Pengertian Ahl Dzimmah.
Kata dzimmah berarti perjanjian, atau jaminan dan keamanan. Disebut demikian karena mereka mempunyai jaminan perjanjian (‘ahd) Allah dan Rasul-Nya, serta jamaah kaum Muslim untuk hidup dengan rasa aman di bawah perlindungan Islam dan dalam lingkungan masyarakat Islam. Mereka (orang-orang kafir ini) berada dalam jaminan keamanan kaum Muslim berdasarkan akad dzimmah. Ahl adz-dzimmah kadang disebut juga kafir dzimmi atau sering disingkat dzimmi saja.
Implikasinya adalah, mereka termasuk ke dalam warga negara Darul Islam. Akad dzimmah mengandung ketentuan untuk membiarkan orang-orang non muslim tetap berada dalam keyakinan/agama mereka, disamping menikmati hak untuk memperoleh jaminan keamanan dan perhatian kaum Muslim. Syaratnya adalah mereka membayar jizyah serta tetap berpegang teguh terhadap hukum-hukum Islam di dalam persoalan-persoalan publik.
Dengan demikian ahl adzimmi adalah warga negara daulah khilafah Islamiyah yang tetap dalam keyakinan mereka. Bagi ahl dzimmi yang mau menunjukkan ketundukan dan mau diatur dalam sistem masyarakat Islam, akan dilindungi hak dan darahnya. Sebagaimana warga negara yang lain, ahl dzimmi juga mendapatkan pelayanan yang serupa dan sama baiknya. Tidak ada pembedaan antara muslim ataupun tidak dalam hal pelayanan kesehatan, pendidikan, ataupun yang lain.
Dasar Perlakuan Ahl al Dzimmah.
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk."(QS. At Taubah : 29)
Syarat-sayarat dinamakan Ahl al Dzimmah.
Menurut Dr. Muhammad Iqbal dalam bukunya Fiqih Siyasah, ahl al-Kitab yang tergolong ahl al-zimmi yaitu Yahudi, Nasrani dan Majusi
Unsur-unsur seseorang dikatakan ahl al-zimmi yaitu:
1. Non-muslim
2. Baligh
3. Berakal
4. Laki-laki
5. Bukan budak
6. Tinggal di dar al-Islam
7. mampu membayar jizyah
Perlakuan Hukum Islam Terhadap Ahlu Dzimmah.
Hukum Islam bersifat universal, para ahlu dzimmi mendapatkan hak sebagaimana rakyat lainnya yang Muslim. Mereka mendapatkan hak untuk dilindungi, dijamin penghidupannya, dan diperlakukan secara baik dalam segala bentuk muamalah. Kedudukan mereka sama di hadapan penguasa dan hakim. Tidak boleh ada diskriminasi apa pun yang membedakan mereka dengan rakyat yang Muslim. Negara Islam wajib berbuat adil kepada mereka sebagaimana berbuat adil kepada rakyatnya yang Muslim.
1. Ahl adz-Dzimmah tidak Boleh Dipaksa Meninggalkan Agama Mereka untuk Masuk Islam.
Rasulullah SAW. telah menulis surat untuk penduduk Yaman (yang artinya), “Siapa saja yang beragama Yahudi atau Nashara, dia tidak boleh dipaksa meninggalkannya, dan wajib atasnya jizyah. (HR Abu Ubaid). Hukum ini juga berlaku untuk kafir pada umumnya, yang nonYahudi dan non Nashara. Dengan demikian, ahl adz-dzimmah dibebaskan menganut akidah mereka dan menjalankan ibadah menurut keyakinan mereka.
2. AhI adz-Dzimmah Wajib Membayar Jizyah Kepada Negara.
Jizyah dipungut dan ahl dzimmah yang laki-laki, balig, dan mampu; tidak diambil dari anak-anak, perempuan, dan yang tidak mampu. Abu Ubaid meriwayatkan bahwa Umar r.a. pernah mengirim surat kepada para amir al-Ajnad bahwa jizyah tidak diwajibkan atas perempuan, anak-anak, dan orang yang belum balig.
jizyah diambil berdasarkan kemampuan. Bahkan, bagi yang tidak mampu, misalnya karena sudah tua atau cacat, bukan saja tidak wajib jizyah, tetapi ada kewajiban negara (Baitul Mal) untuk membantu mereka. Pada saat pengambilan jizyah, negara wajib melakukannya secara baik, tidak boleh disertai kekerasan atau penyiksaan. Jizyah tidak boleh diambil dengan cara menjual alat-alat atau sarana penghidupan ahl dzimmah, misalnya alat-alat pertanian atau binatang ternak mereka.
3. Dibolehkan memakan sembelihan dan menikahi perempuan ahl adz-dzimmah jika mereka adalah orang-orang Ahlul Kitab.
Allah Swt berfirman,
"Makanan(sembelihan) orang-orang yang diberi al-Kitab halal bagimu dan makanan (sembelihanmu) kamu halal bagi mereka. Demikian pula perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan dari orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu." (QS. Al-Maidah :5)
Akan tetapi, jika ahl adz-dzimmah bukan Ahlul Kitab, seperti orang Majusi, maka sembelihan mereka haram bagi umat Islam. Perempuan mereka tidak boleh dinikahi oleh lelaki Muslim. Dalam surat Rasul SAW., yang ditujukan kepada kaum Majusi di Hajar, beliau mengatakan,“Hanya saja sembelihan mereka tidak boleh dimakan; perempuan mereka juga tidak boleh dinikahi”
Sementara itu, jika Muslimah menikahi laki-laki kafir, maka hukumnya haram, baik laki-Laki itu Ahlul Kitab atau bukan. Allah berfirman:
"Maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka adalah (benar-benar) wanita-wanita Mukmin, maka janganlah kamu mengembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Tidaklah mereka (wanita Mukmin) halal bagi mereka (lelaki kafir) dan mereka pun (lelaki kafir) tidak halal bagi mereka (wanita Mukmin)." (QS. Al Mumtahanah : 10)
4. Boleh dilakukan muamalah antara umat Islam dan ahl adz dzimmah dalam berbagai bentuknya seperti jual-beli, sewa-menyewa (ijarah), syirkah, rahn (gadai), dan sebagainya.
Rasulullah Saw pun telah melakukan muamalah dengan kaum Yahudi di tanah Khaybar, di mana kaum Yahudi itu mendapatkan separuh dari hasil panen kurmanya. Hanya saja, ketika muamalah ini dilaksanakan, hanya hukum-hukum Islam semata yang wajib diterapkan; tidak boleh selain hukum-hukum Islam.
Kata dzimmah berarti perjanjian, atau jaminan dan keamanan. Disebut demikian karena mereka mempunyai jaminan perjanjian (‘ahd) Allah dan Rasul-Nya, serta jamaah kaum Muslim untuk hidup dengan rasa aman di bawah perlindungan Islam dan dalam lingkungan masyarakat Islam. Mereka (orang-orang kafir ini) berada dalam jaminan keamanan kaum Muslim berdasarkan akad dzimmah. Ahl adz-dzimmah kadang disebut juga kafir dzimmi atau sering disingkat dzimmi saja.
Implikasinya adalah, mereka termasuk ke dalam warga negara Darul Islam. Akad dzimmah mengandung ketentuan untuk membiarkan orang-orang non muslim tetap berada dalam keyakinan/agama mereka, disamping menikmati hak untuk memperoleh jaminan keamanan dan perhatian kaum Muslim. Syaratnya adalah mereka membayar jizyah serta tetap berpegang teguh terhadap hukum-hukum Islam di dalam persoalan-persoalan publik.
Dengan demikian ahl adzimmi adalah warga negara daulah khilafah Islamiyah yang tetap dalam keyakinan mereka. Bagi ahl dzimmi yang mau menunjukkan ketundukan dan mau diatur dalam sistem masyarakat Islam, akan dilindungi hak dan darahnya. Sebagaimana warga negara yang lain, ahl dzimmi juga mendapatkan pelayanan yang serupa dan sama baiknya. Tidak ada pembedaan antara muslim ataupun tidak dalam hal pelayanan kesehatan, pendidikan, ataupun yang lain.
Dasar Perlakuan Ahl al Dzimmah.
قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّىٰ يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk."(QS. At Taubah : 29)
Syarat-sayarat dinamakan Ahl al Dzimmah.
Menurut Dr. Muhammad Iqbal dalam bukunya Fiqih Siyasah, ahl al-Kitab yang tergolong ahl al-zimmi yaitu Yahudi, Nasrani dan Majusi
Unsur-unsur seseorang dikatakan ahl al-zimmi yaitu:
1. Non-muslim
2. Baligh
3. Berakal
4. Laki-laki
5. Bukan budak
6. Tinggal di dar al-Islam
7. mampu membayar jizyah
Perlakuan Hukum Islam Terhadap Ahlu Dzimmah.
Hukum Islam bersifat universal, para ahlu dzimmi mendapatkan hak sebagaimana rakyat lainnya yang Muslim. Mereka mendapatkan hak untuk dilindungi, dijamin penghidupannya, dan diperlakukan secara baik dalam segala bentuk muamalah. Kedudukan mereka sama di hadapan penguasa dan hakim. Tidak boleh ada diskriminasi apa pun yang membedakan mereka dengan rakyat yang Muslim. Negara Islam wajib berbuat adil kepada mereka sebagaimana berbuat adil kepada rakyatnya yang Muslim.
1. Ahl adz-Dzimmah tidak Boleh Dipaksa Meninggalkan Agama Mereka untuk Masuk Islam.
Rasulullah SAW. telah menulis surat untuk penduduk Yaman (yang artinya), “Siapa saja yang beragama Yahudi atau Nashara, dia tidak boleh dipaksa meninggalkannya, dan wajib atasnya jizyah. (HR Abu Ubaid). Hukum ini juga berlaku untuk kafir pada umumnya, yang nonYahudi dan non Nashara. Dengan demikian, ahl adz-dzimmah dibebaskan menganut akidah mereka dan menjalankan ibadah menurut keyakinan mereka.
2. AhI adz-Dzimmah Wajib Membayar Jizyah Kepada Negara.
Jizyah dipungut dan ahl dzimmah yang laki-laki, balig, dan mampu; tidak diambil dari anak-anak, perempuan, dan yang tidak mampu. Abu Ubaid meriwayatkan bahwa Umar r.a. pernah mengirim surat kepada para amir al-Ajnad bahwa jizyah tidak diwajibkan atas perempuan, anak-anak, dan orang yang belum balig.
jizyah diambil berdasarkan kemampuan. Bahkan, bagi yang tidak mampu, misalnya karena sudah tua atau cacat, bukan saja tidak wajib jizyah, tetapi ada kewajiban negara (Baitul Mal) untuk membantu mereka. Pada saat pengambilan jizyah, negara wajib melakukannya secara baik, tidak boleh disertai kekerasan atau penyiksaan. Jizyah tidak boleh diambil dengan cara menjual alat-alat atau sarana penghidupan ahl dzimmah, misalnya alat-alat pertanian atau binatang ternak mereka.
3. Dibolehkan memakan sembelihan dan menikahi perempuan ahl adz-dzimmah jika mereka adalah orang-orang Ahlul Kitab.
Allah Swt berfirman,
وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ ۖ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ
"Makanan(sembelihan) orang-orang yang diberi al-Kitab halal bagimu dan makanan (sembelihanmu) kamu halal bagi mereka. Demikian pula perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan dari orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu." (QS. Al-Maidah :5)
Akan tetapi, jika ahl adz-dzimmah bukan Ahlul Kitab, seperti orang Majusi, maka sembelihan mereka haram bagi umat Islam. Perempuan mereka tidak boleh dinikahi oleh lelaki Muslim. Dalam surat Rasul SAW., yang ditujukan kepada kaum Majusi di Hajar, beliau mengatakan,“Hanya saja sembelihan mereka tidak boleh dimakan; perempuan mereka juga tidak boleh dinikahi”
Sementara itu, jika Muslimah menikahi laki-laki kafir, maka hukumnya haram, baik laki-Laki itu Ahlul Kitab atau bukan. Allah berfirman:
فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ ۖ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ
"Maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka adalah (benar-benar) wanita-wanita Mukmin, maka janganlah kamu mengembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Tidaklah mereka (wanita Mukmin) halal bagi mereka (lelaki kafir) dan mereka pun (lelaki kafir) tidak halal bagi mereka (wanita Mukmin)." (QS. Al Mumtahanah : 10)
4. Boleh dilakukan muamalah antara umat Islam dan ahl adz dzimmah dalam berbagai bentuknya seperti jual-beli, sewa-menyewa (ijarah), syirkah, rahn (gadai), dan sebagainya.
Rasulullah Saw pun telah melakukan muamalah dengan kaum Yahudi di tanah Khaybar, di mana kaum Yahudi itu mendapatkan separuh dari hasil panen kurmanya. Hanya saja, ketika muamalah ini dilaksanakan, hanya hukum-hukum Islam semata yang wajib diterapkan; tidak boleh selain hukum-hukum Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.