Hadits Ahad menurut bahasa mempunyai arti satu. Sedangkan hadits ahad menurut istilah adalah hadits yang belum memenuhi syarat-syarat mencapai derajat mutawatir.
Hukum beramal dengan Hadits Ahad.
Wajib beramal dan berhujjah dengan hadits ahad, tetapi tidak kufur siapa yang menolaknya.
Hadits Ahad dibagi kepada tiga macam:
1. Hadits Masyhur.
Masyhur menurut bahasa adalah nampak atau terkenal. Sedangkan menurut istilah adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 perawi atau lebih pada setiap thabaqah (tingkatan) dan belum mencapai batas mutawatir.
Misalnya hadits Rasulullah Saw :
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan sekaligus, akan tetapi Allah mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama.” (HR. Bukhari)
Hukum beramal dengan Hadits Masyhur.
Boleh beramal dan berhujjah dengan hadits masyhur yang sahih dan hasan saja. Jika ia dhaif dan Maudu’, tidak boleh beramal dengannya.
2. Hadits ‘Aziz.
‘Aziz menurut bahasa artinya : yang sedikit, yang gagah, atau yang kuat dan jarang-jarang.
‘Aziiz menurut istilah ilmu hadits adalah : Suatu hadits yang diriwayatkan dengan minimal dua sanad yang berlainan rawinya.
Contohnya hadits Rasulullah Saw:
“Tidak beriman salah seorang di antara kalian sehingga aku (Nabi) lebih ia cintai daripada orangtuanya, anaknya dan manusia seluruhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hukum beramal dengan Hadits ‘Aziz.
Boleh beramal dan berhujjah dengan Hadits ‘Aziz yang sahih dan hasan saja. Jika ia dhaif dan Maudu’, tidak boleh beramal dengannya.
3. Hadits Gharib.
Gharib secara bahasa berarti tunggal. Sedangkan hadits gharib secara istilah adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi secara sendiri.
Dan tidak dipersyaratkan periwayatan seorang perawi itu terdapat dalam setiap tingkatan (thabaqah) periwayatannya, akan tetapi cukup terdapat pada satu tingkatan atau lebih. Dan bila dalam tingkatan yang lain jumlahnya lebih dari satu, maka itu tidak mengubah statusnya (sebagai hadits gharib).
Contohnya adalah hadits Rasulullah Saw:
“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hukum beramal dengan Hadits Gharib.
Boleh beramal dan berhujjah dengan Hadits Gharib yang sahih dan hasan saja. Jika ia dhaif dan Maudu’, tidak boleh beramal dengannya.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang hadits ahad dan pembagiannya serta hukum beramal dengannya. Mudah-mudahan dengan membaca artikel ini, wawasan kita tentang ilmu hadits bertambah. Aamiin.
Hukum beramal dengan Hadits Ahad.
Wajib beramal dan berhujjah dengan hadits ahad, tetapi tidak kufur siapa yang menolaknya.
Hadits Ahad dibagi kepada tiga macam:
1. Hadits Masyhur.
Masyhur menurut bahasa adalah nampak atau terkenal. Sedangkan menurut istilah adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 perawi atau lebih pada setiap thabaqah (tingkatan) dan belum mencapai batas mutawatir.
Misalnya hadits Rasulullah Saw :
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan sekaligus, akan tetapi Allah mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama.” (HR. Bukhari)
Hukum beramal dengan Hadits Masyhur.
Boleh beramal dan berhujjah dengan hadits masyhur yang sahih dan hasan saja. Jika ia dhaif dan Maudu’, tidak boleh beramal dengannya.
2. Hadits ‘Aziz.
‘Aziz menurut bahasa artinya : yang sedikit, yang gagah, atau yang kuat dan jarang-jarang.
‘Aziiz menurut istilah ilmu hadits adalah : Suatu hadits yang diriwayatkan dengan minimal dua sanad yang berlainan rawinya.
Contohnya hadits Rasulullah Saw:
“Tidak beriman salah seorang di antara kalian sehingga aku (Nabi) lebih ia cintai daripada orangtuanya, anaknya dan manusia seluruhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hukum beramal dengan Hadits ‘Aziz.
Boleh beramal dan berhujjah dengan Hadits ‘Aziz yang sahih dan hasan saja. Jika ia dhaif dan Maudu’, tidak boleh beramal dengannya.
3. Hadits Gharib.
Gharib secara bahasa berarti tunggal. Sedangkan hadits gharib secara istilah adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi secara sendiri.
Dan tidak dipersyaratkan periwayatan seorang perawi itu terdapat dalam setiap tingkatan (thabaqah) periwayatannya, akan tetapi cukup terdapat pada satu tingkatan atau lebih. Dan bila dalam tingkatan yang lain jumlahnya lebih dari satu, maka itu tidak mengubah statusnya (sebagai hadits gharib).
Contohnya adalah hadits Rasulullah Saw:
“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hukum beramal dengan Hadits Gharib.
Boleh beramal dan berhujjah dengan Hadits Gharib yang sahih dan hasan saja. Jika ia dhaif dan Maudu’, tidak boleh beramal dengannya.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang hadits ahad dan pembagiannya serta hukum beramal dengannya. Mudah-mudahan dengan membaca artikel ini, wawasan kita tentang ilmu hadits bertambah. Aamiin.
alhamdulillah sangat membantu . Terima Kasih
BalasHapus