Hadits Tentang Sabar dalam Menghadapi Ujian dan Cobaan.
Hadis Riwayat Imam Muslim dari Shuhaib:
Artinya: Haddab bin al-Azdiy dan Syaiban bin Farrukh telah menyampaikan hadis kepada kami, semuanya dari Sulaiman bin al-Mugirah -- dan lafaznya milik Syaiban. Sulaiman telah menyampaikan hadis kepada kami. Sabit telah menyampaikan hadis kepada kami. Dari ‘Abdirrahman bin Abi Laila, dari Suhaib RA., dia berkata, Rasulullah SAW. bersabda: “Sungguh menakjubkan keadaan urusan orang yang beriman. Sungguh semua urusannya adalah terbaik. Hal itu tidak terjadi bagi siapapun, selain bagi orang yang beriman. Jika mendapatkan kebaikan (kenikmatan), diapun bersyukur dan syukur itu terbaik baginya. Jika tertimpa kesulitan (penderitaan), diapun bersabar dan sabar itu terbaik baginya”. (HR. Muslim)
Hadis Riwayat Imam Tirmizi dari Mus’ab bin Sa’ad dari ayahnya:
Artinya: Qutaibah telah menyampaikan hadis kepada kami, Hammad bin Zaid telah menyampaikan hadis kepada kami, dari ‘Asim bin Bahdalah, dari Mus‘ab bin Sa‘ad, dari ayahnya, ia berkata: “Aku bertanya, ya Rasulallah, siapakah manusia yang paling berat ujiannya?” Rasulullah SAW menjawab: “Para nabi kemudian yang lebih semisal itu lalu yang lebih semisal itu lagi. Seseorang itu diberi ujian sesuai kadar ukuran keagamaannya. Jika keagamaan seseorang itu tebal/kokoh maka ujiannya pun berat dan jika seseorang itu keagamaannya tipis/lunak, ujiannya pun sesuai dengan kadar keagamaannya. Tidak henti-hentinya ujian itu ada pada seorang hamba Allah hingga ujian itu membiarkannya berjalan di atas bumi dengan tanpa beban dosa/kekeliruan”. (HR. Tirmizi)
Islam agama yang indah, mudah, dan sempurna (QS. 5:3). Banyak aspek ajaran Islam yang mencerminkan keindahan, kemudahan, dan kesempurnaan sebagai agama umat manusia sepanjang masa. Kedua hadis di atas menunjukkan bahwa salah satu ajaran terpenting dalam Islam adalah syukur dan sabar. Dua istilah yang disandingkan dalam hadis di atas dan Allah pun memuji hamba-hamba-Nya yang senantiasa menjalani kedua ajaran tersebut. Bersyukur atas nikmat Allah Swt yang lahir (tampak) maupun yang batin (tak tampak) dengan senantiasa hidup dalam ketaatan kepada-Nya dan bersabar atas ujian dan cobaan dalam hidup dengan menjadikannya sebagai tantangan yang pasti berdampak positif di kemudian hari, dunia dan akhirat.
Kedua ajaran tersebut sungguh telah terbiasa disampaikan dan dikaji, namun menjalani keduanya kerap kali dirasa sulit. Begitulah adanya, semua yang baik dan istimewa sering kali sulit dijalani karena pahalanya yang juga besar dan istimewa.
Hadits Pertama.
Hadis bagian pertama di atas mengajarkan dua hal pokok ajaran dalam agama, syukur dan sabar. Syukur, menurut ahli hakikat, dipahami sebagai pengakuan yang sadar akan nikmat Allah Yang Maha Pemberi dalam keadaan tunduk. Sering dinyatakan pula bahwa hakikat syukur adalah memuji Allah Swt yang memberi terbaik dengan menyebut keterbaikannya. Syukurnya hamba tidak lain adalah mengucapkan dengan lisan, mengakui dengan hati atas nikmat Allah Swt. Syukur dibagi menjadi tiga; syukur lisan dengan mengakui nikmat-nikmat disertai sikap rendah diri (di hadapan Allah Swt.) Syukur dengan badan serta anggota tubuh dengan memenuhi dan melayani (Allah Swt.), dan syukur hati adalah dengan iktikaf (ibadah) di atas bentangan penyaksian (Allah Swt) dengan menjaga keagungan Allah Swt.
Adapun tingkatan pelaku syukur dikelompokkan dalam dua, syakir dan syakur. Syakir adalah orang yang bersyukur atas apa yang ada/maujud. Adapun syakur adalah orang yang beryukur atas apa yang terhilang/mafqud. (al-Qusyairi: 1998, 210). Artinya, pada umumnya, dan demikian ini wajar, orang bersyukur atas apa yang ada, misalnya nikmat sehat, kuat, rizki, dan seterusnya. Ini maqam syakir. Namun bagi orang yang berproses sampai dalam maqam syakur, akan senantiasa bersyukur walaupun sesuatu yang ada sudah berkurang atau hilang, misalnya sedang sakit (kurang atau hilangnya sehat), lemah (kurang/hilangnya kuat), sulit ekonomi, dan seterusnya. Dalam konteks demikian, Nabi Muhammad Saw. ketika ditanya oleh Aisyah RA. ummul mukminin: “Wahai Rasulullah, apakah yang membuatmu menangis (saat shalat malam), padahal Allah sudah mengampuni dosamu yang lalu maupun yang kemudian?” Rasulullah menjawab: “Bukankah aku ingin menjadi hamba yang syakur/ahli bersyukur...”. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmizi, Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad). (al-Qusyairi: 1998, 210).
Adapun sabar adalah menahan diri dalam kebaikan/ketaatan dan menahan diri dari keburukan/maksiat, serta menahan diri dalam menghadapi musibah. Sabar dijelaskan oleh Nabi Saw. sebagai ketahanan saat pertama kali ujian datang (al-shabru ‘inda alshadmati al-ula). (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmizi, Nasa’i dari ‘Aisyah RA.). Sabar, secara umum, dibagi dua, yaitu sabar yang terkait dengan usaha manusia dan sabar yang tidak terkait usaha manusia. Sabar yang berkaitan dengan usaha manusia adalah bersabar atas apa yang Allah Swt. perintahkan dan sabar pula atas apa yang dilarang-Nya.
Sedangkan sabar yang tidak terkait usaha manusia adalah bersabar atas kesulitan terkait dalam menjalani hukum Allah/sunnatullah. Zunnun al-Misri menjelaskan bahwa sabar adalah menjauhi hal-hal yang bertentangan, bersikap tenang ketika tertimpa cobaan, dan menampakkan sikap mampu saat datangnya kefakiran di medan kehidupan. Ibnu ‘Ata’ menjelaskan bahwa sabar adalah bertahan dengan (menjalani) cobaan dengan adab yang baik. (al-Qusyairi: 1998, 220).
Dari hadis pertama di atas, dapat diambil beberapa kandungan, antara lain:
Pertama, betapa menjadi orang beriman adalah anugerah yang terbesar karena iman akan memandu pemiliknya untuk selamat dan bahagia dunia-akhirat. Islam meyakini tanpa iman yang benar dan amal shalih yang ikhlas, manusia tidak akan menemukan keselamatan dan kebahagiaan sejati.
Kedua, apapun pahit-manisanya kenyataan dalam hidup, bagi orang yang beriman selalu ada makna keutamaan di dalamnya. Kenyataan-kenyataan itu bukanlah sia-sia belaka. Di dalam QS. 3: 195 dinyatakan “Robbanaa ma khalaqta haza batilan, subhanaka faqina ‘azaban-nari” (Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan ini (semua) sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.
Ketiga, ketika datang kenyataan manis, baik, dan nyaman, orang beriman diajarkan untuk bersyukur. Bersyukur adalah amalan terbaik dan berbuah terbaik pula. Seiring itu, jika kenyataan berubah menjadi pahit, sulit, tidak nyaman, orang beriman diajarkan untuk bersabar. Bersabar adalah amalan terbaik dan berbuah terbaik pula. Betapa banyak pahala dan balasan terbaik yang hanya diberikan kepada orang yang pandai bersyukur dan bersabar (li kulli shabbarin syakur), tidak kepada yang lain. Orang yang beriman, dengan syukur dan sabar, diajarkan untuk tetap taat dan ingat kepada Allah di saat lapang, nyaman, maupun di saat sempit dan menderita. Itulah sesungguhnya kesejatian hidup. Taat kepada Allah dalam segala kondisi, pahit atau manis, sakit atau sehat, miskin atau kaya, tuna kuasa atau berkuasa. Meski demikian, hal itu perjuangan yang sulit, kecuali bagi yang diberi rahmat Allah, dan sedikit dari banyak manusia yang mampu menjalani, sebagaimana Allah menyatakan “wa qalilun min ‘ibadiya al-syakur (dan sedikit dari hamba-hama-Ku yang pandai bersyukur). QS. 34: 13).
Keempat, bagi manusia yang tingkat imannya masih pemula (lemah), syukur di saat manis dan sabar di saat pahit adalah perkara yang berat. Banyak contoh betapa sebagian orang yang hidup dalam kemapanan dan kemewahan namun tidak bisa bersyukur kepada Allah Yang Maha Pemberi. Di sisi lain, banyak pula contoh, orang hidup dalam kepahitan dan kesulitan, namun tidak bisa bersabar akhirnya terjerumus dalam penderitaan yang lebih berat dan berakhir fatal.
Hadits Kedua.
Di hadis yang kedua, Nabi Muhammad Saw. menjelaskan tentang manusia yang paling berat ujian dan cobannya, yaitu para nabi. Sebagaimana diketahui dan disinggung di bagian depan bahwa para nabi mengalami masa-masa yang sangat sulit dan mengancam nyawa diri, keluarga, dan kaum mukminun yang mendampingi di saat suka maupun duka. Selanjutnya manusia yang mendapat ujian berat setelah para nabi adalah para sahabat/pengikut dan pembela setia nabi, lalu yang di bawah itu, kemudian yang di bawah itu lagi, dan seterusnya. Mereka yang menjadi muslim, mukmin dan muttaqin juga tidak luput dari ujian dan cobaan hidup.
Para ulama yang berjuang membela kebenaran agama pun juga tidak lepas dari ujian berat kehidupan. Para pemimpin yang adil dan beriman tidak bebas dari ujian hidup. Mereka yang menjalani hidup dalam kebaikan dan kebenaran pasti akan bertemu dengan ujian hidup. Allah Swt. menyatakan bahwa untuk mengetahui yang sungguh beriman dan yang pura-pura beriman adalah dengan ujian. (QS. 29: 2-3). Dengan demikian, ujian dan cobaan hidup adalah alat uji bagi kekuatan, kesuksesan, kesejatian, dan keistimewaan seseorang dalam menjalani kehidupan. Ketika dia lulus dalam ujian yang berat, kebaikan dan kebahagiaan yang lebih besar akan di raihnya, di dunia dan akhirat. Jadi ujian hidup adalah keniscayaan menuju keberhasilan hidup.
Di hadis kedua ditandaskan bahwa ujian adalah juga berfungsi meleburkan atau menggugurkan dosa-dosa, sehingga orang beriman atau hamba-hama Allah Swt yang setia, ketika bersabar dalam menjalani ujian hidup dengan terus berusaha dan berjuang mengatasinya secara positif akan dihapuskan kesalahan dan dosanya. Dalam salah satu hadisnya, Nabi Muhammad Saw menjelaskan bahwa semua musibah yang dialami oleh orang yang beriman, bahkan terkena duri, dan disikapi dengan sabar akan menjadi penambah pahala dan penghapus dosa-dosa. Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya: Dari ‘Aisyah RA. berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Apa saja musibah yang menimpa orang mukmin, termasuk terkena duri dan yang lebih dari itu, pasti Allah tinggikan derajatnya dan hapuskan kesalahannya.” (HR. Muslim).
Hadis Riwayat Imam Muslim dari Shuhaib:
حَدَّثَنَا هَدَّابُ بْنُ خَالِدٍ الْأَزْدِيُّ وَشَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ جَمِيعًا عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ الْمُغِيرَةِ وَاللَّفْظُ لِشَيْبَانَ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ صُهَيْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Artinya: Haddab bin al-Azdiy dan Syaiban bin Farrukh telah menyampaikan hadis kepada kami, semuanya dari Sulaiman bin al-Mugirah -- dan lafaznya milik Syaiban. Sulaiman telah menyampaikan hadis kepada kami. Sabit telah menyampaikan hadis kepada kami. Dari ‘Abdirrahman bin Abi Laila, dari Suhaib RA., dia berkata, Rasulullah SAW. bersabda: “Sungguh menakjubkan keadaan urusan orang yang beriman. Sungguh semua urusannya adalah terbaik. Hal itu tidak terjadi bagi siapapun, selain bagi orang yang beriman. Jika mendapatkan kebaikan (kenikmatan), diapun bersyukur dan syukur itu terbaik baginya. Jika tertimpa kesulitan (penderitaan), diapun bersabar dan sabar itu terbaik baginya”. (HR. Muslim)
Hadis Riwayat Imam Tirmizi dari Mus’ab bin Sa’ad dari ayahnya:
Artinya: Qutaibah telah menyampaikan hadis kepada kami, Hammad bin Zaid telah menyampaikan hadis kepada kami, dari ‘Asim bin Bahdalah, dari Mus‘ab bin Sa‘ad, dari ayahnya, ia berkata: “Aku bertanya, ya Rasulallah, siapakah manusia yang paling berat ujiannya?” Rasulullah SAW menjawab: “Para nabi kemudian yang lebih semisal itu lalu yang lebih semisal itu lagi. Seseorang itu diberi ujian sesuai kadar ukuran keagamaannya. Jika keagamaan seseorang itu tebal/kokoh maka ujiannya pun berat dan jika seseorang itu keagamaannya tipis/lunak, ujiannya pun sesuai dengan kadar keagamaannya. Tidak henti-hentinya ujian itu ada pada seorang hamba Allah hingga ujian itu membiarkannya berjalan di atas bumi dengan tanpa beban dosa/kekeliruan”. (HR. Tirmizi)
Islam agama yang indah, mudah, dan sempurna (QS. 5:3). Banyak aspek ajaran Islam yang mencerminkan keindahan, kemudahan, dan kesempurnaan sebagai agama umat manusia sepanjang masa. Kedua hadis di atas menunjukkan bahwa salah satu ajaran terpenting dalam Islam adalah syukur dan sabar. Dua istilah yang disandingkan dalam hadis di atas dan Allah pun memuji hamba-hamba-Nya yang senantiasa menjalani kedua ajaran tersebut. Bersyukur atas nikmat Allah Swt yang lahir (tampak) maupun yang batin (tak tampak) dengan senantiasa hidup dalam ketaatan kepada-Nya dan bersabar atas ujian dan cobaan dalam hidup dengan menjadikannya sebagai tantangan yang pasti berdampak positif di kemudian hari, dunia dan akhirat.
Kedua ajaran tersebut sungguh telah terbiasa disampaikan dan dikaji, namun menjalani keduanya kerap kali dirasa sulit. Begitulah adanya, semua yang baik dan istimewa sering kali sulit dijalani karena pahalanya yang juga besar dan istimewa.
Hadits Pertama.
Hadis bagian pertama di atas mengajarkan dua hal pokok ajaran dalam agama, syukur dan sabar. Syukur, menurut ahli hakikat, dipahami sebagai pengakuan yang sadar akan nikmat Allah Yang Maha Pemberi dalam keadaan tunduk. Sering dinyatakan pula bahwa hakikat syukur adalah memuji Allah Swt yang memberi terbaik dengan menyebut keterbaikannya. Syukurnya hamba tidak lain adalah mengucapkan dengan lisan, mengakui dengan hati atas nikmat Allah Swt. Syukur dibagi menjadi tiga; syukur lisan dengan mengakui nikmat-nikmat disertai sikap rendah diri (di hadapan Allah Swt.) Syukur dengan badan serta anggota tubuh dengan memenuhi dan melayani (Allah Swt.), dan syukur hati adalah dengan iktikaf (ibadah) di atas bentangan penyaksian (Allah Swt) dengan menjaga keagungan Allah Swt.
Adapun tingkatan pelaku syukur dikelompokkan dalam dua, syakir dan syakur. Syakir adalah orang yang bersyukur atas apa yang ada/maujud. Adapun syakur adalah orang yang beryukur atas apa yang terhilang/mafqud. (al-Qusyairi: 1998, 210). Artinya, pada umumnya, dan demikian ini wajar, orang bersyukur atas apa yang ada, misalnya nikmat sehat, kuat, rizki, dan seterusnya. Ini maqam syakir. Namun bagi orang yang berproses sampai dalam maqam syakur, akan senantiasa bersyukur walaupun sesuatu yang ada sudah berkurang atau hilang, misalnya sedang sakit (kurang atau hilangnya sehat), lemah (kurang/hilangnya kuat), sulit ekonomi, dan seterusnya. Dalam konteks demikian, Nabi Muhammad Saw. ketika ditanya oleh Aisyah RA. ummul mukminin: “Wahai Rasulullah, apakah yang membuatmu menangis (saat shalat malam), padahal Allah sudah mengampuni dosamu yang lalu maupun yang kemudian?” Rasulullah menjawab: “Bukankah aku ingin menjadi hamba yang syakur/ahli bersyukur...”. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmizi, Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad). (al-Qusyairi: 1998, 210).
Adapun sabar adalah menahan diri dalam kebaikan/ketaatan dan menahan diri dari keburukan/maksiat, serta menahan diri dalam menghadapi musibah. Sabar dijelaskan oleh Nabi Saw. sebagai ketahanan saat pertama kali ujian datang (al-shabru ‘inda alshadmati al-ula). (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmizi, Nasa’i dari ‘Aisyah RA.). Sabar, secara umum, dibagi dua, yaitu sabar yang terkait dengan usaha manusia dan sabar yang tidak terkait usaha manusia. Sabar yang berkaitan dengan usaha manusia adalah bersabar atas apa yang Allah Swt. perintahkan dan sabar pula atas apa yang dilarang-Nya.
Sedangkan sabar yang tidak terkait usaha manusia adalah bersabar atas kesulitan terkait dalam menjalani hukum Allah/sunnatullah. Zunnun al-Misri menjelaskan bahwa sabar adalah menjauhi hal-hal yang bertentangan, bersikap tenang ketika tertimpa cobaan, dan menampakkan sikap mampu saat datangnya kefakiran di medan kehidupan. Ibnu ‘Ata’ menjelaskan bahwa sabar adalah bertahan dengan (menjalani) cobaan dengan adab yang baik. (al-Qusyairi: 1998, 220).
Dari hadis pertama di atas, dapat diambil beberapa kandungan, antara lain:
Pertama, betapa menjadi orang beriman adalah anugerah yang terbesar karena iman akan memandu pemiliknya untuk selamat dan bahagia dunia-akhirat. Islam meyakini tanpa iman yang benar dan amal shalih yang ikhlas, manusia tidak akan menemukan keselamatan dan kebahagiaan sejati.
Kedua, apapun pahit-manisanya kenyataan dalam hidup, bagi orang yang beriman selalu ada makna keutamaan di dalamnya. Kenyataan-kenyataan itu bukanlah sia-sia belaka. Di dalam QS. 3: 195 dinyatakan “Robbanaa ma khalaqta haza batilan, subhanaka faqina ‘azaban-nari” (Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan ini (semua) sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.
Ketiga, ketika datang kenyataan manis, baik, dan nyaman, orang beriman diajarkan untuk bersyukur. Bersyukur adalah amalan terbaik dan berbuah terbaik pula. Seiring itu, jika kenyataan berubah menjadi pahit, sulit, tidak nyaman, orang beriman diajarkan untuk bersabar. Bersabar adalah amalan terbaik dan berbuah terbaik pula. Betapa banyak pahala dan balasan terbaik yang hanya diberikan kepada orang yang pandai bersyukur dan bersabar (li kulli shabbarin syakur), tidak kepada yang lain. Orang yang beriman, dengan syukur dan sabar, diajarkan untuk tetap taat dan ingat kepada Allah di saat lapang, nyaman, maupun di saat sempit dan menderita. Itulah sesungguhnya kesejatian hidup. Taat kepada Allah dalam segala kondisi, pahit atau manis, sakit atau sehat, miskin atau kaya, tuna kuasa atau berkuasa. Meski demikian, hal itu perjuangan yang sulit, kecuali bagi yang diberi rahmat Allah, dan sedikit dari banyak manusia yang mampu menjalani, sebagaimana Allah menyatakan “wa qalilun min ‘ibadiya al-syakur (dan sedikit dari hamba-hama-Ku yang pandai bersyukur). QS. 34: 13).
Keempat, bagi manusia yang tingkat imannya masih pemula (lemah), syukur di saat manis dan sabar di saat pahit adalah perkara yang berat. Banyak contoh betapa sebagian orang yang hidup dalam kemapanan dan kemewahan namun tidak bisa bersyukur kepada Allah Yang Maha Pemberi. Di sisi lain, banyak pula contoh, orang hidup dalam kepahitan dan kesulitan, namun tidak bisa bersabar akhirnya terjerumus dalam penderitaan yang lebih berat dan berakhir fatal.
Hadits Kedua.
Di hadis yang kedua, Nabi Muhammad Saw. menjelaskan tentang manusia yang paling berat ujian dan cobannya, yaitu para nabi. Sebagaimana diketahui dan disinggung di bagian depan bahwa para nabi mengalami masa-masa yang sangat sulit dan mengancam nyawa diri, keluarga, dan kaum mukminun yang mendampingi di saat suka maupun duka. Selanjutnya manusia yang mendapat ujian berat setelah para nabi adalah para sahabat/pengikut dan pembela setia nabi, lalu yang di bawah itu, kemudian yang di bawah itu lagi, dan seterusnya. Mereka yang menjadi muslim, mukmin dan muttaqin juga tidak luput dari ujian dan cobaan hidup.
Para ulama yang berjuang membela kebenaran agama pun juga tidak lepas dari ujian berat kehidupan. Para pemimpin yang adil dan beriman tidak bebas dari ujian hidup. Mereka yang menjalani hidup dalam kebaikan dan kebenaran pasti akan bertemu dengan ujian hidup. Allah Swt. menyatakan bahwa untuk mengetahui yang sungguh beriman dan yang pura-pura beriman adalah dengan ujian. (QS. 29: 2-3). Dengan demikian, ujian dan cobaan hidup adalah alat uji bagi kekuatan, kesuksesan, kesejatian, dan keistimewaan seseorang dalam menjalani kehidupan. Ketika dia lulus dalam ujian yang berat, kebaikan dan kebahagiaan yang lebih besar akan di raihnya, di dunia dan akhirat. Jadi ujian hidup adalah keniscayaan menuju keberhasilan hidup.
Di hadis kedua ditandaskan bahwa ujian adalah juga berfungsi meleburkan atau menggugurkan dosa-dosa, sehingga orang beriman atau hamba-hama Allah Swt yang setia, ketika bersabar dalam menjalani ujian hidup dengan terus berusaha dan berjuang mengatasinya secara positif akan dihapuskan kesalahan dan dosanya. Dalam salah satu hadisnya, Nabi Muhammad Saw menjelaskan bahwa semua musibah yang dialami oleh orang yang beriman, bahkan terkena duri, dan disikapi dengan sabar akan menjadi penambah pahala dan penghapus dosa-dosa. Rasulullah Saw. bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ شَوْكَةٍ فَمَا فَوْقَهَا إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً أَوْ حَطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةً
Artinya: Dari ‘Aisyah RA. berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Apa saja musibah yang menimpa orang mukmin, termasuk terkena duri dan yang lebih dari itu, pasti Allah tinggikan derajatnya dan hapuskan kesalahannya.” (HR. Muslim).
Dari penjelasan di atas dapat diambil simpulan bahwa hidup manusia terasa indah dan damai di dunia dan akhirat, jika hidup dijalani dengan senantiasa bersyukur atas nikmat dan bersabar atas ujian.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang sabar menghadapi ujian dan cobaan dalam hidup. Sumber buku Siswa Hadits Ilmu Hadits Kelas XII MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2016. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.