Makna Jihad.
Jihad seperti yang terlintas dalam pemahaman masyarakat dewasa ini cenderung mengartikannya sebagai perang fisik/bersenjata. Setiap mukmin diperintahkan untuk berjihad, bukan sekadar jihad, tetapi dengan sebenar-benarnya jihad (haqqa jihadih/ Q.S. Al-Hajj(22) : 78). Memang ada saat-saat setiap Muslim wajib berperang yaitu di saat musuh menyerang (QS. Al-Anfal(8): 15, 16, 45), atau ada perintah penguasa tertinggi (imâm) untuk berperang sebagai konsekuensi dari taat kepada ulil amri (QS. Annisa(4): 59), dan di saat kecakapan seseorang dibutuhkan dalam peperangan.
Beberapa alasan bahwa jihad tidak selalu identik dengan perang melawan musuh, diantaranya:
1. Perbedaan Makna Kosa Kata yang di Pakai al Qur’an.
Terdapat kekeliruan dalam pemaknaan kata qital yang disamakan dengan kata jihad. Kekeliruan dalam membedakan keduanya dipengaruhi kesalahan mengidentifikasi semua isyarat jihad dalam ayat-ayat madaniyah yang diatributkan sebagai jihad bersenjata. Padahal, antara jihad dan qitâl memiliki makna dan penggunaan yang berbeda dalam al-Qur’an.
Kata qital berasal dari qatala-yaqtulu-qatl, yang berarti “membunuh atau menjadikan seseorang mati disebabkan pukulan, batu, racun, atau penyakit”. Kata qitâl hanyalah salah satu aspek dari jihad bersenjata. Jihad bersenjata adalah konsep luas yang mencakup seluruh usaha seperti persiapan dan pelaksanaan perang, termasuk pembiayaan perang. Dengan begitu, jihad bersenjata hanyalah salah satu bentuk dari jihad yang juga melibatkan jihad damai. Atas dasar itu, konteks jihad dalam al-Qur’an tidak dapat disamakan dengan qitâl.
"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al Baqarah : 216)
Semasa Nabi Muhammad SAW hidup, peperangan terjadi sebanyak 17 kali. Ada juga yang menyebutnya 19 kali; 8 peperangan di antaranya yang diikuti Nabi ada Namun, patut dicatat bahwa perang yang dilakukan Nabi SAW adalah untuk perdamaian. Sebagai contoh, sebuah riwayat menyebutkan bahwa ketika penduduk Yatsrib berkeinginan menghabisi penduduk Mina, Nabi SAW menghalanginya, sebagaimana tersebut dalam hadis berikut:
Kata jihad telah digunakan dalam ayat-ayat yang turun sebelum Nabi berhijrah (makkiyyah), padahal para ulama sepakat menyatakan kewajiban berperang baru turun pada tahun ke 2 hijriyah, yaitu dengan turunnya firman Allah Swt:
"Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa." (QS. Al-Hajj : 39-40)
Di antara ayat-ayat Makkiyyah yang berbicara tentang jihad yaitu:
Pada pembukaan QS. Al-Ankabut yang juga disepakati para ulama sebagai surah makkiyyah, Allah menjelaskan keniscayaan cobaan (fitnah) bagi setiap mukmin, seperti halnya yang dialami oleh Nabi dan para sahabatnya (ayat 2-3). Lalu pada ayat yang ke 6 dijelaskan,
"dan Barangsiapa yang berjihad, Maka Sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Al-Ankabut : 6)
Kata jihad yang dimaksud pada ayat tersebut bukanlah berperang melawan musuh, tetapi jihad menanggung beban penderitaan dengan bersabar.
Surah al-Ankabut ini juga ditutup dengan ayat yang mengandung kata jihad. Allah berfirman:
"dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. " (QS. Al-Ankabut : 69)
.
Sekali lagi kata jihad di sini juga tidak berarti perang di jalan Allah, tetapi jihad maknawi yang berupa jihad melawan hawa nafsu dan setan.
Pada ayat yang lain yang juga turun sebelum Nabi berhijrah (makkiyyah) Allah berfirman :
"Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan Jihad yang besar." (QS. Al-Furqan : 52)
Nabi diminta untuk tidak tunduk pada orang-orang kafir, dan sebaliknya beliau diperintahkan untuk berjihad dalam menghadapi mereka, bukan dengan memerangi secara fisik, tetapi dengan menyampaikan al-Qur`an dengan penjelasan yang kuat dan argument yang kuat. Dhamir ha pada kata wajâhidhum bihî dipahami oleh para ahli tafsir sebagai pengganti atau menunjuk kepada al-Qur`an.
2. Bukti lain dari al-Qur`an yang menunjukkan bahwa jihad tidak identik dengan perang adalah firman Allah Swt,
"Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat mereka ialah Jahannam. dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya." (QS. At-Taubah: 73)
Ayat di atas menyebutkan sasaran atau obyek jihad adalah orang-orang kafir dan munafik. Seperti diketahui, orang-orang munafik tidak diperangi seperti halnya orang-orang kafir, sebab secara zahir mereka adalah Islam walaupun secara batin mereka inkar. Secara zahir mereka melaksanakan salat, membayar zakat, bahkan ikut berperang walaupun dengan bermalas-malasan (lihat perilaku mereka dalam QS. Al-Nisa(4): 142 dan QS. Al-Taubah(9): 54).
Nabi hanya diminta untuk menghukumi keislaman seseorang berdasarkan bukti-bukti lahiriah, sedangkan perkara batin sepenuhnya menjadi wewenang Tuhan. Dengan begitu, jiwa mereka terlindungi, dan tidak boleh dibunuh atau diperangi. Maka jihad menghadapi orang-orang munafik yang diperintahkan oleh ayat di atas dipahami tidak dengan memerangi mereka, tetapi mendakwahi mereka dengan argumentasi yang kuat dan berupaya menghilangkan keraguan dari diri mereka serta menanamkan keyakinan yang teguh dalam hati mereka.
Dalam konteks kekinian, jihad melalui lisan dan penjelasan petunjuk agama dapat dilakukan dengan pendekatan verbal (al-bayan al-syafahiy), seperti khutbah dan pengajian, pendekatan melalui tulisan (al-bayân al-tahrîriy) seperti buku, majalah, bulletin dan lain sebagainya, pendekatan media (al-bayân al-I’lâmiy) seperti televisi, radio dan media online, dan pendekatan dialog (al-hiwar), seperti dialog antar agama atau dialog peradaban.
Jadi selain jihad ‘militer’ (bersenjata/ al-jihad al`askariy)) ada bentuk-bentuk lain dari jihad dalam Islam, yaitu jihad spiritual (al-jihad al-ruhiy) yang obyeknya adalah jiwa manusia yang selalu cenderung mengikuti hawa nafsu dan jihad dalam bentuk dakwah (al-jihad al-da`wiy) dengan menyampaikan risalah al-Qur`an secara baik dan benar. Dalam kaitan jihad dakwah ini diperlukan kesabaran dalam menghadapi berbagai cobaan dan rintangan.
Yang tidak kalah pentingnya dengan jihad bersenjata untuk dilakukan saat ini yaitu jihad membangun peradaban. Syeikh Yusuf al-Qaradhawi dalam buku Fiqh al-Jihad mengistilahkan dengan kata al-jihâd al-madaniyy, yaitu jihad untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di berbagai bidang dan mengatasi problematikanya yang beragam. Obyeknya sangat luas, seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, bidang sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan/ kedokteran, lingkungan dan aspek-aspek peradaban lainnya.
Kewajiban berjihad di sini antara lain berupa upaya mencerdaskan masyarakat melalui pendidikan dan membangun sekolah yang berkualitas, mengentaskan kemiskinan dan menekan angka pengangguran, melatih tenaga kerja agar terampil, menangani anak-anak jalanan yang terlantar, dan menyediakan fasilitas pengobatan yang dapat dinikmati masyarakat luas.
Demikian cakupan makna jihad yang amat luas, yaitu bukan hanya sekedar jihad bersenjata. Meskipun dalam beberapa literature klasik jihad didefinisikan sebagai perang di jalan Allah tetapi dalam implementasi dan penerapannya terdapat beberapa prasyarat dan ketentuan yang harus dipenuhi, di samping perbedaan pendapat di kalangan ulama seputar kewajibannya.
Tujuan Jihad.
Tujuan jihad dalam Islam untuk mempertahankan dan membela serta meninggikan agama Islam. Itulah tujuan pokok perang dalam Islam. Disamping itu tujuan perang dalam Islam ini dapat disebutkan lebih rinci sebagai berikut:
1. Mempertahankan Hak-Hak Umat Islam dari Perampasan Pihak Lain.
2. Memberantas Segala Macam Fitnah.
Firman Allah SWT:
Artinya,”Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah : 193)
3. Memberantas Kemusyrikan, demi Meluruskan Tauhid.
Firman Allah SWT:
Artinya: “Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah :36)
4. Melindungi Manusia dari Segala Bentuk Kezaliman dan Ketidakadilan.
Firman Allah SWT.
"Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu." (QS. Al-Hajj:39)
Hukum Jihad.
Hukum jihad untuk mempertahankan dan memelihara agama dan umat Islam (serta Negara) hukumnya wajib.
1. Sebagian ulama sepakat jihad hukumnya fardhu ain.
Firman Allah SWT.
"Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS. atTaubah :41)
2. Sebagian Ulama Sepakat Jihad Hukumnya Fardhu Kifayah.
Firman Allah SWT.
"Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk[340] satu derajat. kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk[341] dengan pahala yang besar." (QS. An-Nisa' :95)
[340] Maksudnya: yang tidak berperang karena uzur.
[341] Maksudnya: yang tidak berperang tanpa alasan. sebagian ahli tafsir mengartikan qaa'idiin di sini sama dengan arti qaa'idiin Maksudnya: yang tidak berperang karena uzur.
Hukum jihad bisa berubah menjadi fardhu ‘ain bagi orang yang telah bergabung dalam barisan perang. Begitu juga bagi setiap individu jika musuh telah mengepung kaum muslimin dengan syarat:
1. Jika jumlah orang-orang kafir tidak melebihi 2 kali lebih besar dibandingkan kaum muslimin dengan penambahan pasukan yang dapat diperhitungkan.
2. Tidak ditemukan udzur, baik sakit maupun tidak ada senjata dan kendaraan perang.
3. Jihad tidak bisa dilakukan dengan berjalan kaki
4. Jadi jika dari salah satu dari ketiga hal tersebut tidak terpenuhi, maka boleh meninggalkan peperangan.
Syarat- Syarat Wajib Jihad.
1. Islam.
2. Dewasa (Baligh).
3. Berakal sehat.
4. Merdeka.
5. Laki-laki.
6. Sehat badannya.
7. Mampu berperang.
Jihad tidak diwajibkan bagi orang kafir dan anak-anak. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
"Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka Berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. At-Taubah :91)
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang makna jihad, tujuan jihad, syarat syarat wajib jihad dan Hukum Jihad. Dapat kita pahami bahwa jihad itu bukan hanya mengangkat senjata saja.
Sumber Buku Siswa Fiqih MA Kelas XII
Jihad seperti yang terlintas dalam pemahaman masyarakat dewasa ini cenderung mengartikannya sebagai perang fisik/bersenjata. Setiap mukmin diperintahkan untuk berjihad, bukan sekadar jihad, tetapi dengan sebenar-benarnya jihad (haqqa jihadih/ Q.S. Al-Hajj(22) : 78). Memang ada saat-saat setiap Muslim wajib berperang yaitu di saat musuh menyerang (QS. Al-Anfal(8): 15, 16, 45), atau ada perintah penguasa tertinggi (imâm) untuk berperang sebagai konsekuensi dari taat kepada ulil amri (QS. Annisa(4): 59), dan di saat kecakapan seseorang dibutuhkan dalam peperangan.
Beberapa alasan bahwa jihad tidak selalu identik dengan perang melawan musuh, diantaranya:
1. Perbedaan Makna Kosa Kata yang di Pakai al Qur’an.
Terdapat kekeliruan dalam pemaknaan kata qital yang disamakan dengan kata jihad. Kekeliruan dalam membedakan keduanya dipengaruhi kesalahan mengidentifikasi semua isyarat jihad dalam ayat-ayat madaniyah yang diatributkan sebagai jihad bersenjata. Padahal, antara jihad dan qitâl memiliki makna dan penggunaan yang berbeda dalam al-Qur’an.
Kata qital berasal dari qatala-yaqtulu-qatl, yang berarti “membunuh atau menjadikan seseorang mati disebabkan pukulan, batu, racun, atau penyakit”. Kata qitâl hanyalah salah satu aspek dari jihad bersenjata. Jihad bersenjata adalah konsep luas yang mencakup seluruh usaha seperti persiapan dan pelaksanaan perang, termasuk pembiayaan perang. Dengan begitu, jihad bersenjata hanyalah salah satu bentuk dari jihad yang juga melibatkan jihad damai. Atas dasar itu, konteks jihad dalam al-Qur’an tidak dapat disamakan dengan qitâl.
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al Baqarah : 216)
Semasa Nabi Muhammad SAW hidup, peperangan terjadi sebanyak 17 kali. Ada juga yang menyebutnya 19 kali; 8 peperangan di antaranya yang diikuti Nabi ada Namun, patut dicatat bahwa perang yang dilakukan Nabi SAW adalah untuk perdamaian. Sebagai contoh, sebuah riwayat menyebutkan bahwa ketika penduduk Yatsrib berkeinginan menghabisi penduduk Mina, Nabi SAW menghalanginya, sebagaimana tersebut dalam hadis berikut:
الْعَبَّاسُ بْنُ عُبَادَةَ بْنِ نَضْلَةَ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ لَئِنْ شِئْتَ لَنَمِيلَنَّ عَلَى أَهْلِ مِنًى غَدًا بِأَسْيَافِنَا قَالَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ أُومَرْ بِذَلِكَ
Abas bin ubadah bin nadhlah: "Demi Allah yang telah mengutusmu atas dasar kebenaran, sekirang engkau mengizinkan niscaya penduduk Mina itu akan kami habisi besok dengan pedang kami. Rasulullah saw berkata, “Saya tidak memerintahkan untuk itu”. (HR. Ahmad dari Ka‘b ibn Malik)Kata jihad telah digunakan dalam ayat-ayat yang turun sebelum Nabi berhijrah (makkiyyah), padahal para ulama sepakat menyatakan kewajiban berperang baru turun pada tahun ke 2 hijriyah, yaitu dengan turunnya firman Allah Swt:
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ . الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
"Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa." (QS. Al-Hajj : 39-40)
Di antara ayat-ayat Makkiyyah yang berbicara tentang jihad yaitu:
Pada pembukaan QS. Al-Ankabut yang juga disepakati para ulama sebagai surah makkiyyah, Allah menjelaskan keniscayaan cobaan (fitnah) bagi setiap mukmin, seperti halnya yang dialami oleh Nabi dan para sahabatnya (ayat 2-3). Lalu pada ayat yang ke 6 dijelaskan,
وَمَنْ جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
"dan Barangsiapa yang berjihad, Maka Sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Al-Ankabut : 6)
Kata jihad yang dimaksud pada ayat tersebut bukanlah berperang melawan musuh, tetapi jihad menanggung beban penderitaan dengan bersabar.
Surah al-Ankabut ini juga ditutup dengan ayat yang mengandung kata jihad. Allah berfirman:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
"dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. " (QS. Al-Ankabut : 69)
.
Sekali lagi kata jihad di sini juga tidak berarti perang di jalan Allah, tetapi jihad maknawi yang berupa jihad melawan hawa nafsu dan setan.
Pada ayat yang lain yang juga turun sebelum Nabi berhijrah (makkiyyah) Allah berfirman :
فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا
"Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan Jihad yang besar." (QS. Al-Furqan : 52)
Nabi diminta untuk tidak tunduk pada orang-orang kafir, dan sebaliknya beliau diperintahkan untuk berjihad dalam menghadapi mereka, bukan dengan memerangi secara fisik, tetapi dengan menyampaikan al-Qur`an dengan penjelasan yang kuat dan argument yang kuat. Dhamir ha pada kata wajâhidhum bihî dipahami oleh para ahli tafsir sebagai pengganti atau menunjuk kepada al-Qur`an.
2. Bukti lain dari al-Qur`an yang menunjukkan bahwa jihad tidak identik dengan perang adalah firman Allah Swt,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ ۚ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
"Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat mereka ialah Jahannam. dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya." (QS. At-Taubah: 73)
Ayat di atas menyebutkan sasaran atau obyek jihad adalah orang-orang kafir dan munafik. Seperti diketahui, orang-orang munafik tidak diperangi seperti halnya orang-orang kafir, sebab secara zahir mereka adalah Islam walaupun secara batin mereka inkar. Secara zahir mereka melaksanakan salat, membayar zakat, bahkan ikut berperang walaupun dengan bermalas-malasan (lihat perilaku mereka dalam QS. Al-Nisa(4): 142 dan QS. Al-Taubah(9): 54).
Nabi hanya diminta untuk menghukumi keislaman seseorang berdasarkan bukti-bukti lahiriah, sedangkan perkara batin sepenuhnya menjadi wewenang Tuhan. Dengan begitu, jiwa mereka terlindungi, dan tidak boleh dibunuh atau diperangi. Maka jihad menghadapi orang-orang munafik yang diperintahkan oleh ayat di atas dipahami tidak dengan memerangi mereka, tetapi mendakwahi mereka dengan argumentasi yang kuat dan berupaya menghilangkan keraguan dari diri mereka serta menanamkan keyakinan yang teguh dalam hati mereka.
Dalam konteks kekinian, jihad melalui lisan dan penjelasan petunjuk agama dapat dilakukan dengan pendekatan verbal (al-bayan al-syafahiy), seperti khutbah dan pengajian, pendekatan melalui tulisan (al-bayân al-tahrîriy) seperti buku, majalah, bulletin dan lain sebagainya, pendekatan media (al-bayân al-I’lâmiy) seperti televisi, radio dan media online, dan pendekatan dialog (al-hiwar), seperti dialog antar agama atau dialog peradaban.
Jadi selain jihad ‘militer’ (bersenjata/ al-jihad al`askariy)) ada bentuk-bentuk lain dari jihad dalam Islam, yaitu jihad spiritual (al-jihad al-ruhiy) yang obyeknya adalah jiwa manusia yang selalu cenderung mengikuti hawa nafsu dan jihad dalam bentuk dakwah (al-jihad al-da`wiy) dengan menyampaikan risalah al-Qur`an secara baik dan benar. Dalam kaitan jihad dakwah ini diperlukan kesabaran dalam menghadapi berbagai cobaan dan rintangan.
Yang tidak kalah pentingnya dengan jihad bersenjata untuk dilakukan saat ini yaitu jihad membangun peradaban. Syeikh Yusuf al-Qaradhawi dalam buku Fiqh al-Jihad mengistilahkan dengan kata al-jihâd al-madaniyy, yaitu jihad untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di berbagai bidang dan mengatasi problematikanya yang beragam. Obyeknya sangat luas, seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, bidang sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan/ kedokteran, lingkungan dan aspek-aspek peradaban lainnya.
Kewajiban berjihad di sini antara lain berupa upaya mencerdaskan masyarakat melalui pendidikan dan membangun sekolah yang berkualitas, mengentaskan kemiskinan dan menekan angka pengangguran, melatih tenaga kerja agar terampil, menangani anak-anak jalanan yang terlantar, dan menyediakan fasilitas pengobatan yang dapat dinikmati masyarakat luas.
Demikian cakupan makna jihad yang amat luas, yaitu bukan hanya sekedar jihad bersenjata. Meskipun dalam beberapa literature klasik jihad didefinisikan sebagai perang di jalan Allah tetapi dalam implementasi dan penerapannya terdapat beberapa prasyarat dan ketentuan yang harus dipenuhi, di samping perbedaan pendapat di kalangan ulama seputar kewajibannya.
Tujuan Jihad.
Tujuan jihad dalam Islam untuk mempertahankan dan membela serta meninggikan agama Islam. Itulah tujuan pokok perang dalam Islam. Disamping itu tujuan perang dalam Islam ini dapat disebutkan lebih rinci sebagai berikut:
1. Mempertahankan Hak-Hak Umat Islam dari Perampasan Pihak Lain.
2. Memberantas Segala Macam Fitnah.
Firman Allah SWT:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ ۖ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ
Artinya,”Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah : 193)
3. Memberantas Kemusyrikan, demi Meluruskan Tauhid.
Firman Allah SWT:
وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Artinya: “Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah :36)
4. Melindungi Manusia dari Segala Bentuk Kezaliman dan Ketidakadilan.
Firman Allah SWT.
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
"Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu." (QS. Al-Hajj:39)
Hukum Jihad.
Hukum jihad untuk mempertahankan dan memelihara agama dan umat Islam (serta Negara) hukumnya wajib.
1. Sebagian ulama sepakat jihad hukumnya fardhu ain.
Firman Allah SWT.
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS. atTaubah :41)
2. Sebagian Ulama Sepakat Jihad Hukumnya Fardhu Kifayah.
Firman Allah SWT.
لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ ۚ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً ۚ وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا
"Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk[340] satu derajat. kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk[341] dengan pahala yang besar." (QS. An-Nisa' :95)
[340] Maksudnya: yang tidak berperang karena uzur.
[341] Maksudnya: yang tidak berperang tanpa alasan. sebagian ahli tafsir mengartikan qaa'idiin di sini sama dengan arti qaa'idiin Maksudnya: yang tidak berperang karena uzur.
Hukum jihad bisa berubah menjadi fardhu ‘ain bagi orang yang telah bergabung dalam barisan perang. Begitu juga bagi setiap individu jika musuh telah mengepung kaum muslimin dengan syarat:
1. Jika jumlah orang-orang kafir tidak melebihi 2 kali lebih besar dibandingkan kaum muslimin dengan penambahan pasukan yang dapat diperhitungkan.
2. Tidak ditemukan udzur, baik sakit maupun tidak ada senjata dan kendaraan perang.
3. Jihad tidak bisa dilakukan dengan berjalan kaki
4. Jadi jika dari salah satu dari ketiga hal tersebut tidak terpenuhi, maka boleh meninggalkan peperangan.
Syarat- Syarat Wajib Jihad.
1. Islam.
2. Dewasa (Baligh).
3. Berakal sehat.
4. Merdeka.
5. Laki-laki.
6. Sehat badannya.
7. Mampu berperang.
Jihad tidak diwajibkan bagi orang kafir dan anak-anak. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلَا عَلَى الْمَرْضَىٰ وَلَا عَلَى الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ ۚ مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka Berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. At-Taubah :91)
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang makna jihad, tujuan jihad, syarat syarat wajib jihad dan Hukum Jihad. Dapat kita pahami bahwa jihad itu bukan hanya mengangkat senjata saja.
Sumber Buku Siswa Fiqih MA Kelas XII
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.