Setelah 6 tahun meninggalkan Makkah, umat Islam belum mendapat kesempatan melaksanakan ibadah haji. Nabi Muhammad Saw menyadari keinginan para pengikutnya. Maka setelah perang Khandak, Nabi Muhammad Saw memutuskan untuk melaksanakan ibadah haji ke Makkah.
Pada tahun 6 H/628 M. Nabi Saw mengajak para sahabat untuk melaksanakan haji ke Mekkah. Pada tahun itu ibadah haji sudah disyariatkan berdasarkan surat Ali Imran ayat 97.
Artinya : "padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. 3: 97)
Nabi Saw memimpin langsung sekitar 1.000 umat Islam pada bulan Dzul Qaidah yang dalam tradisi Arab dilarang berperang. Namun Kafir Quraisy berusaha menghadang dan menghalangi umat Islam masuk ke kota Makkah. Nabi Saw mengutus Utsman bin Affan untuk menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan umat Islam. Kafir Quraisy menolak keinginan Umat Islam dan memerintahkan umat Islam untuk kembali ke Madinah.
Pada saat yang sama, tersebar isu bahwa Utsman bin Affan dibunuh oleh kafir Quraisy. Mendengar berita tersebut, Nabi Muhammad saw memerintahkan umat Islam untuk melakukan bai’at kepada nabi Saw bahwa mereka bertekad berjuang demi kejayaan Islam hingga tetes darah terakhir. Baiat tersebut dikenal dengan Bai’at al-Ridwan. Setelah Umat Islam bersumpah, Utsman bin Affan kembali dari Makkah dengan selamat. Seperti Firman Allah surat Al fath ayat 18:
Artinya: "Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi Balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)."
Adapun Kafir Quraisy merasa khawatir akan tekad Umat Islam untuk memasuki kota Makkah tahun ini. Karena itu, Mereka mengutus Suhail bin Amr, Mikraz bin al-Hafs dan Hawatib bin Abdul Azza untuk menyusun naskah perjanjian bersama Nabi Muhammad Saw. Perjanjian tersebut dikenal dengan perjanjian Hudaibiyah.
Nabi Muhammad saw meminta Ali bin Abi Thalib sebagai juru tulis naskah perjanjian. Suhail menolak pencantuman Bismillaahirrahmanirrahiim. Sebagai gantinya mengusulkan Bismika Allahumma (atas nama ya Allah). Dia juga menolak pencantuman Muhammad Rasulullah diganti dengan Muhammad bin Abdullah. Kedua usul itu diterima nabi, walaupun para sahabatnya menentangnya.
Adapun isi perjanjian Hudaibiyyah antara lain:
1. Kedua belah pihak sepakat mengadakan gencatan senjata selama 10 tahun.
2. Setiap orang diberi kebebasan bergabung dan mengadakan perjanjian dengan Muhammad, atau dengan Kaum Quraisy.
3. setiap orang Quraisy yang menyeberang kepada Muhammad tanpa seizin walinya, harus dikembalikan. Sedangkan jika pengikut Muhammad bergabung dengan Quraisy tidak dikembalikan.
4. Pada tahun ini Muhammad harus kembali ke Madinah. Pada tahun berikutnya, mereka diizinkan menjalankan ibadah haji dengan syarat menetap selama 3 hari di Makkah dan tanpa membawa senjata.
Setelah penandatanganan perjanjian Hudaibiyah, Abu Jandal bin Suhail, anak Suhail bin Amr, wakil Quraisy dalam perjanjian, datang kepada Nabi Saw dengan kaki terbelenggu. la meminta perlindungan, karena ayahnya menyiksannya setelah ia masuk Islam. Ayahnya, Suhail bin Amr memukulnya. Sesuai perjanjian, Nabi Saw membenarkan tindakan Suhail terhadap anaknya, meskipun sikap Nabi Saw diprotes oleh beberapa sahabat. Akhirnya Mikraj bin al-Hafs dan Hawaitib bin Abdul Uzza bersedia memberi perlindungan kepadaAbu Jandal. Akhimya, Abu Jandal kembali ke pihak Quraisy, walaupun tidak tinggal bersama orang tuanya.
Meskipun tidak melaksanakan ibadah haji, Nabi Muhammad Saw memerintahkan pengikutnya untuk mencukur rambut dan menyembelih korban sebelum kembali ke Madinah.
Saat itu Nabi Saw memberitahu bahwa ia telah mendapat wahyu yang berisi kabar gembira tentang akan datangnya kemenangan bagi kaum muslim.Wahyu tersebut antara lain surat Al-Fath: 27
Artinya: "Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat." (QS. Al Fath: 27)
Isi perjanjian tampak merugikan umat Islam. Tapi di sisi lain, perjanjian Hudaibiyah menunjukan kearifan Nabi Muhammad Saw dengan terbukanya peluang bagi Nabi Muhammad Saw dan umat Islam. Peluang tersebut antara lain:
1. Legitimasi Pemerintah Islam.
Perjanjian Hudabiyah tersebut secara tidak langsung mengakui status politik Nabi Muhammad saw sebagai pemimpin Umat Islam dan pemimpin kota Madinah. Sekaligus mengakui keberadaan pemerintahan Islam di Madinah.
2. Fokus Penyebaran Islam.
Pada perjanjian Hudaibiyah mencantumkan gencatan senjata 10 tahun merupakan kesempatan emas untuk menyebarkan Islam tanpa diganggu oleh urusan perang. Nabi Muhammad Saw dan para shahabat bisa fokus menyebarkan Islam tanpa terganggu oleh urusan perang. Sebelum perjanjian, mereka disibukkan oleh peperangan dengan kafir Quraisy.
Antara tahun 6 H dan 8 H, Nabi Muhammad Saw mengirim utusannya ke berbagai kerajaan, antara lain kepada,
a. Heraclius (kaisar Bizantium),
b. Kisra (penguasa Persia),
c. Muqauqis (Penguasa mesir),
d. Negus/Najasyi (penguasa Habasyah/ Abessinia),
e. Haris al-Ghassani (raja Hirah)
f. gubernur Persia dari Yaman
g. Haris al-Himsari (penguasa Yaman).
Di antara mereka yang masuk Islam adalah gubernur Persia di Yaman. Tetapi banyak dari mereka menolak secara halus, bahkan sambil mengirim hadiah. Seperti Muqauqis mengirim hadiah yang terdiri atas ribuan emas, dua puluh potong jubah, mahkota, dan juga orang budak Kristen koptik, Mariah, dan Sirrin, yang dikawal oleh seorang kasim tua. Mariah kemudian dikawini oleh Nabi Saw dan Sirrin dikawini oleh Hasan bin Sabit. Dari perkawinannya dengan Mariah memperoleh seorang putra, Ibrahim, yang meninggal ketika masih kecil.
Penolak paling kasar adalah Haris al Ghassani, raja Hirah, yang rnembunuh utusan Nabi saw. Nabi Muhammad saw mengirim pasukan sebanyak 3.000 orang di bawah pimpinan Zaid bin Haris untuk menyerang raja al Ghassani. Peperangan terjadi di Mut’ah. Pasukan Islam mendapat kesulitan karena pasukan al-Ghassani mendapat bantuan dari pasukan kekaisaran Romawi. Akhirnya Khalid bin Walid mengambil alih komando dan memerintahkan pasukan untuk menarik diri kembali ke Madinah.
Kemampuan Khalid bin Walid menarik mundur pasukan Islam dari kepungan pasukan al Ghassani yang berjumlah ratusan ribu, membuat kagum masyarakat di sekitar wilayah tersebut. Banyak kabilah Nejd masuk Islam, ribuan dari kabilah Sulaim, Asya’ Gutafan, ABS, Zubyan, dan Fazara juga masuk Islam karena melihat keberhasilan dakwah dan politik Islam.
3. Simpatik kepada Kearifan Nabi Muhammad Saw.
Kearifan Nabi Muhammad saw dalam perjanjian menarik simpatik para pembesar Quraisy. Para pembesar Quraisy dan anak keluarga terhormat Mekkah banyak yang beriman, di antaranya Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Abu Basyir (putra Suhail bin Amr), Walid bin Walid (adik Khalid bin Walid), Asm’ (Ibnu Khalid), Utsman bin Thalhah bin Abdu dar, Aqil bin Abi Talib (saudara Ali bin Abu Thalib), dan Jubair bin Mut’im.
Sumber Buku SKI MTS Kelas VII. Kementerian Agama Republik Indonesia.
Pada tahun 6 H/628 M. Nabi Saw mengajak para sahabat untuk melaksanakan haji ke Mekkah. Pada tahun itu ibadah haji sudah disyariatkan berdasarkan surat Ali Imran ayat 97.
Artinya : "padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. 3: 97)
Nabi Saw memimpin langsung sekitar 1.000 umat Islam pada bulan Dzul Qaidah yang dalam tradisi Arab dilarang berperang. Namun Kafir Quraisy berusaha menghadang dan menghalangi umat Islam masuk ke kota Makkah. Nabi Saw mengutus Utsman bin Affan untuk menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan umat Islam. Kafir Quraisy menolak keinginan Umat Islam dan memerintahkan umat Islam untuk kembali ke Madinah.
Pada saat yang sama, tersebar isu bahwa Utsman bin Affan dibunuh oleh kafir Quraisy. Mendengar berita tersebut, Nabi Muhammad saw memerintahkan umat Islam untuk melakukan bai’at kepada nabi Saw bahwa mereka bertekad berjuang demi kejayaan Islam hingga tetes darah terakhir. Baiat tersebut dikenal dengan Bai’at al-Ridwan. Setelah Umat Islam bersumpah, Utsman bin Affan kembali dari Makkah dengan selamat. Seperti Firman Allah surat Al fath ayat 18:
Artinya: "Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi Balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)."
Adapun Kafir Quraisy merasa khawatir akan tekad Umat Islam untuk memasuki kota Makkah tahun ini. Karena itu, Mereka mengutus Suhail bin Amr, Mikraz bin al-Hafs dan Hawatib bin Abdul Azza untuk menyusun naskah perjanjian bersama Nabi Muhammad Saw. Perjanjian tersebut dikenal dengan perjanjian Hudaibiyah.
Nabi Muhammad saw meminta Ali bin Abi Thalib sebagai juru tulis naskah perjanjian. Suhail menolak pencantuman Bismillaahirrahmanirrahiim. Sebagai gantinya mengusulkan Bismika Allahumma (atas nama ya Allah). Dia juga menolak pencantuman Muhammad Rasulullah diganti dengan Muhammad bin Abdullah. Kedua usul itu diterima nabi, walaupun para sahabatnya menentangnya.
Adapun isi perjanjian Hudaibiyyah antara lain:
1. Kedua belah pihak sepakat mengadakan gencatan senjata selama 10 tahun.
2. Setiap orang diberi kebebasan bergabung dan mengadakan perjanjian dengan Muhammad, atau dengan Kaum Quraisy.
3. setiap orang Quraisy yang menyeberang kepada Muhammad tanpa seizin walinya, harus dikembalikan. Sedangkan jika pengikut Muhammad bergabung dengan Quraisy tidak dikembalikan.
4. Pada tahun ini Muhammad harus kembali ke Madinah. Pada tahun berikutnya, mereka diizinkan menjalankan ibadah haji dengan syarat menetap selama 3 hari di Makkah dan tanpa membawa senjata.
Setelah penandatanganan perjanjian Hudaibiyah, Abu Jandal bin Suhail, anak Suhail bin Amr, wakil Quraisy dalam perjanjian, datang kepada Nabi Saw dengan kaki terbelenggu. la meminta perlindungan, karena ayahnya menyiksannya setelah ia masuk Islam. Ayahnya, Suhail bin Amr memukulnya. Sesuai perjanjian, Nabi Saw membenarkan tindakan Suhail terhadap anaknya, meskipun sikap Nabi Saw diprotes oleh beberapa sahabat. Akhirnya Mikraj bin al-Hafs dan Hawaitib bin Abdul Uzza bersedia memberi perlindungan kepadaAbu Jandal. Akhimya, Abu Jandal kembali ke pihak Quraisy, walaupun tidak tinggal bersama orang tuanya.
Meskipun tidak melaksanakan ibadah haji, Nabi Muhammad Saw memerintahkan pengikutnya untuk mencukur rambut dan menyembelih korban sebelum kembali ke Madinah.
Saat itu Nabi Saw memberitahu bahwa ia telah mendapat wahyu yang berisi kabar gembira tentang akan datangnya kemenangan bagi kaum muslim.Wahyu tersebut antara lain surat Al-Fath: 27
Artinya: "Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat." (QS. Al Fath: 27)
Isi perjanjian tampak merugikan umat Islam. Tapi di sisi lain, perjanjian Hudaibiyah menunjukan kearifan Nabi Muhammad Saw dengan terbukanya peluang bagi Nabi Muhammad Saw dan umat Islam. Peluang tersebut antara lain:
1. Legitimasi Pemerintah Islam.
Perjanjian Hudabiyah tersebut secara tidak langsung mengakui status politik Nabi Muhammad saw sebagai pemimpin Umat Islam dan pemimpin kota Madinah. Sekaligus mengakui keberadaan pemerintahan Islam di Madinah.
2. Fokus Penyebaran Islam.
Pada perjanjian Hudaibiyah mencantumkan gencatan senjata 10 tahun merupakan kesempatan emas untuk menyebarkan Islam tanpa diganggu oleh urusan perang. Nabi Muhammad Saw dan para shahabat bisa fokus menyebarkan Islam tanpa terganggu oleh urusan perang. Sebelum perjanjian, mereka disibukkan oleh peperangan dengan kafir Quraisy.
Antara tahun 6 H dan 8 H, Nabi Muhammad Saw mengirim utusannya ke berbagai kerajaan, antara lain kepada,
a. Heraclius (kaisar Bizantium),
b. Kisra (penguasa Persia),
c. Muqauqis (Penguasa mesir),
d. Negus/Najasyi (penguasa Habasyah/ Abessinia),
e. Haris al-Ghassani (raja Hirah)
f. gubernur Persia dari Yaman
g. Haris al-Himsari (penguasa Yaman).
Di antara mereka yang masuk Islam adalah gubernur Persia di Yaman. Tetapi banyak dari mereka menolak secara halus, bahkan sambil mengirim hadiah. Seperti Muqauqis mengirim hadiah yang terdiri atas ribuan emas, dua puluh potong jubah, mahkota, dan juga orang budak Kristen koptik, Mariah, dan Sirrin, yang dikawal oleh seorang kasim tua. Mariah kemudian dikawini oleh Nabi Saw dan Sirrin dikawini oleh Hasan bin Sabit. Dari perkawinannya dengan Mariah memperoleh seorang putra, Ibrahim, yang meninggal ketika masih kecil.
Penolak paling kasar adalah Haris al Ghassani, raja Hirah, yang rnembunuh utusan Nabi saw. Nabi Muhammad saw mengirim pasukan sebanyak 3.000 orang di bawah pimpinan Zaid bin Haris untuk menyerang raja al Ghassani. Peperangan terjadi di Mut’ah. Pasukan Islam mendapat kesulitan karena pasukan al-Ghassani mendapat bantuan dari pasukan kekaisaran Romawi. Akhirnya Khalid bin Walid mengambil alih komando dan memerintahkan pasukan untuk menarik diri kembali ke Madinah.
Kemampuan Khalid bin Walid menarik mundur pasukan Islam dari kepungan pasukan al Ghassani yang berjumlah ratusan ribu, membuat kagum masyarakat di sekitar wilayah tersebut. Banyak kabilah Nejd masuk Islam, ribuan dari kabilah Sulaim, Asya’ Gutafan, ABS, Zubyan, dan Fazara juga masuk Islam karena melihat keberhasilan dakwah dan politik Islam.
3. Simpatik kepada Kearifan Nabi Muhammad Saw.
Kearifan Nabi Muhammad saw dalam perjanjian menarik simpatik para pembesar Quraisy. Para pembesar Quraisy dan anak keluarga terhormat Mekkah banyak yang beriman, di antaranya Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Abu Basyir (putra Suhail bin Amr), Walid bin Walid (adik Khalid bin Walid), Asm’ (Ibnu Khalid), Utsman bin Thalhah bin Abdu dar, Aqil bin Abi Talib (saudara Ali bin Abu Thalib), dan Jubair bin Mut’im.
Sumber Buku SKI MTS Kelas VII. Kementerian Agama Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.