Islam dibangun atas tiga hal, yatu, iman, islam dan ihsan. Bila ilmu akidah berujung pada peningkatan keimanan seseorang, ilmu fiqih mengkaji syariat islam, maka tasawuf menaruh perhatian pada maqam ihsan.
Sebagaimana disabdakan oleh Nabi dari Sayyidina Umar RA.,
“ihsan adalah engkau menyembah Allah seperti melihatnya. Apabila engkau tidak mampu melihatnya, sesungguhnya Dia melihatmu” (HR. Muslim).
Dari hadits di atas menjadi jelas bahwa tasawuf adalah suatu jalan atau metode yang harus dilalui seseorang untuk menuju dan mengenal Allah Swt. Sehingga sampai pada maqom ihsan sebagaimana hadits di atas.
Jalan yang dimaksud adalah kesungguhan dalam beribadah, menjauhkan diri dari maksiat, menempa jiwa dengan pelbagai latihan olah jiwa dan mensucikan diri dengan akhlak yang mulia semata-mata menggapai ridlo Allah Swt.
Ada banyak kitab yang menjelaskan tentang tasawuf, seperti; al-Hikam karya Ibnu ‘Ataillah As-Sakkandari, Ihya Ulumiddin karya Al-Ghozali, Risalah Qusairiyyah karya Imam Al-Qusyairi, Qowaid at-Tasawuf karya Syekh Ahmad Zaruq dan kitab-kitab lainnya.
Peranan tasawuf dalam kehidupan modern ini sangat penting dalam rangka mengembalikan manusia kepada fitrahnya yang suci. Problematika masyarakat modern yang cenderung meletakkan dunia sebagai tujuan finalnya perlahan harus dikikis dan dihilangkan. Sebab ternyata hal tersebut tidak menghilangkan masalah yang mereka hadapi, justru menjerembabkan mereka pada persoalan yang lebih fundamental, yaitu keringnya spiritiual dan gangguan kejiwaan yang akut.
Dibuktikan dengan semakin tingginya angka kriminalitas, stress, frustasi, bahkan bunuh diri. Persoalan rumah tangga yang ditandai dengan tingginya angka perceraian, seks bebas dan kehamilan pra nikah yang semakin massif menambah karut marutnya persoalan masyarakat dewasa ini. Ironisnya, banyak rumah ibadah yang semakin sepi ditinggalkan penghuninya.
Namun persoalan tersebut mulai disadari oleh sebagian masyarakat, dibuktikan dengan semakin banyaknya majelis taklim dan majelis dzikir sebagai respon atas kerinduan terhadap kembalinya identitas mereka sebagai seorang muslim sejati.
Tasawuf sebagai sebuah ajaran untuk mensucikan harus dihadirkan di tengah masyarakat. Membiasakan diri mengikuti majelis dzikir maupun majelis ilmu akan membuat hati seseorang menjadi tenang. Sebagaimana firman Allah Swt.
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Rad : 28).
Hati yang tenang dan selalu mengingat Allah akan membuat perilaku seseorang menjadi terkendali. faktor-faktor yang membuat seseorang menjadi ‘buas’ dengan sendirinya akan tereliminir. Karena itu, ulama menyatakan bahwa dzikir adalah sarapan terbaik untuk hati. Rasulullah pun senantiasa membiasakan berdzikir usai shalat subuh.
Selain dzikir, tasawuf juga menekankan pada aspek melakukan amal apapun (walau terlihat berdimensi dunia) semata-mata menggapai ridlo Allah Swt. Tidak mengherankan, bagi seorang sufi ibadah sosial (ghoiru mahdoh) juga berdimensi akhirat manakala di niatkan karena Allah Swt.
Sebagai contoh yang dilakukan oleh al-Ghozali ketika membiarkan lalat menghisap tinta yang biasa digunakannya menulis hingga puas. Dalam mimpinya, amal tersebut menambah catatan amal baiknya secara signifikan, bahkan lebih besar dari amal-amal sunnah lainnya.
Rasul juga menyampaikan jaminan betapa dekatnya baginda di surga (sambil memberikan isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah) dengan mukmin yang mau menanggung hidup anak-anak yatim. Demikian prinsip tasawuf dimanifestasikan pada ibadah sosial, apalagi pada ibadah fardlu! Tentu harus lebih kita jaga lagi.
Perilaku Masyarakat Modern.
Dengan memahami ajaran Islam mengenai tasawuf pada masyarakat modern, maka seharusnya kita memiliki sikap sebagai berikut:
1. Memahami dan melaksanakan konsep-konsep tasawuf pada masa modern.
2. Di tengah-tengah hiruk pikuknya masayarakat modern, dengan ditandai munculnya gaya hidup hedonisme, matrialisme, konsumerisme, tasawuf harus menunjukan kontribusinya agar masarakat tidak terjerumas dalam gaya hidup tersebut. Kontribusi tersebut berupa penguatan aktifitas hidup seseorang untuk diniatkan sebagai ibadah kepada Allah. Artinya, dunia harus dijadikan alat untuk menggapai ridho Allah Swt.
Misalkan mencari harta di dunia ini dapat menjadi ibadah apabila kita sandarkan kepada hadits rasul,
”mencari harta yang halal itu diwajibkan atas setiap muslim” (HR. ibnu Mas’ud).
Dengan memahami substansi hadits ini, seorang sufi akan berhati-hati dalam mencari harta sekaligus menggunakan hartanya. Mereka pasti akan meninggalkan sesuatu yang syubhat dan haram.
Sumber, Buku Siswa Akhlak Tasawuf Kelas XII MA, Kementerian Agama Republik Indonesia.
Sebagaimana disabdakan oleh Nabi dari Sayyidina Umar RA.,
“ihsan adalah engkau menyembah Allah seperti melihatnya. Apabila engkau tidak mampu melihatnya, sesungguhnya Dia melihatmu” (HR. Muslim).
Dari hadits di atas menjadi jelas bahwa tasawuf adalah suatu jalan atau metode yang harus dilalui seseorang untuk menuju dan mengenal Allah Swt. Sehingga sampai pada maqom ihsan sebagaimana hadits di atas.
Jalan yang dimaksud adalah kesungguhan dalam beribadah, menjauhkan diri dari maksiat, menempa jiwa dengan pelbagai latihan olah jiwa dan mensucikan diri dengan akhlak yang mulia semata-mata menggapai ridlo Allah Swt.
Ada banyak kitab yang menjelaskan tentang tasawuf, seperti; al-Hikam karya Ibnu ‘Ataillah As-Sakkandari, Ihya Ulumiddin karya Al-Ghozali, Risalah Qusairiyyah karya Imam Al-Qusyairi, Qowaid at-Tasawuf karya Syekh Ahmad Zaruq dan kitab-kitab lainnya.
Peranan tasawuf dalam kehidupan modern ini sangat penting dalam rangka mengembalikan manusia kepada fitrahnya yang suci. Problematika masyarakat modern yang cenderung meletakkan dunia sebagai tujuan finalnya perlahan harus dikikis dan dihilangkan. Sebab ternyata hal tersebut tidak menghilangkan masalah yang mereka hadapi, justru menjerembabkan mereka pada persoalan yang lebih fundamental, yaitu keringnya spiritiual dan gangguan kejiwaan yang akut.
Dibuktikan dengan semakin tingginya angka kriminalitas, stress, frustasi, bahkan bunuh diri. Persoalan rumah tangga yang ditandai dengan tingginya angka perceraian, seks bebas dan kehamilan pra nikah yang semakin massif menambah karut marutnya persoalan masyarakat dewasa ini. Ironisnya, banyak rumah ibadah yang semakin sepi ditinggalkan penghuninya.
Namun persoalan tersebut mulai disadari oleh sebagian masyarakat, dibuktikan dengan semakin banyaknya majelis taklim dan majelis dzikir sebagai respon atas kerinduan terhadap kembalinya identitas mereka sebagai seorang muslim sejati.
Tasawuf sebagai sebuah ajaran untuk mensucikan harus dihadirkan di tengah masyarakat. Membiasakan diri mengikuti majelis dzikir maupun majelis ilmu akan membuat hati seseorang menjadi tenang. Sebagaimana firman Allah Swt.
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Rad : 28).
Hati yang tenang dan selalu mengingat Allah akan membuat perilaku seseorang menjadi terkendali. faktor-faktor yang membuat seseorang menjadi ‘buas’ dengan sendirinya akan tereliminir. Karena itu, ulama menyatakan bahwa dzikir adalah sarapan terbaik untuk hati. Rasulullah pun senantiasa membiasakan berdzikir usai shalat subuh.
Selain dzikir, tasawuf juga menekankan pada aspek melakukan amal apapun (walau terlihat berdimensi dunia) semata-mata menggapai ridlo Allah Swt. Tidak mengherankan, bagi seorang sufi ibadah sosial (ghoiru mahdoh) juga berdimensi akhirat manakala di niatkan karena Allah Swt.
Sebagai contoh yang dilakukan oleh al-Ghozali ketika membiarkan lalat menghisap tinta yang biasa digunakannya menulis hingga puas. Dalam mimpinya, amal tersebut menambah catatan amal baiknya secara signifikan, bahkan lebih besar dari amal-amal sunnah lainnya.
Rasul juga menyampaikan jaminan betapa dekatnya baginda di surga (sambil memberikan isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah) dengan mukmin yang mau menanggung hidup anak-anak yatim. Demikian prinsip tasawuf dimanifestasikan pada ibadah sosial, apalagi pada ibadah fardlu! Tentu harus lebih kita jaga lagi.
Perilaku Masyarakat Modern.
Dengan memahami ajaran Islam mengenai tasawuf pada masyarakat modern, maka seharusnya kita memiliki sikap sebagai berikut:
1. Memahami dan melaksanakan konsep-konsep tasawuf pada masa modern.
2. Di tengah-tengah hiruk pikuknya masayarakat modern, dengan ditandai munculnya gaya hidup hedonisme, matrialisme, konsumerisme, tasawuf harus menunjukan kontribusinya agar masarakat tidak terjerumas dalam gaya hidup tersebut. Kontribusi tersebut berupa penguatan aktifitas hidup seseorang untuk diniatkan sebagai ibadah kepada Allah. Artinya, dunia harus dijadikan alat untuk menggapai ridho Allah Swt.
Misalkan mencari harta di dunia ini dapat menjadi ibadah apabila kita sandarkan kepada hadits rasul,
”mencari harta yang halal itu diwajibkan atas setiap muslim” (HR. ibnu Mas’ud).
Dengan memahami substansi hadits ini, seorang sufi akan berhati-hati dalam mencari harta sekaligus menggunakan hartanya. Mereka pasti akan meninggalkan sesuatu yang syubhat dan haram.
Sumber, Buku Siswa Akhlak Tasawuf Kelas XII MA, Kementerian Agama Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.