Perbuatan manusia adalah suatu hal yang diciptakan oleh dirinya sendiri dan pada orang lain yang sehat akal dan panca inderanya. Hal ini berbanding terbalik ketika dihadapkan pada satu keyakinan bahwa Allah Swt. menciptakan alam semesta, termasuk di dalamnya adalah manusia sendiri. Tuhan bersifat maha kuasa dan memiliki kehendak yang bersifat mutlak. Berikut ini adalah pandangan aliran kalam mengenai perbuatan manusia.
Aliran Jabariyah.
Aliran jabariyah terbagi ke dalam dua sekte aliran dalam memandang perbuatan manusia. Kedua aliran ini memiliki pandangan masing-masing mengenai perbuatan manusia ini. Kedua aliran tersebut adalah:
Aliran Jabariyah Ekstrim.
Aliran jabariyah ekstrim ini dipimpin oleh Jahm Ibn Safwan. Aliran ini berpendapat, bahwa segala perbuatan manusia bukanlah merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi kemauan yang dipaksakan atas dirinya karena tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak memunyai pilihan sendiri.
Dapat dipahami bahwa aliran ini menganggap semua yang dilakukan oleh manusia adalah berdasarkan kehendak tuhan, baik itu berupa perbuatan baik, seperti mebayar zakat, infaq, ataupun sedekah, maupun perbuatan jahat seperti mencuri, mabuk-mabukan, dan lain-lain. Semua perbuatan tersebut tidak lahir karena kehendak manusia sendiri, melainkan timbul karena kehendak tuhan melalui qada dan qadar tuhan.
Aliran Jabariyah Moderat.
Sedikit berbeda dengan aliran jabariyah ekstrim, aliran jabariyah moderat yang dibawa oleh al-Husain Ibn Muhammad al-Najjar berpendapat bahwa tuhanlah yang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai peranan di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Paham ini kemudian dinamakan kasb atau acquisition.
Menurut paham kasb manusia tidaklah seperti wayang yang hanya bisa digerakkan oleh dalang, dan bukan merupakan pencipta perbuatan, tetapi manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya. Menurut aliran ini, manusia tidak semata-mata dipaksa dalam mewujudkan perbuatannya, melainkan manusia dengan tuhan bekerja bersama dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan manusia.
Pendapat aliran jabariyah ini berpijak pada al-Qur’an, salah satunya dalam surah al-Shaffat ayat 96:
Artinya: "Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat." (QS.al-Shaffat: 96)
Aliran Qadariyah Aliran qadariyah berpendapat bahwa segala perbuatan manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Hal ini dikarenakan manusia memiliki kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Manusia mempunyai kebebasan untuk melakukan perbuatannya, baik itu berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, manusia berhak mendapatkan balasan pahala atas kebaikan yang ia perbuat dan berhak mendapatkan hukuman atas kejahatan yang mereka perbuat.
Aliran qadariyah berpendapat bahwa semua perbuatan manusia adalah pilihannya sendiri, bukan kehendak atau takdir tuhan. Qadariyah tidak menyatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu semenjak zaman azal.
Aliran qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat menyandarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan tuhan. Banyak ayat yang mendukung pendapat ini, misalnya dalam surah al-Kahfi ayat 29:
"Dan katakanlah: «Kebenaran itu datangnya dari tuhanmu; Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir». Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek”. (QS. al-Kahfi: 29)
Dalam surah al-Ra’d ayat 11:
Artinya: "Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia." (QS. al-Ra’d:11)
Aliran Mu’tazilah.
Aliran mu’tazilah sepaham dengan aliran qadariyah dalam persoalan perbuatan manusia, dimana mereka memandang bahwa tuhan memiliki sifat bijaksana dan adil, maka tidak mungkin Ia berbuat jahat dan zalim. Oleh karena itu, tuhan tidak mungkin menghendaki manusia untuk berbuat jahat dan bertentangan dengan apa yang diperintahklanNya. Perbuatan manusia tidak diciptakan oleh tuhan, melainkan manusia sendirilah yang mewujudkan perbuatan baik atau jahatnya.
Dengan demikian, segala balasan yang ditimbulkan atas perbuatan tersebut menjadi tanggung jawab manusia. Aliran mu’tazilah menetang keras pendapat yang menyatakan bahwa tuhan menciptaklan perbuatan manusia, karena ia berpendapat bahwa tidak akan mungkin dalam satu perbuatan akan ada dua daya yang menentukan.
Dalam paham ini, aliran mu’tazilah mengakui tuhan sebagai pencipta awal, sedangkan manusia berperan sebagai pihak yang berkreasi untuk merubah bentuknya. Untuk membela pahamnya, mereka mengungkapkan firman Allah dalam surah al-Sajdah (32) ayat:7:
Artinya: "Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah." (QS. al-Sajdah: 7)
Kata ahsana pada ayat di atas bermakna bahwa semua perbuatan tuhan adalah baik. Dengan demikian perbuatan manusia bukan perbuatan tuhan, karena di antara perbuatan manusia ada perbuatan jahat.
Disamping argumentasi naqliyah (dalil naqli) di atas, aliran ini mengungkapkan argumentasi rasional (dalil ‘aqli) sebagai berikut:
1. Apabila Allah menciptakan perbuatan manusia, sedangkan manusia sendiri tidak mempunyai perbuatan, batallah taklif syar’i. Karena syariat adalah ungkapan perintah dan larangan thalab, pemenuhan thalab tidak terlepas dari kemampuan, kebebasan, dan pilihan.
2. Apabila manusia tidak bebas untuk melakukan perbuatannya. Runtuhlah teori pahala dan hukuman yang muncul dari konsep paham al-wa’d wa al-wa’id (janji dan ancaman). Hal ini karena perbuatan itu menjadi tidak dapat disandarkan kepadanya secara mutlak sehingga berkonsekuensi pujian atau celaan.
3. Apabila manusia tidak mempunyai kebebasan dan pilihan, pengutusan para nabi tidak ada gunanya sama sekali. Bukankah tujuan pengutusan itu adalah dakwah dan dakwah harus dibarengi dengan kebebasan pilihan?
Dari paham di atas, aliran mu’tazilah berpendapat bahwa manusia terlibat dalam penentuan ajal, karena ajal ada dua macam. Pertama ajal al-ajal al-thabi’i, yang dipandang oleh aliran mu’tazilah sebagai kekuasaan mutlak tuhan untuk menentukannya; Kedua ajal yang dibuat oleh manusia itu sendiri, misalnya membunuh seseorang atau bunuh diri di tiang gantungan atau minum racun. Ajal ini bisa dipercepat atau diperlambat.
Aliran Asy'ariyah.
Pendapat al-Asy’ari mengenai perbuatan manusia lebih dekat dan cenderung mirip dengan aliran jabariyah. Perbuatan-perbuatan manusia bukanlah diwujudkan oleh manusia sendiri. Al-Asy’ari menempatkan manusia pada posisi yang lemah, yang tidak memiliki daya untuk memilih apa yang akan dilakukannya.
Asy'ariyah menggunakan teori kasb yang berarti segala sesuatu terjadi berdasarkan kehendak dari Allah, karena manusia tidak memiliki daya untuk memerintah. Argumen yang digunakan oleh alAsy’ari untuk membela keyakinannya adalah QS. al-Shaffat (37) ayat 96:
Artinya: "Padahal Allahlah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu." (QS. alShaffat: 96)
Paham al-Asy’ari berpendapat bahwa perbuatan bisa terwujud dengan dua daya, yakni daya manusia dan daya tuhan. Namun daya yang lebih efektif dalam perbuatan manusia adalah daya tuhan. Sebagaimana dengan kata wa ma ta’malun pada ayat di atas, diartikan al-Asy’ari dengan apa yang kamu perbuat dan bukan apa yang kamu buat.
Dengan demikian ayat ini mengandung arti Allah menciptakan kamu dan perbuatanperbuatanmu. Dengan kata lain dalam aliran Asy'ariyah yang mewujudkan kasb atau perbuatan manusia adalah tuhan.
Aliran Maturidiyah.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa aliran al-Maturidiyah terbagi ke dalam dua golongan dalam pembahasan ilmu kalam, yakni aliran Maturidiyah samarkand dan Maturidiyah bukhara. Kedua aliran ini juga mengemukakan pendapat yang berbeda mengenai perbuatan manusia:
Maturidiyah Samarkand.
Aliran Maturidiyah samarkhand berpendapat bahwa perbuatan manusia adalah ciptaan tuhan, karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan tuhan. Dalam perbuatan manusia, aliran maturidiayah memberikan perhatian khusus bahwa kebijaksanaan dan keadilan tuhan menghendaki manusia harus memiliki kemampuan berbuat (ikhtiar), agar kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakan.
Aliran Maturidiyah samarkand mempertemukan antara perbuatan manusia sebagai qudrat tuhan dengan ikhtiar manusia. Hal ini berarti bahwa Allah menciptakan daya pada manusia untuk digunakan dengan sebebas-bebasnya. Daya tersebut diciptakan bersamaan dengan perbuatan manusia.
Maturidiyah Bukhara.
Aliran Maturidiyah bukhara yang dipimpin oleh al-Bazdawi menyatakan bahwa perbuatan manusia bukanlah perbuatan tuhan, akan tetapi perbuatan manusia adalah ciptaan tuhan. Perbuatan tuhan adalah menjadikan dan mewujudkan sedangkan yang melakukan perbuatan adalah manusia.
Al-Bazdawi menyatakan bahwa manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan, hanya tuhanlah yang dapat menciptakan, dan manusia hanya dapat melakukan perbuatan yang telah diciptakan tuhan baginya.
Aliran Jabariyah.
Aliran jabariyah terbagi ke dalam dua sekte aliran dalam memandang perbuatan manusia. Kedua aliran ini memiliki pandangan masing-masing mengenai perbuatan manusia ini. Kedua aliran tersebut adalah:
Aliran Jabariyah Ekstrim.
Aliran jabariyah ekstrim ini dipimpin oleh Jahm Ibn Safwan. Aliran ini berpendapat, bahwa segala perbuatan manusia bukanlah merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi kemauan yang dipaksakan atas dirinya karena tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak memunyai pilihan sendiri.
Dapat dipahami bahwa aliran ini menganggap semua yang dilakukan oleh manusia adalah berdasarkan kehendak tuhan, baik itu berupa perbuatan baik, seperti mebayar zakat, infaq, ataupun sedekah, maupun perbuatan jahat seperti mencuri, mabuk-mabukan, dan lain-lain. Semua perbuatan tersebut tidak lahir karena kehendak manusia sendiri, melainkan timbul karena kehendak tuhan melalui qada dan qadar tuhan.
Aliran Jabariyah Moderat.
Sedikit berbeda dengan aliran jabariyah ekstrim, aliran jabariyah moderat yang dibawa oleh al-Husain Ibn Muhammad al-Najjar berpendapat bahwa tuhanlah yang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai peranan di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Paham ini kemudian dinamakan kasb atau acquisition.
Menurut paham kasb manusia tidaklah seperti wayang yang hanya bisa digerakkan oleh dalang, dan bukan merupakan pencipta perbuatan, tetapi manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya. Menurut aliran ini, manusia tidak semata-mata dipaksa dalam mewujudkan perbuatannya, melainkan manusia dengan tuhan bekerja bersama dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan manusia.
Pendapat aliran jabariyah ini berpijak pada al-Qur’an, salah satunya dalam surah al-Shaffat ayat 96:
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: "Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat." (QS.al-Shaffat: 96)
Aliran Qadariyah Aliran qadariyah berpendapat bahwa segala perbuatan manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Hal ini dikarenakan manusia memiliki kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Manusia mempunyai kebebasan untuk melakukan perbuatannya, baik itu berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, manusia berhak mendapatkan balasan pahala atas kebaikan yang ia perbuat dan berhak mendapatkan hukuman atas kejahatan yang mereka perbuat.
Aliran qadariyah berpendapat bahwa semua perbuatan manusia adalah pilihannya sendiri, bukan kehendak atau takdir tuhan. Qadariyah tidak menyatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu semenjak zaman azal.
Aliran qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat menyandarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan tuhan. Banyak ayat yang mendukung pendapat ini, misalnya dalam surah al-Kahfi ayat 29:
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ ۚ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا ۚ وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ ۚ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا
"Dan katakanlah: «Kebenaran itu datangnya dari tuhanmu; Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir». Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek”. (QS. al-Kahfi: 29)
Dalam surah al-Ra’d ayat 11:
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ ۚ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
Artinya: "Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia." (QS. al-Ra’d:11)
Aliran Mu’tazilah.
Aliran mu’tazilah sepaham dengan aliran qadariyah dalam persoalan perbuatan manusia, dimana mereka memandang bahwa tuhan memiliki sifat bijaksana dan adil, maka tidak mungkin Ia berbuat jahat dan zalim. Oleh karena itu, tuhan tidak mungkin menghendaki manusia untuk berbuat jahat dan bertentangan dengan apa yang diperintahklanNya. Perbuatan manusia tidak diciptakan oleh tuhan, melainkan manusia sendirilah yang mewujudkan perbuatan baik atau jahatnya.
Dengan demikian, segala balasan yang ditimbulkan atas perbuatan tersebut menjadi tanggung jawab manusia. Aliran mu’tazilah menetang keras pendapat yang menyatakan bahwa tuhan menciptaklan perbuatan manusia, karena ia berpendapat bahwa tidak akan mungkin dalam satu perbuatan akan ada dua daya yang menentukan.
Dalam paham ini, aliran mu’tazilah mengakui tuhan sebagai pencipta awal, sedangkan manusia berperan sebagai pihak yang berkreasi untuk merubah bentuknya. Untuk membela pahamnya, mereka mengungkapkan firman Allah dalam surah al-Sajdah (32) ayat:7:
الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ ۖ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنْسَانِ مِنْ طِينٍ
Artinya: "Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah." (QS. al-Sajdah: 7)
Kata ahsana pada ayat di atas bermakna bahwa semua perbuatan tuhan adalah baik. Dengan demikian perbuatan manusia bukan perbuatan tuhan, karena di antara perbuatan manusia ada perbuatan jahat.
Disamping argumentasi naqliyah (dalil naqli) di atas, aliran ini mengungkapkan argumentasi rasional (dalil ‘aqli) sebagai berikut:
1. Apabila Allah menciptakan perbuatan manusia, sedangkan manusia sendiri tidak mempunyai perbuatan, batallah taklif syar’i. Karena syariat adalah ungkapan perintah dan larangan thalab, pemenuhan thalab tidak terlepas dari kemampuan, kebebasan, dan pilihan.
2. Apabila manusia tidak bebas untuk melakukan perbuatannya. Runtuhlah teori pahala dan hukuman yang muncul dari konsep paham al-wa’d wa al-wa’id (janji dan ancaman). Hal ini karena perbuatan itu menjadi tidak dapat disandarkan kepadanya secara mutlak sehingga berkonsekuensi pujian atau celaan.
3. Apabila manusia tidak mempunyai kebebasan dan pilihan, pengutusan para nabi tidak ada gunanya sama sekali. Bukankah tujuan pengutusan itu adalah dakwah dan dakwah harus dibarengi dengan kebebasan pilihan?
Dari paham di atas, aliran mu’tazilah berpendapat bahwa manusia terlibat dalam penentuan ajal, karena ajal ada dua macam. Pertama ajal al-ajal al-thabi’i, yang dipandang oleh aliran mu’tazilah sebagai kekuasaan mutlak tuhan untuk menentukannya; Kedua ajal yang dibuat oleh manusia itu sendiri, misalnya membunuh seseorang atau bunuh diri di tiang gantungan atau minum racun. Ajal ini bisa dipercepat atau diperlambat.
Aliran Asy'ariyah.
Pendapat al-Asy’ari mengenai perbuatan manusia lebih dekat dan cenderung mirip dengan aliran jabariyah. Perbuatan-perbuatan manusia bukanlah diwujudkan oleh manusia sendiri. Al-Asy’ari menempatkan manusia pada posisi yang lemah, yang tidak memiliki daya untuk memilih apa yang akan dilakukannya.
Asy'ariyah menggunakan teori kasb yang berarti segala sesuatu terjadi berdasarkan kehendak dari Allah, karena manusia tidak memiliki daya untuk memerintah. Argumen yang digunakan oleh alAsy’ari untuk membela keyakinannya adalah QS. al-Shaffat (37) ayat 96:
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: "Padahal Allahlah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu." (QS. alShaffat: 96)
Paham al-Asy’ari berpendapat bahwa perbuatan bisa terwujud dengan dua daya, yakni daya manusia dan daya tuhan. Namun daya yang lebih efektif dalam perbuatan manusia adalah daya tuhan. Sebagaimana dengan kata wa ma ta’malun pada ayat di atas, diartikan al-Asy’ari dengan apa yang kamu perbuat dan bukan apa yang kamu buat.
Dengan demikian ayat ini mengandung arti Allah menciptakan kamu dan perbuatanperbuatanmu. Dengan kata lain dalam aliran Asy'ariyah yang mewujudkan kasb atau perbuatan manusia adalah tuhan.
Aliran Maturidiyah.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa aliran al-Maturidiyah terbagi ke dalam dua golongan dalam pembahasan ilmu kalam, yakni aliran Maturidiyah samarkand dan Maturidiyah bukhara. Kedua aliran ini juga mengemukakan pendapat yang berbeda mengenai perbuatan manusia:
Maturidiyah Samarkand.
Aliran Maturidiyah samarkhand berpendapat bahwa perbuatan manusia adalah ciptaan tuhan, karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan tuhan. Dalam perbuatan manusia, aliran maturidiayah memberikan perhatian khusus bahwa kebijaksanaan dan keadilan tuhan menghendaki manusia harus memiliki kemampuan berbuat (ikhtiar), agar kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakan.
Aliran Maturidiyah samarkand mempertemukan antara perbuatan manusia sebagai qudrat tuhan dengan ikhtiar manusia. Hal ini berarti bahwa Allah menciptakan daya pada manusia untuk digunakan dengan sebebas-bebasnya. Daya tersebut diciptakan bersamaan dengan perbuatan manusia.
Maturidiyah Bukhara.
Aliran Maturidiyah bukhara yang dipimpin oleh al-Bazdawi menyatakan bahwa perbuatan manusia bukanlah perbuatan tuhan, akan tetapi perbuatan manusia adalah ciptaan tuhan. Perbuatan tuhan adalah menjadikan dan mewujudkan sedangkan yang melakukan perbuatan adalah manusia.
Al-Bazdawi menyatakan bahwa manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan, hanya tuhanlah yang dapat menciptakan, dan manusia hanya dapat melakukan perbuatan yang telah diciptakan tuhan baginya.
Sumber Ilmu Kalam Kelas XII MA, Kementerian Agama Republik Indonesia
Referensi dari buku apa yah..mnta tolong dong dicantumin footnoot, biar bacaan kita gak buta.saran.
BalasHapusBuku Ilmu Kalam Kelas XII Madrasah Aliyah Kementerian Agama Republik Indonesia, Hal 29-34 Tahun 2016
Hapus