Riwayat Singkat Nawawi al-Bantani dan Karya Nawawi al-Bantani.
Nawawi bin Umar bin Arabi atau Abu Abdul Mu’ti dikenal dengan nama Nawawi al Bantani, lahir di Banten tahun 1813 M dan meninggal tahun 1897 M di Makkah. Nawawi al-Bantani dimakamkan di Ma’la berdekatan dengan makam Siti Khadijah, istri nabi Muhammad Saw. (w. 11 H/ 632 M). Nawawi al-Bantani adalah anak dari Syaikh Umar bin Arabi penghulu masjid agung Banten, merupakan keturunan Sunan Gunung Jati (w. 1568 M) dari Sultan Hasanuddin (w.1570 M).
Nawawi al-Bantani di umur 15 tahun tinggal di Makkah dan Madinah untuk mempelajari ilmu agama islam dan melakukan ibdah haji. Tahun 1831 M, Nawawi al-Bantani pulang ke Banten dan mengajar ilmu agama di pesantren peninggalan orang tuanya. Selama berada di nusantara Nawawi al-Bantani belajar ilmu agama kepada beberapa guru diantaranya Syaikh Muhammad Khatib al Sambasi (w. 1289 H/ 1872 M), Syaikh Abdul Gani Bima dari Nusa Tenggara (w. 1270 H/ 1853-an M), dan tokoh-tokoh lainnya. Akan tetapi, kondisi politik yang terjadi di Banten tidak kondusif akhirnya Nawawi al-Bantani memutuskan kembali dan bermukim di Makkah sampai meninggal.
Nawawi al-Bantani menekuni ilmu agama selama + 30 tahun dan terkenal cerdas. Selama di Makkah, setiap hari Nawawi al-Bantani memberikan pengajian ilmu agama, dan menjadi imam besar di masjidil haram. Selain itu Nawawi al-Bantani terkenal menjadi salah satu ulama besar umat islam internasional, sekaligus menjadi kebanggaan umat Islam khususnya umat islam di Asia Tenggara. Nawawi al-Bantani mendapat berbagai gelar kehormatan seperti sayyid ulama al-Hejaz, mufti, dan faqih.
Nawawi al-Bantani dikategorikan sebagai ulama besar dan anti penjajah. Pandangannya terkait perlawanan pada penjajah tidak dilakukan melalui jalur agresif dan revolusi, tetapi melalui pendidikan. Nawawi al-Bantani dalam setiap kesempatan selalu memberikan penyadaran kepada murid-muridnya, selalu menegakkan kebenaran, dan melawan ketidakadilan terutama yang dilakukan oleh para penjajah.
Tulisan Nawawi al-Bantani memiliki banyak kelebihan dan keistimewaan, sebagaimana dikatakan oleh para peneliti sejarahwan. Diantaranya penggunaan bahasa sederhana dan mampu menghidupkan tulisan, sehingga pembaca mudah memahami dan menjiwai isinya. Tulisan Nawawi al-Bantani sudah tidak asing di negara Timur Tengah, selain sebagai bahan bacaan, juga menjadi bahan materi, dan bahan acuan diberbagai kajian.
Tulisan Nawawi al-Bantani khususnya dalam ilmu kalam diantaranya ialah: fath al-Majid, tijan al-Durari, nur al-Dzulam, al-Futuhat al-Madaniyah, al-Tsumar al-Yaniah, bahjat al-Wasail, kasyifat as-Suja, mirqat al-Su’ud dan lainnya.
Pemikiran Nawawi al-Bantani.
1. Sifat Tuhan.
Nawawi al-Bantani berpandangan bahwa Tuhan memiliki sifat dan dapat diketahui dari perbuatanNya. Hal ini sejalan dengan konsep yang dikemukakan oleh Imam Abu Hasan al-Asyari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi. Selain itu, Nawawi al-Bantani juga menggolongkan sifat Tuhan menjadi tiga, yaitu:
1. Sifat wajib, sifat yang pasti melekat pada Tuhan dan mustahil tidak ada;
2. Sifat mustahil, yaitu sifat yang pasti tidak melekat pada Tuhan dan wajib tidak ada;
3. Sifat mumkin, yaitu sifat yang boleh ada dan tidak ada pada Allah;
2. Iman.
Tashdiq ditetapkan oleh Nawawi sebagai hal utama dan ditempatkan menjadi penentu keimanan dan kekafiran manusia, dibanding ma’rifat dan amal. Nawawi menambahkan bahwa manusia tetap menjadi mukmin walau tidak melaksanakan ketaatan, tetapi hatinya membenarkan dan mengakui eksistensi ajaran yang dibawa nabi Muhammad Saw. Sedangkan yang menolak atau tidak mengakui ajaran tersebut adalah kafir.
3. Perbuatan Tuhan dan Perbuatan Manusia.
Perbuatan manusia berasal dari manusia itu sendiri dengan dibantu dan daya yang diberikan Tuhan dalam dirinya dan alam sekitarnya. Artinya bukan sesuatu yang mustahil bahwa perbuatan manusia, dismping perbuatan Tuhan, yang melakukan suatu perbuatan karena kedua perbuatan tersebut memiliki masingmasing pelakunya. Perbuatan Tuhan kembali (berhubungan, ta’alluq) kepada Tuhan, sedangkan perbuatan manusia kembali (ta’alluq) kepada manusia. Sehingga adanya pahala untuk yang berbua taat dan siksa bagi yang maksiat.
5. Pelaku Dosa Besar.
Pelaku dosa besar menurut pandangan Nawawi al-Bantani dikatakan jika bertaubat akan masuk surga, dan ketika tidak bertaubat diserahkan kepada Tuhan. Karena kehendak memberi ampunan atau tidak hanya Tuhan. Akan tetapi pendosa besar masih sebagai golongan mukmin. Ketika taubatnya seorang muslim tidak diterima maka akan disiksa sesuai kadar dosanya dan ketika sudah menjalankan siksaan atas dosanya, akan dimasukkan ke surga.
6. Kalamullah.
Nawawi membedakan kalamullah dan al-Quran, walaupun memiliki persamaan pada makna yang ditunjuknya. Kalamullah bersifat qadim yang melekat dengan zat Tuhan, dan tidak terdiri dari huruf, kata, suara, ayat, dan sebagainya. Sedangkan al Quran tidak qadim dan terdiri dari huruf, kata, suara, ayat, dan sebagainya.
Secara umum, pemikiran Nawawi al-Bantani mengakui kemahakuasaan Tuhan tetapi tidak sampai pada penisbatan Tuhan yang disandarkan pada manusia. Hal ini menempatkan Nawawi al-Bantani pada posisi tengah-tengah antara teologi qadariyah dan jabariyah.
Nawawi bin Umar bin Arabi atau Abu Abdul Mu’ti dikenal dengan nama Nawawi al Bantani, lahir di Banten tahun 1813 M dan meninggal tahun 1897 M di Makkah. Nawawi al-Bantani dimakamkan di Ma’la berdekatan dengan makam Siti Khadijah, istri nabi Muhammad Saw. (w. 11 H/ 632 M). Nawawi al-Bantani adalah anak dari Syaikh Umar bin Arabi penghulu masjid agung Banten, merupakan keturunan Sunan Gunung Jati (w. 1568 M) dari Sultan Hasanuddin (w.1570 M).
Nawawi al-Bantani di umur 15 tahun tinggal di Makkah dan Madinah untuk mempelajari ilmu agama islam dan melakukan ibdah haji. Tahun 1831 M, Nawawi al-Bantani pulang ke Banten dan mengajar ilmu agama di pesantren peninggalan orang tuanya. Selama berada di nusantara Nawawi al-Bantani belajar ilmu agama kepada beberapa guru diantaranya Syaikh Muhammad Khatib al Sambasi (w. 1289 H/ 1872 M), Syaikh Abdul Gani Bima dari Nusa Tenggara (w. 1270 H/ 1853-an M), dan tokoh-tokoh lainnya. Akan tetapi, kondisi politik yang terjadi di Banten tidak kondusif akhirnya Nawawi al-Bantani memutuskan kembali dan bermukim di Makkah sampai meninggal.
Nawawi al-Bantani menekuni ilmu agama selama + 30 tahun dan terkenal cerdas. Selama di Makkah, setiap hari Nawawi al-Bantani memberikan pengajian ilmu agama, dan menjadi imam besar di masjidil haram. Selain itu Nawawi al-Bantani terkenal menjadi salah satu ulama besar umat islam internasional, sekaligus menjadi kebanggaan umat Islam khususnya umat islam di Asia Tenggara. Nawawi al-Bantani mendapat berbagai gelar kehormatan seperti sayyid ulama al-Hejaz, mufti, dan faqih.
Nawawi al-Bantani dikategorikan sebagai ulama besar dan anti penjajah. Pandangannya terkait perlawanan pada penjajah tidak dilakukan melalui jalur agresif dan revolusi, tetapi melalui pendidikan. Nawawi al-Bantani dalam setiap kesempatan selalu memberikan penyadaran kepada murid-muridnya, selalu menegakkan kebenaran, dan melawan ketidakadilan terutama yang dilakukan oleh para penjajah.
Tulisan Nawawi al-Bantani memiliki banyak kelebihan dan keistimewaan, sebagaimana dikatakan oleh para peneliti sejarahwan. Diantaranya penggunaan bahasa sederhana dan mampu menghidupkan tulisan, sehingga pembaca mudah memahami dan menjiwai isinya. Tulisan Nawawi al-Bantani sudah tidak asing di negara Timur Tengah, selain sebagai bahan bacaan, juga menjadi bahan materi, dan bahan acuan diberbagai kajian.
Tulisan Nawawi al-Bantani khususnya dalam ilmu kalam diantaranya ialah: fath al-Majid, tijan al-Durari, nur al-Dzulam, al-Futuhat al-Madaniyah, al-Tsumar al-Yaniah, bahjat al-Wasail, kasyifat as-Suja, mirqat al-Su’ud dan lainnya.
Pemikiran Nawawi al-Bantani.
1. Sifat Tuhan.
Nawawi al-Bantani berpandangan bahwa Tuhan memiliki sifat dan dapat diketahui dari perbuatanNya. Hal ini sejalan dengan konsep yang dikemukakan oleh Imam Abu Hasan al-Asyari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi. Selain itu, Nawawi al-Bantani juga menggolongkan sifat Tuhan menjadi tiga, yaitu:
1. Sifat wajib, sifat yang pasti melekat pada Tuhan dan mustahil tidak ada;
2. Sifat mustahil, yaitu sifat yang pasti tidak melekat pada Tuhan dan wajib tidak ada;
3. Sifat mumkin, yaitu sifat yang boleh ada dan tidak ada pada Allah;
2. Iman.
Tashdiq ditetapkan oleh Nawawi sebagai hal utama dan ditempatkan menjadi penentu keimanan dan kekafiran manusia, dibanding ma’rifat dan amal. Nawawi menambahkan bahwa manusia tetap menjadi mukmin walau tidak melaksanakan ketaatan, tetapi hatinya membenarkan dan mengakui eksistensi ajaran yang dibawa nabi Muhammad Saw. Sedangkan yang menolak atau tidak mengakui ajaran tersebut adalah kafir.
3. Perbuatan Tuhan dan Perbuatan Manusia.
Perbuatan manusia berasal dari manusia itu sendiri dengan dibantu dan daya yang diberikan Tuhan dalam dirinya dan alam sekitarnya. Artinya bukan sesuatu yang mustahil bahwa perbuatan manusia, dismping perbuatan Tuhan, yang melakukan suatu perbuatan karena kedua perbuatan tersebut memiliki masingmasing pelakunya. Perbuatan Tuhan kembali (berhubungan, ta’alluq) kepada Tuhan, sedangkan perbuatan manusia kembali (ta’alluq) kepada manusia. Sehingga adanya pahala untuk yang berbua taat dan siksa bagi yang maksiat.
5. Pelaku Dosa Besar.
Pelaku dosa besar menurut pandangan Nawawi al-Bantani dikatakan jika bertaubat akan masuk surga, dan ketika tidak bertaubat diserahkan kepada Tuhan. Karena kehendak memberi ampunan atau tidak hanya Tuhan. Akan tetapi pendosa besar masih sebagai golongan mukmin. Ketika taubatnya seorang muslim tidak diterima maka akan disiksa sesuai kadar dosanya dan ketika sudah menjalankan siksaan atas dosanya, akan dimasukkan ke surga.
6. Kalamullah.
Nawawi membedakan kalamullah dan al-Quran, walaupun memiliki persamaan pada makna yang ditunjuknya. Kalamullah bersifat qadim yang melekat dengan zat Tuhan, dan tidak terdiri dari huruf, kata, suara, ayat, dan sebagainya. Sedangkan al Quran tidak qadim dan terdiri dari huruf, kata, suara, ayat, dan sebagainya.
Secara umum, pemikiran Nawawi al-Bantani mengakui kemahakuasaan Tuhan tetapi tidak sampai pada penisbatan Tuhan yang disandarkan pada manusia. Hal ini menempatkan Nawawi al-Bantani pada posisi tengah-tengah antara teologi qadariyah dan jabariyah.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang biografi Nawawi al-Bantani dan karya Nawawi al-Bantani serta pemikiran kalam Nawawi al-Bantani. Sumber buku Ilmu Kalam Kelas XII MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2016. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.