Pengertian Fitnah.
Dalam bahasa sehari-hari kata ‘fitnah’ diartikan sebagai penisbatan atau tuduhan suatu perbuatan kepada orang lain, dimana sebenarnya orang yang dituduh tersebut tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan. Maka perilaku tersebut disebut memfitnah.
Al-Raghib Al-Ashfahani, dalam mufradat-nya, menjelaskan bahwa fitnah terambil dari akar kata fatana yang pada mulanya berarti “membakar emas untuk mengetahui kadar kualitasnya”. Kata tersebut dijelaskan dalam Al-Qur’an yang artinya “memasukkan ke neraka” atau “siksaan”
Sedangkan menurut istilah adalah menjelek-jelekan orang lain dengan tujuan penganiayaan dan segala perbuatan yang dimaksudkan untuk menindas. Fitnah dapat juga diartikan meng-ada-adakan yang tidak ada dan meniadakan yang ada.
Bentuk-Bentuk Sikap Fitnah.
Memfitnah jelas termasuk perbuatan dosa, bahkan keji. Fitnah seperti itu dapat berakibat fatal, baik bagi korban fitnah secara pribadi, maupun bagi keluarga, bahkan masyarakat sekalipun. Karir seseorang bisa hancur gara-gara fitnah, hubungan kekeluargaan dapat berantakan akibat fitnah, dan seseorang dapat menderita seumur hidup karena fitnah.
Oleh sebab itu, untuk menunjukkan bahwa fitnah itu sangat keji, masyarakat menyatakan fitnah itu lebih kejam dari pada pembunuhan. Ungkapan ini sebenarnya terjemahan dari sepotong ayat berikut ini:
Artinya ; "Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), Maka bunuhlah mereka. Demikanlah Balasan bagi orang-orang kafir." (QS. al-Baqarah/2:191)
Memang benar dalam ayat di atas disebutkan bahwa fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, tetapi apakah fitnah yang dimaksud dalam ayat tersebut sama artinya dengan fitnah yang kita gunakan sehari-hari.
Mari kita lihat dalam konteks apa ayat ini diturunkan. Mengangkat senjata dan juga memerangi kaum muslimin, tidak boleh meluas dengan memerangi siapa saja orang kafir yang ditemui. Orang kafir yang tidak melawan, yang mau berdamai, tidak membahayakan bagi dakwah Islam seperti kaum perempuan, anak-anak, orangorang tua, para ahli ibadah yang kerjanya hanya semata-mata beribadah, tidak boleh diperangi.
Setelah perintah perang secara total dan pengusiran terhadap orang-orang kafir yang memusuhi dan memerangi bahkan mengusir umat Islam, barulah Allah Swt. langsung menyebutkan bahwa fitnah itu lebih berbahaya dari pada pembunuhan. Dari konteks ayat jelas yang dimaksud dengan fitnah di sini bukanlah fitnah seperti yang kita gunakan dalam percakapan sehari-hari.
Fitnah dalam al-qur’an itu menyangkut sikap orang kafir terhadap Islam dan umatnya. Menurut Sayyid Quthub, yang dimaksud dengan fitnah dalam ayat ini adalah fitnah terhadap agama Islam dan umatnya, baik berupa ancaman, tekanan dan teror secara fisik, maupun berupa sistem yang merusak, menyesatkan dan menjauhkan umat manusia dari jalan Allah Swt.
Dalam tarjamah Kementerian Agama, kata fitnah pada ayat di atas diartikan menimbulkan kekacauan, seperti mengusir sahabat dari kampung halamannya, merampas harta mereka dan menyakiti atau mengganggu kebebasan mereka beragama.
Cara komunis dengan ideologi ateis menurut Sayyid Quthub termasuk salah satu bentuk fitnah terhadap agama yang boleh diperangi. Semua sistem yang mengharamkan pengajaran agama dan membolehkan pengajaran ateisme, sistem yang menghalalkan hal-hal yang diharamkan Allah seperti zina dan minuman keras dan sebaliknya menganggap buruk semua keutamaan yang diajarkan agama, serta semua sistem yang menghalangi masyarakat untuk melaksanakan ajaran agama yang diyakininya adalah fitnah terhadap agama. fitnah seperti itulah, menurut Sayyid Quthub yang lebih berbahaya dari pada pembunuhan. ( Lihat ! Menjaga Akidah dan Akhlak, Roli Abd. Rahman, hal. 123 th. 2008).
Upaya Menghindari Sikap Fitnah.
Untuk menghindari fitnah seseorang harus sadar terhadap bahaya fitnah itu sendiri. Fitnah dapat mencabik-cabik ketentraman dalam masyarakat. Fitnah juga dapat memutus tali silaturrahim dan persaudaraan. Sadar terhadap betapa besar anugerah persaudaraan, perdamaian dan kerukunan antar sesama adalah salah satu jalan untuk menghindari fitnah.
Dalam bahasa sehari-hari kata ‘fitnah’ diartikan sebagai penisbatan atau tuduhan suatu perbuatan kepada orang lain, dimana sebenarnya orang yang dituduh tersebut tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan. Maka perilaku tersebut disebut memfitnah.
Al-Raghib Al-Ashfahani, dalam mufradat-nya, menjelaskan bahwa fitnah terambil dari akar kata fatana yang pada mulanya berarti “membakar emas untuk mengetahui kadar kualitasnya”. Kata tersebut dijelaskan dalam Al-Qur’an yang artinya “memasukkan ke neraka” atau “siksaan”
Sedangkan menurut istilah adalah menjelek-jelekan orang lain dengan tujuan penganiayaan dan segala perbuatan yang dimaksudkan untuk menindas. Fitnah dapat juga diartikan meng-ada-adakan yang tidak ada dan meniadakan yang ada.
Bentuk-Bentuk Sikap Fitnah.
Memfitnah jelas termasuk perbuatan dosa, bahkan keji. Fitnah seperti itu dapat berakibat fatal, baik bagi korban fitnah secara pribadi, maupun bagi keluarga, bahkan masyarakat sekalipun. Karir seseorang bisa hancur gara-gara fitnah, hubungan kekeluargaan dapat berantakan akibat fitnah, dan seseorang dapat menderita seumur hidup karena fitnah.
Oleh sebab itu, untuk menunjukkan bahwa fitnah itu sangat keji, masyarakat menyatakan fitnah itu lebih kejam dari pada pembunuhan. Ungkapan ini sebenarnya terjemahan dari sepotong ayat berikut ini:
وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ ۚ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ ۚ وَلَا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّىٰ يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ ۖ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ ۗ كَذَٰلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ
Artinya ; "Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), Maka bunuhlah mereka. Demikanlah Balasan bagi orang-orang kafir." (QS. al-Baqarah/2:191)
Memang benar dalam ayat di atas disebutkan bahwa fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, tetapi apakah fitnah yang dimaksud dalam ayat tersebut sama artinya dengan fitnah yang kita gunakan sehari-hari.
Mari kita lihat dalam konteks apa ayat ini diturunkan. Mengangkat senjata dan juga memerangi kaum muslimin, tidak boleh meluas dengan memerangi siapa saja orang kafir yang ditemui. Orang kafir yang tidak melawan, yang mau berdamai, tidak membahayakan bagi dakwah Islam seperti kaum perempuan, anak-anak, orangorang tua, para ahli ibadah yang kerjanya hanya semata-mata beribadah, tidak boleh diperangi.
Setelah perintah perang secara total dan pengusiran terhadap orang-orang kafir yang memusuhi dan memerangi bahkan mengusir umat Islam, barulah Allah Swt. langsung menyebutkan bahwa fitnah itu lebih berbahaya dari pada pembunuhan. Dari konteks ayat jelas yang dimaksud dengan fitnah di sini bukanlah fitnah seperti yang kita gunakan dalam percakapan sehari-hari.
Fitnah dalam al-qur’an itu menyangkut sikap orang kafir terhadap Islam dan umatnya. Menurut Sayyid Quthub, yang dimaksud dengan fitnah dalam ayat ini adalah fitnah terhadap agama Islam dan umatnya, baik berupa ancaman, tekanan dan teror secara fisik, maupun berupa sistem yang merusak, menyesatkan dan menjauhkan umat manusia dari jalan Allah Swt.
Dalam tarjamah Kementerian Agama, kata fitnah pada ayat di atas diartikan menimbulkan kekacauan, seperti mengusir sahabat dari kampung halamannya, merampas harta mereka dan menyakiti atau mengganggu kebebasan mereka beragama.
Cara komunis dengan ideologi ateis menurut Sayyid Quthub termasuk salah satu bentuk fitnah terhadap agama yang boleh diperangi. Semua sistem yang mengharamkan pengajaran agama dan membolehkan pengajaran ateisme, sistem yang menghalalkan hal-hal yang diharamkan Allah seperti zina dan minuman keras dan sebaliknya menganggap buruk semua keutamaan yang diajarkan agama, serta semua sistem yang menghalangi masyarakat untuk melaksanakan ajaran agama yang diyakininya adalah fitnah terhadap agama. fitnah seperti itulah, menurut Sayyid Quthub yang lebih berbahaya dari pada pembunuhan. ( Lihat ! Menjaga Akidah dan Akhlak, Roli Abd. Rahman, hal. 123 th. 2008).
Upaya Menghindari Sikap Fitnah.
Untuk menghindari fitnah seseorang harus sadar terhadap bahaya fitnah itu sendiri. Fitnah dapat mencabik-cabik ketentraman dalam masyarakat. Fitnah juga dapat memutus tali silaturrahim dan persaudaraan. Sadar terhadap betapa besar anugerah persaudaraan, perdamaian dan kerukunan antar sesama adalah salah satu jalan untuk menghindari fitnah.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian fitnah, bentuk-bentuk sikap fitnah dan upaya menghindari sikap fitnah. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.