Menyamun, merampok dan merompak disebut juga dengan ḥirabah dari segi bahasa yang artinya adalah perang. Sedangkan menurut istilah, ḥirabah berarti mengambil harta orang lain dengan kekerasan disertai ancaman senjata dan kadang-kadang disertai dengan pembunuhan.
Dalam bahasa Arab kata ḥirabah sama artinya dengan penghadangan di jalan. Istilah penghadangan di jalan tidak hanya berarti menyamun tetapi merampok dan merompak, hanya perbedaannya terletak pada tempat kejadian.
Menyamun terjadi di darat tempatnya sepi dan jauh dari keramaian. Merampok terjadi di darat dan tempatnya ramai. Sedangkan merompak terjadi di laut atau yang terkenal dengan bajak laut. Seperti diketahui menyamun, merampok, merompak adalah kejahatan yang bersifat mengancam harta dan jiwa, dengan hanya merampas harta, perbuatan itu sama dengan mencuri bahkan melebihinya sebab terdapat unsur kekerasan bahkan kadang-kadang disertai pembunuhan, maka dari itu ḥirabah hukumnya haram.
Di samping hukuman dunia, ketiga perbuatan tersebut juga mendapat hukuman di akhirat yaitu berupa azab yang pedih. Sebagaimana Firman Allah Swt :
”Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara bersilang atau diasingkan dari tempat kediamannya Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar,”(QS. Al-Maidah : 33)
Ḥadd Menyamun, Merampok, dan Merompak.
Ḥirabah termasuk perbuatan yang membuat pelakunya dikenai ḥadd. Adapun ḥadd-nya dijelaskan dalam Al-Qur’an surat al-Maidah ayat 33 di atas. Berdasarkan ayat di atas ḥadd penyamun, perampok dan perompak adalah potong tangan, disalib, dibunuh dan diasingkan. Kemudian para ulama berbeda pendapat mengenai ḥadd yang ada dalam ayat apakah bersifat tauzi’i (hukuman disesuaikan dengan perbuatan yang dilakukan), ataukah bersifat takhyiri (memilih beberapa macam hukuman).
Jumhur ulama berpendapat, bahwa yang diterangkan dalam ayat tersebut di atas bersifat tauzi’i. Oleh karena itu ḥadd dijatuhkan sesuai dengan jenis kejahatan yang dilakukan, jika mereka :
1. Mengambil harta dan membunuh korbannya, ḥadd-nya adalah dihukum mati, kemudian disalib.
2. Membunuh korbannya tetapi tidak mengambil hartanya, ḥadd-nya adalah dihukum mati.
3. Mengambil harta, tetapi tidak membunuh, ḥadd-nya adalah dipotong tangan dan kakinya dengan cara silang (tangan kanan dengan kaki kiri atau tangan kiri dengan kaki kanan)
4. Tidak mengambil harta dan tidak membunuh misalnya, tertangkap sebelum sempat berbuat sesuatu, atau memang sengaja menakut-nakuti saja, maka ḥadd-nya adalah dipenjarakan atau diasingkan.
Perampok, Penyamun dan Perompak yang Taubat.
Perampok, penyamun dan perompak yang bertaubat sebelum tertangkap, mereka lepas dari tuntutan hukum, sementara yang berkaitan dengan hak hamba tidak gugur sehingga harus mengembalikan atau mengganti barangbarang yamg telah dirampas atau diambil jika sudah habis. Sebagaimana Firman Allah Swt. :
“Kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah : 34)
Apabila pelaku perampokan orang Islam, maka sesudah dibunuh harus dimandikan dikafani dan disembahyangkan, sesudah itu disalib dipapan selama tiga hari kalau dikawatirkan tidak membusuk.
Hikmah dilarangnya Menyamun, Merampok dan Merompak.
Hukuman yang berat bagi pelaku ḥirabah mengandung beberapa hikmah sebagai berikut :
1. Menjauhkan seseorang dari tindak kejahatan baik menyamun, merampok, dan juga merompak.
2. Melindungi hak milik orang lain dengan aman.
3. Mendorong manusia untuk mamiliki harta dengan cara sah dan halal
4. Terwujudnya lingkungan yang aman dan damai.
Sumber Buku Fiqih-Usul Fiqih Kelas XI Kementerian Agama Republik Indonesia.
Dalam bahasa Arab kata ḥirabah sama artinya dengan penghadangan di jalan. Istilah penghadangan di jalan tidak hanya berarti menyamun tetapi merampok dan merompak, hanya perbedaannya terletak pada tempat kejadian.
Menyamun terjadi di darat tempatnya sepi dan jauh dari keramaian. Merampok terjadi di darat dan tempatnya ramai. Sedangkan merompak terjadi di laut atau yang terkenal dengan bajak laut. Seperti diketahui menyamun, merampok, merompak adalah kejahatan yang bersifat mengancam harta dan jiwa, dengan hanya merampas harta, perbuatan itu sama dengan mencuri bahkan melebihinya sebab terdapat unsur kekerasan bahkan kadang-kadang disertai pembunuhan, maka dari itu ḥirabah hukumnya haram.
Di samping hukuman dunia, ketiga perbuatan tersebut juga mendapat hukuman di akhirat yaitu berupa azab yang pedih. Sebagaimana Firman Allah Swt :
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ۚ ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
”Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara bersilang atau diasingkan dari tempat kediamannya Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar,”(QS. Al-Maidah : 33)
Ḥadd Menyamun, Merampok, dan Merompak.
Ḥirabah termasuk perbuatan yang membuat pelakunya dikenai ḥadd. Adapun ḥadd-nya dijelaskan dalam Al-Qur’an surat al-Maidah ayat 33 di atas. Berdasarkan ayat di atas ḥadd penyamun, perampok dan perompak adalah potong tangan, disalib, dibunuh dan diasingkan. Kemudian para ulama berbeda pendapat mengenai ḥadd yang ada dalam ayat apakah bersifat tauzi’i (hukuman disesuaikan dengan perbuatan yang dilakukan), ataukah bersifat takhyiri (memilih beberapa macam hukuman).
Jumhur ulama berpendapat, bahwa yang diterangkan dalam ayat tersebut di atas bersifat tauzi’i. Oleh karena itu ḥadd dijatuhkan sesuai dengan jenis kejahatan yang dilakukan, jika mereka :
1. Mengambil harta dan membunuh korbannya, ḥadd-nya adalah dihukum mati, kemudian disalib.
2. Membunuh korbannya tetapi tidak mengambil hartanya, ḥadd-nya adalah dihukum mati.
3. Mengambil harta, tetapi tidak membunuh, ḥadd-nya adalah dipotong tangan dan kakinya dengan cara silang (tangan kanan dengan kaki kiri atau tangan kiri dengan kaki kanan)
4. Tidak mengambil harta dan tidak membunuh misalnya, tertangkap sebelum sempat berbuat sesuatu, atau memang sengaja menakut-nakuti saja, maka ḥadd-nya adalah dipenjarakan atau diasingkan.
Perampok, Penyamun dan Perompak yang Taubat.
Perampok, penyamun dan perompak yang bertaubat sebelum tertangkap, mereka lepas dari tuntutan hukum, sementara yang berkaitan dengan hak hamba tidak gugur sehingga harus mengembalikan atau mengganti barangbarang yamg telah dirampas atau diambil jika sudah habis. Sebagaimana Firman Allah Swt. :
إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ تَقْدِرُوا عَلَيْهِمْ ۖ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah : 34)
Apabila pelaku perampokan orang Islam, maka sesudah dibunuh harus dimandikan dikafani dan disembahyangkan, sesudah itu disalib dipapan selama tiga hari kalau dikawatirkan tidak membusuk.
Hikmah dilarangnya Menyamun, Merampok dan Merompak.
Hukuman yang berat bagi pelaku ḥirabah mengandung beberapa hikmah sebagai berikut :
1. Menjauhkan seseorang dari tindak kejahatan baik menyamun, merampok, dan juga merompak.
2. Melindungi hak milik orang lain dengan aman.
3. Mendorong manusia untuk mamiliki harta dengan cara sah dan halal
4. Terwujudnya lingkungan yang aman dan damai.
Sumber Buku Fiqih-Usul Fiqih Kelas XI Kementerian Agama Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.