Mu’tazilah berprinsip, bahwa tuhan itu adil dan tidak mungkin berbuat zalim dengan memaksakan kehendak kepada hamba-hambaNya dan mengharuskan hambahambaNya menanggung akibat dari perbuatannya. Keadilan tuhan menurut konsep mu’tazilah merupakan titik tolak dari pemikirannya tentang kehendak mutlak tuhan.
Mu’tazilah mengatakan bahwa kekuasaan tuhan sebenarnya sudah tidak mutlak lagi. Ketidakmutlakan kekuasaan tuhan itu disebabkan oleh kebebasan yang diberikan tuhan terhadap manusia serta adanya hukum alam yang menurut al-Qur’an tidak pernah berubah.
Dengan demikian, aliran mu’tazilah berfikir bahwa yang menciptakan perbuatan manusia adalah manusia itu sendiri. Tidak ada hubungannya dengan kehendak tuhan, bahkan tuhan menciptakan manusia sekaligus menciptakan kemampuan dan kehendak pada diri manusia.
Keadilan tuhan terletak pada keharusan adanya tujuan dalam perbuatanperbuatanNya, yaitu kewajiban berbuat baik dan terbaik bagi makhluk dan memberikan kebebasan kepada manusia. Adapun kehendak mutlakNya di batasi oleh keadilan tuhan itu sendiri. Dalam pandangan mu’tazilah kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan berlaku dalam jalur hukum-hukum yang tersebar ditengah alam semesta. Mu’tazilah menggunakan dalil QS. al-Ahzab (33) ayat 62:
“Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnah Allah.” (QS. al-Ahzab : 62).
Di samping ayat-ayat yang menjelaskan kebebasan manusia yang disinggung dalam pembicaraan tentang free will dan predestination.
Keadilan tuhan, menurut mu’tazilah adalah tuhan tidak berbuat dan tidak memilih yang buruk, yang di jadikan sandaran mereka adalah:
QS. al-Anbiya (21) ayat 47:
Artinya : “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (QS. al-Anbiya : 47)
QS. Yaasin (36) ayat 54:
Artinya : “Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Yaasin: 54)
QS. Fushilat (41) ayat 54:
Artinya : “Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan tentang pertemuan dengan tuhan mereka. ingatlah bahwa sesungguhnya Dia maha meliputi segala sesuatu.” (QS. Fushilat : 54).
QS. al-Nisa (4) ayat 40:
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisiNya pahala yang besar.” (QS. al-Nisa : 40)
QS. al-Kahfi (18) ayat 49:
Artinya : “Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). dan tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun”. (QS. al-Kahfi : 49)
Keadilan tuhan menurut konsep mu’tazilah merupakan titik tolak dalam pemikirannya tentang kehendak mutlak tuhan. Keadilan tuhan terletak pada keharusan adanya tujuan dalam perbuatan-perbuatanNya, yaitu kewajiban berbuat baik dan terbaik bagi makhlukNya dan memberi kebebasan kepada manusia.
Mu’tazilah mengatakan bahwa kekuasaan tuhan sebenarnya sudah tidak mutlak lagi. Ketidakmutlakan kekuasaan tuhan itu disebabkan oleh kebebasan yang diberikan tuhan terhadap manusia serta adanya hukum alam yang menurut al-Qur’an tidak pernah berubah.
Dengan demikian, aliran mu’tazilah berfikir bahwa yang menciptakan perbuatan manusia adalah manusia itu sendiri. Tidak ada hubungannya dengan kehendak tuhan, bahkan tuhan menciptakan manusia sekaligus menciptakan kemampuan dan kehendak pada diri manusia.
Keadilan tuhan terletak pada keharusan adanya tujuan dalam perbuatanperbuatanNya, yaitu kewajiban berbuat baik dan terbaik bagi makhluk dan memberikan kebebasan kepada manusia. Adapun kehendak mutlakNya di batasi oleh keadilan tuhan itu sendiri. Dalam pandangan mu’tazilah kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan berlaku dalam jalur hukum-hukum yang tersebar ditengah alam semesta. Mu’tazilah menggunakan dalil QS. al-Ahzab (33) ayat 62:
سُنَّةَ ٱللَّهِ فِى ٱلَّذِينَ خَلَوْا۟ مِن قَبْلُ ۖ وَلَن تَجِدَ لِسُنَّةِ ٱللَّهِ تَبْدِيلًا
“Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnah Allah.” (QS. al-Ahzab : 62).
Di samping ayat-ayat yang menjelaskan kebebasan manusia yang disinggung dalam pembicaraan tentang free will dan predestination.
Keadilan tuhan, menurut mu’tazilah adalah tuhan tidak berbuat dan tidak memilih yang buruk, yang di jadikan sandaran mereka adalah:
QS. al-Anbiya (21) ayat 47:
وَنَضَعُ ٱلْمَوَٰزِينَ ٱلْقِسْطَ لِيَوْمِ ٱلْقِيَٰمَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْـًٔا ۖ وَإِن كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا ۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَٰسِبِينَ
Artinya : “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (QS. al-Anbiya : 47)
QS. Yaasin (36) ayat 54:
فَٱلْيَوْمَ لَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْـًٔا وَلَا تُجْزَوْنَ إِلَّا مَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya : “Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Yaasin: 54)
QS. Fushilat (41) ayat 54:
أَلَآ إِنَّهُمْ فِى مِرْيَةٍ مِّن لِّقَآءِ رَبِّهِمْ ۗ أَلَآ إِنَّهُۥ بِكُلِّ شَىْءٍ مُّحِيطٌۢ
Artinya : “Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan tentang pertemuan dengan tuhan mereka. ingatlah bahwa sesungguhnya Dia maha meliputi segala sesuatu.” (QS. Fushilat : 54).
QS. al-Nisa (4) ayat 40:
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ ۖ وَإِن تَكُ حَسَنَةً يُضَٰعِفْهَا وَيُؤْتِ مِن لَّدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisiNya pahala yang besar.” (QS. al-Nisa : 40)
QS. al-Kahfi (18) ayat 49:
وَوُضِعَ ٱلْكِتَٰبُ فَتَرَى ٱلْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَٰوَيْلَتَنَا مَالِ هَٰذَا ٱلْكِتَٰبِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّآ أَحْصَىٰهَا ۚ وَوَجَدُوا۟ مَا عَمِلُوا۟ حَاضِرًا ۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا
Artinya : “Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). dan tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun”. (QS. al-Kahfi : 49)
Keadilan tuhan menurut konsep mu’tazilah merupakan titik tolak dalam pemikirannya tentang kehendak mutlak tuhan. Keadilan tuhan terletak pada keharusan adanya tujuan dalam perbuatan-perbuatanNya, yaitu kewajiban berbuat baik dan terbaik bagi makhlukNya dan memberi kebebasan kepada manusia.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang keadilan dan kehendak mutlak tuhan menurut aliran Mu'tazilah. Sumber Buku Ilmu Kalam Kelas XII MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2016. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.