1. Al-Qur'an Surat Ali-‘Imran Ayat 159.
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali-‘Imran: 159)
Kandungan Al-Qur'an Surat Ali-‘Imran Ayat 159.
Ayat ini terkait dengan peristiwa Perang Uhud, dimana para sahabat banyak yang meninggalkan pos-pos yang telah ditentukan dalam peperangan itu, akibatnya umat Islam mengalami kekalahan. Peristiwa ini sebenarnya sangat wajar kalau mengundang emosi manusia untuk marah, Namun Nabi Muhammad Saw masih tetap menunjukkan sikap kelemah-lembutan kepada mereka. Meskipun sebelum peperangan itu Rasulullah Saw bermusyawarah dan menerima usulan-usulan tentangstrategi peperangan dari para sahabatnya, yang lantas kemudian diabaikan hasil kesepakatan itu saat peperangan terjadi dengan meninggalkan pos-posnya masing masing.
Redaksi ayat yang disusul dengan perintah memberi maaf dan seterusnya, maka ayat ini untuk menegaskan bahwa perangai Nabi Muhammad Saw adalah perangai yang sangat luhur, tidak bersikap keras, tidak juga berhati kasar, pemaaf dan bersedia mendengar saran dari orang lain. Itu semua disebabkan karena rahmat Allah Swt kepadanya yang telah mendidiknya sehingga semua faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian beliau disingkirkan.
Al-Qur’an mengajarkan tentang etika dalam menyelesaikan suatu perkara dalam bermusyawarah yaitu mengedepankan cara-cara yang lembut dan santun, tidak berucap dan berlaku kasar apalagi menyakiti perasaan orang yang bermusyawarah. Sebab kalau sikap kerasan dan kasar yang ditunjukkan akan menimbulkan sikap antipati dari orang lain.
Nabi Muhammad Saw mengajarkan dan mendidik umat Islam tentang perangai yang sangat luhur dan mulia, yaitu tidak bersikap kasar dan tidak berhati keras, tetapi berjiwa pemaaf, dan bersedia mendengar saran dari orang lain. Dalam bermusyawarah sangat ditekankan tentang adanya kesediaan mendengar dan menghargai pendapat orang lain, tidak boleh mementingkan idenya sendiri,apalagi sampai memaksa orang lain untuk mengikutinya. Kalaupun ide kita itu sangat baik, tetapi disampaikan denegan cara yang kasar dank eras, maka pihak lain akan menolaknya, maka perlu kesabaran dan kesantunan secara bertahap untuk meyakinkan orang lain agar mereka mau menerima dan mengikutinya.
Kendatipun hasil musyawarah untuk menyelesaikan perselisihan itu sudah dicapai, hendaklah tetap menyandarkan diri dengan bertawakkal kepada Allah Swt agar keputusan yang telah diambil bersama itu tidak menyalahi ketentuanNya dan dimudahkan jalannya oleh Allah Swt dalam melaksanaan hasil keputusan musyawarah tersebut.
Pada ayat ini disebutkan tiga sifat dan sikap secara berurutan disebut dan diperintahkan kepada Nabi Muhammad Saw. untuk dilaksanakan sebelum bermusyawarah. Penyebutan ketiga hal itu, walaupun dari segi konteks turunnya ayat, mempunyai makna tersendiri yang berkaitan dengan Perang Uhud, namun dari segi pelaksanaan dan esensi musyawarah, ia menghiasi diri Rasulullah dan setiap orang yang melakukan musyawarah. Setelah itu, disebutkan lagi satu sikap yang harus diambil setelah adanya hasil musyawarah dan bulanya tekad.
Pertama, Seorang yang melakukan musyawarah, apalagi yang berada dalam posisi pemimpin, yang pertama harus ia hindari adalah tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala, karena jika tidak, maka mitra musyawarah akan bertebaran pergi.
Kedua, dalam musyawarah ditekankan memberi maaf dan membuka lembaran baru. Memaafkan adalah menghapus bekas luka hati akibat perlakuan pihak lain yang dinilai tidak wajar. Ini perlu karena tiada musyawarah tanpa pihak lain, sedangkan kecerahan pikiran hanya hadir bersamaan dengan sirnanya kekeruhan hati. Dalam bermusyawarah harus mempersiapkan mentalnya untuk selalu bersedia memberi maaf, karena boleh jadi ketika melakukan musyawarah terjadi perselisihan pendapat, dan bila mampir ke hati, akan mengeruhkan pikiran bahkan boleh jadi mengubah musyawarah menjadi pertengkaran dan melahirkan konflik baru.
Ketiga, yang harus mengiringi musyawarah adalah permohonan maghfirah dan ampunan Allah Swt. Hal ini dilakukan untuk mencapai hasil yang terbaik dari hasil musyawarah.
2. Al-Qur'an Surat Al-Hujurat Ayat 9 dan 13.
a. Al-Qur'an Surat Al-Hujurat Ayat 9.
"dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Jika salah satu dari keduanya melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai golongan itu kembali pada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepadaperintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil." (QS. Al-Hujurat : 9)
b. Al-Qur'an Surat Al-Hujurat Ayat 13.
"Wahai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al-Hujurat : 13)
Kandungan Al-Qur'an Surat Al-Hujurat Ayat 9 dan 13.
Setelah ayat sebelumnya berbicara tentang bagaimana menghadapi berita-berita yakni keharusan meneliti kebenarannya dan merujuk kepada sumber pertama guna mengetahui yang sebenarnya. Maka pada ayat di atas berbicara tentang perselisihan antara kaum mukminin yang antara lain disebabkan oleh adanya isu yang tidak jelas kebenarannya.Dan jika ada dua kelompok yang telah menyatu secara faktual atau berpotensi untuk menyatu, sedang mereka adalah dari orang-orang mukmin bertikai dalam bentuk sekecil apapun maka damaikanlah antara keduanya.
Ayat di atas memerintahkan untuk melakukan ishlah sebanyak 2 kali. Penyebutan yang kedua dikaitkan kata bil ‘adli, dengan adil. Penyebutan ini menunjukkan tekanan yang lebih keras lagi karena yang kedua telah didahului tindakan pada kelompok yang enggan menerima ishlah yang pertama. Maka diminta dalam menyelesaikan perselisihan tetap mengedepankan solusi keputusan yang se adil-adilnya.
Allah Swt menutup ayat ini dengan kata al-Muqshitin, yakni berarti adil. Maksudnya keadilan yang diterapkan atas dua kelompok atau lebih, keadilan yang menjadikan mereka semua senang. Kata ‘adil itu sendiri bermakna menempatkan segala sesuatu pada tempatnya walau tidak menyenangkan satu pihak. Karena itu, win win solution dapat merupakan salah satu bentuk yang dikandung dari makna Qisth.
Allah Swt senang ditegakkan keadilan walau itu mengakibatkan kerenggangan hubungan antara dua pihak yang berselisih. Tetapi Dia lebih senang lagi jika kebenaran dapat dicapai sekaligus menciptakan hubungan harmonis antara pihak pihak yang tadinya telah berselisih.
Al-Qur’an (surah al-Hujurat: 13) menjelaskan tentang prinsip dasar hubungan antara manusia. Karena itu ayat di atas tidak lagi menggunakan panggilan yang ditujukan kepada orang-orang beriman, tetapi kepada jenis manusia. Ini untuk menegaskan bahwa semua manusia derajat kemanusiaannya sama di sisi Allah Swt. Begitu juga tidak ada perbedaan nilai kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan.
Kesatuan asal usul manusia dengan menunjukkan kesamaan derajatkemanusiaan manusia. Tidak wajar seseorang berbangga dan merasa diri lebih tinggi dari yang lain, bukan saja antar satu bangsa, suku atau warna kulit dengan selainnya, tetapi antara jenis kelamin mereka.
Manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling berta’aruf (mengenal). Mengenal (ta’aruf) secara baik antar individu satu dengan individu lainnya, akan berimplikasi pada pola relasi yang saling menghargai dan menghormati antar sesama sehingga menimbulkan kehidupan yang dialogis dan harmonis.
Kesamaan status kemanusiaan, mendorong manusia untuk berusahalah untuk meningkatkan ketaqwaan agar menjadi yang termulia di sisi Allah Swt.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali-‘Imran: 159)
Kandungan Al-Qur'an Surat Ali-‘Imran Ayat 159.
Ayat ini terkait dengan peristiwa Perang Uhud, dimana para sahabat banyak yang meninggalkan pos-pos yang telah ditentukan dalam peperangan itu, akibatnya umat Islam mengalami kekalahan. Peristiwa ini sebenarnya sangat wajar kalau mengundang emosi manusia untuk marah, Namun Nabi Muhammad Saw masih tetap menunjukkan sikap kelemah-lembutan kepada mereka. Meskipun sebelum peperangan itu Rasulullah Saw bermusyawarah dan menerima usulan-usulan tentangstrategi peperangan dari para sahabatnya, yang lantas kemudian diabaikan hasil kesepakatan itu saat peperangan terjadi dengan meninggalkan pos-posnya masing masing.
Redaksi ayat yang disusul dengan perintah memberi maaf dan seterusnya, maka ayat ini untuk menegaskan bahwa perangai Nabi Muhammad Saw adalah perangai yang sangat luhur, tidak bersikap keras, tidak juga berhati kasar, pemaaf dan bersedia mendengar saran dari orang lain. Itu semua disebabkan karena rahmat Allah Swt kepadanya yang telah mendidiknya sehingga semua faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian beliau disingkirkan.
Al-Qur’an mengajarkan tentang etika dalam menyelesaikan suatu perkara dalam bermusyawarah yaitu mengedepankan cara-cara yang lembut dan santun, tidak berucap dan berlaku kasar apalagi menyakiti perasaan orang yang bermusyawarah. Sebab kalau sikap kerasan dan kasar yang ditunjukkan akan menimbulkan sikap antipati dari orang lain.
Nabi Muhammad Saw mengajarkan dan mendidik umat Islam tentang perangai yang sangat luhur dan mulia, yaitu tidak bersikap kasar dan tidak berhati keras, tetapi berjiwa pemaaf, dan bersedia mendengar saran dari orang lain. Dalam bermusyawarah sangat ditekankan tentang adanya kesediaan mendengar dan menghargai pendapat orang lain, tidak boleh mementingkan idenya sendiri,apalagi sampai memaksa orang lain untuk mengikutinya. Kalaupun ide kita itu sangat baik, tetapi disampaikan denegan cara yang kasar dank eras, maka pihak lain akan menolaknya, maka perlu kesabaran dan kesantunan secara bertahap untuk meyakinkan orang lain agar mereka mau menerima dan mengikutinya.
Kendatipun hasil musyawarah untuk menyelesaikan perselisihan itu sudah dicapai, hendaklah tetap menyandarkan diri dengan bertawakkal kepada Allah Swt agar keputusan yang telah diambil bersama itu tidak menyalahi ketentuanNya dan dimudahkan jalannya oleh Allah Swt dalam melaksanaan hasil keputusan musyawarah tersebut.
Pada ayat ini disebutkan tiga sifat dan sikap secara berurutan disebut dan diperintahkan kepada Nabi Muhammad Saw. untuk dilaksanakan sebelum bermusyawarah. Penyebutan ketiga hal itu, walaupun dari segi konteks turunnya ayat, mempunyai makna tersendiri yang berkaitan dengan Perang Uhud, namun dari segi pelaksanaan dan esensi musyawarah, ia menghiasi diri Rasulullah dan setiap orang yang melakukan musyawarah. Setelah itu, disebutkan lagi satu sikap yang harus diambil setelah adanya hasil musyawarah dan bulanya tekad.
Pertama, Seorang yang melakukan musyawarah, apalagi yang berada dalam posisi pemimpin, yang pertama harus ia hindari adalah tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala, karena jika tidak, maka mitra musyawarah akan bertebaran pergi.
Kedua, dalam musyawarah ditekankan memberi maaf dan membuka lembaran baru. Memaafkan adalah menghapus bekas luka hati akibat perlakuan pihak lain yang dinilai tidak wajar. Ini perlu karena tiada musyawarah tanpa pihak lain, sedangkan kecerahan pikiran hanya hadir bersamaan dengan sirnanya kekeruhan hati. Dalam bermusyawarah harus mempersiapkan mentalnya untuk selalu bersedia memberi maaf, karena boleh jadi ketika melakukan musyawarah terjadi perselisihan pendapat, dan bila mampir ke hati, akan mengeruhkan pikiran bahkan boleh jadi mengubah musyawarah menjadi pertengkaran dan melahirkan konflik baru.
Ketiga, yang harus mengiringi musyawarah adalah permohonan maghfirah dan ampunan Allah Swt. Hal ini dilakukan untuk mencapai hasil yang terbaik dari hasil musyawarah.
2. Al-Qur'an Surat Al-Hujurat Ayat 9 dan 13.
a. Al-Qur'an Surat Al-Hujurat Ayat 9.
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ۖ فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَىٰ فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّىٰ تَفِيءَ إِلَىٰ أَمْرِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا ۖ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
"dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Jika salah satu dari keduanya melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai golongan itu kembali pada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepadaperintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil." (QS. Al-Hujurat : 9)
b. Al-Qur'an Surat Al-Hujurat Ayat 13.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
"Wahai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al-Hujurat : 13)
Kandungan Al-Qur'an Surat Al-Hujurat Ayat 9 dan 13.
Setelah ayat sebelumnya berbicara tentang bagaimana menghadapi berita-berita yakni keharusan meneliti kebenarannya dan merujuk kepada sumber pertama guna mengetahui yang sebenarnya. Maka pada ayat di atas berbicara tentang perselisihan antara kaum mukminin yang antara lain disebabkan oleh adanya isu yang tidak jelas kebenarannya.Dan jika ada dua kelompok yang telah menyatu secara faktual atau berpotensi untuk menyatu, sedang mereka adalah dari orang-orang mukmin bertikai dalam bentuk sekecil apapun maka damaikanlah antara keduanya.
Ayat di atas memerintahkan untuk melakukan ishlah sebanyak 2 kali. Penyebutan yang kedua dikaitkan kata bil ‘adli, dengan adil. Penyebutan ini menunjukkan tekanan yang lebih keras lagi karena yang kedua telah didahului tindakan pada kelompok yang enggan menerima ishlah yang pertama. Maka diminta dalam menyelesaikan perselisihan tetap mengedepankan solusi keputusan yang se adil-adilnya.
Allah Swt menutup ayat ini dengan kata al-Muqshitin, yakni berarti adil. Maksudnya keadilan yang diterapkan atas dua kelompok atau lebih, keadilan yang menjadikan mereka semua senang. Kata ‘adil itu sendiri bermakna menempatkan segala sesuatu pada tempatnya walau tidak menyenangkan satu pihak. Karena itu, win win solution dapat merupakan salah satu bentuk yang dikandung dari makna Qisth.
Allah Swt senang ditegakkan keadilan walau itu mengakibatkan kerenggangan hubungan antara dua pihak yang berselisih. Tetapi Dia lebih senang lagi jika kebenaran dapat dicapai sekaligus menciptakan hubungan harmonis antara pihak pihak yang tadinya telah berselisih.
Al-Qur’an (surah al-Hujurat: 13) menjelaskan tentang prinsip dasar hubungan antara manusia. Karena itu ayat di atas tidak lagi menggunakan panggilan yang ditujukan kepada orang-orang beriman, tetapi kepada jenis manusia. Ini untuk menegaskan bahwa semua manusia derajat kemanusiaannya sama di sisi Allah Swt. Begitu juga tidak ada perbedaan nilai kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan.
Kesatuan asal usul manusia dengan menunjukkan kesamaan derajatkemanusiaan manusia. Tidak wajar seseorang berbangga dan merasa diri lebih tinggi dari yang lain, bukan saja antar satu bangsa, suku atau warna kulit dengan selainnya, tetapi antara jenis kelamin mereka.
Manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling berta’aruf (mengenal). Mengenal (ta’aruf) secara baik antar individu satu dengan individu lainnya, akan berimplikasi pada pola relasi yang saling menghargai dan menghormati antar sesama sehingga menimbulkan kehidupan yang dialogis dan harmonis.
Kesamaan status kemanusiaan, mendorong manusia untuk berusahalah untuk meningkatkan ketaqwaan agar menjadi yang termulia di sisi Allah Swt.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang ayat Al-Qur’an tentang menyelesaikan perselisihan dengan musyawarah dan ta’aruf. Sumber buku Tafsir Ilmu Tafsir Kelas XII MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2016. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.