Al-Qur'an Surat. An-Nisa’: 58-59.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (QS. An-Nisa’: 58)
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa’: 59)
Memahami Isi Kandungan Al-Qur'an Surat An-Nisa’: 58-59.
Ayat ini turun berkaitan dengan Utsman bin Thalhah (Abu Thalhah). Ketika Rasulullah meminta kunci Ka’bah darinya sewaktu penaklukan Mekkah untuk masuk ke dalam ka’bah membersihkan berhala-berhala di dalamnya, kemudian menutupnya kembali dan menyerahkan kunci itu kepadanya. Sambil mengucapkan “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu supaya menunaikan amanah kepada ahlinya”.
Kendatipun ada Sahabat Nabi yang lain memohon kunci itu, tetapi beliau tidak memberikan dan mengembalikan kunci itu kepada yang berhak menerimanya, sebagai penjaga ka’bah.
Kata amanah mempunyai akar kata yang sama dengan kata iman dan aman, sehingga mu’min berarti yang beriman, yang mendatangkan keamanan, juga yang memberi dan menerima amanah. Di dalam tafsir ibnu katsir dijelaskan bahwa amanah ini meliputi ibadah Sholat, Zakat, Puasa, Kifarat dan semua jenis Nazar.
Amanah juga termasuk yang menyangkut hak-hak Allah Swt atas hamba-hamba-Nya yang dipercayakan kepada seseorang yang berupa titipan. Oleh karena suatu titipan hendaknya ditunaikan kepada yang berhak menerimanya.
Ayat ini memerintahkan kepada para penguasa atau pemangku jabatan yang berwenang dalam menetapkan suatu hukum agar menetapkan hukum secara adil, walau terhadap individu atau kelompok yang berseberangan pendapat dengan mereka, kerena keadilan mendekatkan pelakunya kepada ketaqwaan. Obyektifitas hakim menjadi bagian penting dalam memutus perkara. Ketika perkara diputus dengan pertimbangan matang, keadilan dapat ditegakkan.
Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa wajiblah atas penguasa menyerahkan suatu tugas dari tugas-tugas kaum Muslimin kepada orang yang cakap/kompeten untuk melaksanakan pekerjaan itu. Sebab Rasulullah menyatakan
” Barang siapa memegang kuasa dari suatu urusan kaum Muslimin, lalu ia berikan satu jabatan kepada seseorang, padaha; ia tahu bahwa ada lagi orang yang lebih cakap untuk kaum Muslimin daripada orang yang diangkatnya itu, maka berkhianatlah ia kepada Allah dan Rasul-Nya dan kaum Muslimin”.(HR. Al-Hakim)
Pemimpin harus menyadari bahwa kepemimpinan yang dijalankan itu tidak semata-mata disaksikan oleh publik (rakyat yang dipimpinnya), tetapi Allah pun melihat bagaimana pemimpin itu melaksanakan tugas dan kewajibannya. Karena itu, sudah seharusnya pemimpin menyandarkan dirinya dan memohon bimbingan kepada Tuhan.
Al-Qur'an Surat. An-Nisa’: 144.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?” (QS. An-Nisa’: 144)
Memahami Isi Kandungan Al-Qur'an Surat An-Nisa’: 144.
Dalam kaitan dengan ayat 144 surat An Nisa’ ini, fokus pembahasan adalah larangan terhadap orang kafir sebagai pemimpin umat Islam jika masih ada dari muslim yang dapat dijadikan pemimpin. Ayat ini merupakan kecaman keras bagi yang menjadikan orang-orang kafir teman-teman akrab, tempat menyimpan rahasia dan termasuk mengangkat mereka menjadi pemimpinnya orang-orang beriman.
Sesungguhnya agama Islam tidak melarang dalam bergaul secara harmonis dan wajar atau bahkan memberi bantuan kemanusiaan terhadap orang kafir. Allah membolehkan kaum muslimin bersedekah untuk non muslim dan menjanjikan ganjaran untuk yang bersedekah.
Menurut Al Raghib Al-Ishfahaniy, kafir yang terbesar adalah kekafiran dengan tidak mempercayai keesaan Tuhan, syariat dan kenabian para rasul-Nya. Selain kekafiran tersebut Al Qur’an juga menggunakan beberapa istilah yang dapat dikategorikan sebagai bentuk kekafiran, diantaranya ; mengingkari keesaan Allah dan kerasulan Nabi SAW. (QS. Saba’ (34):3), tidak mensyukuri nikmat Allah, seperti pada QS. Ibrahim (14):7, tidak mengamalkan tuntunan Ilahi walau mempercayainya, seperti QS. Al Baqarah (2): 85
Baca Juga :
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang kandungan Al-Qur’an surat An-Nisa’ Ayat 58-59 dan 144 tentang kepemimpinan. Semoga kita di jauhkan dari pemimpin yang tidak amanah. Aamiin. Sumber Tafsir Ilmu Tafsir Kementerian Agama Republik Indonesia, 2016. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (QS. An-Nisa’: 58)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa’: 59)
Memahami Isi Kandungan Al-Qur'an Surat An-Nisa’: 58-59.
Ayat ini turun berkaitan dengan Utsman bin Thalhah (Abu Thalhah). Ketika Rasulullah meminta kunci Ka’bah darinya sewaktu penaklukan Mekkah untuk masuk ke dalam ka’bah membersihkan berhala-berhala di dalamnya, kemudian menutupnya kembali dan menyerahkan kunci itu kepadanya. Sambil mengucapkan “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu supaya menunaikan amanah kepada ahlinya”.
Kendatipun ada Sahabat Nabi yang lain memohon kunci itu, tetapi beliau tidak memberikan dan mengembalikan kunci itu kepada yang berhak menerimanya, sebagai penjaga ka’bah.
Kata amanah mempunyai akar kata yang sama dengan kata iman dan aman, sehingga mu’min berarti yang beriman, yang mendatangkan keamanan, juga yang memberi dan menerima amanah. Di dalam tafsir ibnu katsir dijelaskan bahwa amanah ini meliputi ibadah Sholat, Zakat, Puasa, Kifarat dan semua jenis Nazar.
Amanah juga termasuk yang menyangkut hak-hak Allah Swt atas hamba-hamba-Nya yang dipercayakan kepada seseorang yang berupa titipan. Oleh karena suatu titipan hendaknya ditunaikan kepada yang berhak menerimanya.
Ayat ini memerintahkan kepada para penguasa atau pemangku jabatan yang berwenang dalam menetapkan suatu hukum agar menetapkan hukum secara adil, walau terhadap individu atau kelompok yang berseberangan pendapat dengan mereka, kerena keadilan mendekatkan pelakunya kepada ketaqwaan. Obyektifitas hakim menjadi bagian penting dalam memutus perkara. Ketika perkara diputus dengan pertimbangan matang, keadilan dapat ditegakkan.
Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa wajiblah atas penguasa menyerahkan suatu tugas dari tugas-tugas kaum Muslimin kepada orang yang cakap/kompeten untuk melaksanakan pekerjaan itu. Sebab Rasulullah menyatakan
” Barang siapa memegang kuasa dari suatu urusan kaum Muslimin, lalu ia berikan satu jabatan kepada seseorang, padaha; ia tahu bahwa ada lagi orang yang lebih cakap untuk kaum Muslimin daripada orang yang diangkatnya itu, maka berkhianatlah ia kepada Allah dan Rasul-Nya dan kaum Muslimin”.(HR. Al-Hakim)
Pemimpin harus menyadari bahwa kepemimpinan yang dijalankan itu tidak semata-mata disaksikan oleh publik (rakyat yang dipimpinnya), tetapi Allah pun melihat bagaimana pemimpin itu melaksanakan tugas dan kewajibannya. Karena itu, sudah seharusnya pemimpin menyandarkan dirinya dan memohon bimbingan kepada Tuhan.
Al-Qur'an Surat. An-Nisa’: 144.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۚ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?” (QS. An-Nisa’: 144)
Memahami Isi Kandungan Al-Qur'an Surat An-Nisa’: 144.
Dalam kaitan dengan ayat 144 surat An Nisa’ ini, fokus pembahasan adalah larangan terhadap orang kafir sebagai pemimpin umat Islam jika masih ada dari muslim yang dapat dijadikan pemimpin. Ayat ini merupakan kecaman keras bagi yang menjadikan orang-orang kafir teman-teman akrab, tempat menyimpan rahasia dan termasuk mengangkat mereka menjadi pemimpinnya orang-orang beriman.
Sesungguhnya agama Islam tidak melarang dalam bergaul secara harmonis dan wajar atau bahkan memberi bantuan kemanusiaan terhadap orang kafir. Allah membolehkan kaum muslimin bersedekah untuk non muslim dan menjanjikan ganjaran untuk yang bersedekah.
Menurut Al Raghib Al-Ishfahaniy, kafir yang terbesar adalah kekafiran dengan tidak mempercayai keesaan Tuhan, syariat dan kenabian para rasul-Nya. Selain kekafiran tersebut Al Qur’an juga menggunakan beberapa istilah yang dapat dikategorikan sebagai bentuk kekafiran, diantaranya ; mengingkari keesaan Allah dan kerasulan Nabi SAW. (QS. Saba’ (34):3), tidak mensyukuri nikmat Allah, seperti pada QS. Ibrahim (14):7, tidak mengamalkan tuntunan Ilahi walau mempercayainya, seperti QS. Al Baqarah (2): 85
Baca Juga :
- Isi Kandungan Al-Qur’an Surat Ali Imran Ayat 26 Tentang Kepemimpinan
- Kandungan Al-Qur'an Surat Al-Ma’idah: 56-57 dan Surat At-Taubah: 71 Tentang Kepemimpinan
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang kandungan Al-Qur’an surat An-Nisa’ Ayat 58-59 dan 144 tentang kepemimpinan. Semoga kita di jauhkan dari pemimpin yang tidak amanah. Aamiin. Sumber Tafsir Ilmu Tafsir Kementerian Agama Republik Indonesia, 2016. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.