانَ يَوْمُ ٱلْقِيَٰمَةِ . فَإِذَا بَرِقَ ٱلْبَصَرُ . وَخَسَفَ ٱلْقَمَرُ
Artinya:“1. Aku bersumpah demi hari kiamat, 2. dan Aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri). 3. Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? 4. bukan demikian, sebenarnya Kami Kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna. 5. bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus. 6. ia berkata: “Bilakah hari kiamat itu?” 7. Maka apabila mata terbelalak (ketakutan), 8. dan apabila bulan telah hilang cahayaNya,
Keimanan kepada Allah Swt berkaitan erat dengan keimanan kepada hari akhir. Hal ini disebabkan keimanan kepada Allah Swt menuntut amal perbuatan, sedangkan amal perbuatan baru sempurna dengan keyakinan tentang adanya hari akhirat. Demi tegaknya keadilan, harus ada suatu kehidupan baru dimana semua pihak akan memperoleh secara adil dan sempurna hasil-hasil perbuatan yang didasarkan atas pilihannya masing-masing.
f. Iman Kepada Qada’ dan Qadar.
Menurut bahasa, qada’ memiliki beberapa pengertian yaitu: hukum, ketetapan, pemerintah, kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah qada’ adalah ketetapan Allah Swt sejak zaman azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Sedangkan qadar adalah terjadinya suatu ciptaan yang sesuai dengan penetapan (qada’). Iman kepada qada’ dan qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt telah menentukan tentang segala sesuatu bagi makhluknya, sebagaimana firman Allah Swt dalam QS al-Furqan : 2.
ٱلَّذِى لَهُۥ مُلْكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ شَرِيكٌ فِى ٱلْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَىْءٍ فَقَدَّرَهُۥ تَقْدِيرًا
“Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS. al-Furqan : 2)
Para ulama Kalam membagi takdir dalam dua macam, yakni takdir muallaq dan takdir mubram. Takdir muallaq berkaitan dengan ikhtiar manusia sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. ar-Ra’du : 11. Misalnya seorang siswa dapat mengerjakan tugas guru dengan baik jika belajar dengan sungguh-sungguh.
Sedangkan takdir mubram adalah takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan, seperti kematian.
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak merubah (keadaan) sesuatu kaum sehingga mereka merubah (keadaan) mereka sendiri.” (QS ar-Ra’du : 11)
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian rukun iman dan pembahasan 6 rukun iman. Sumber Buku Ilmu Kalam Kelas X MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2014. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.