Pengertian dermawan secara bahasa merupakan terjemahan bahasa arab dari kata sakha’. Sakha’ /dermawan merupakan sikap tengah antara boros dan kikir. Menahan harta pada situasi yang semestinya harus memberi, disebut kikir. Sedang memberi harta dalam situasi yang semestinya harus ditahan adalah boros.
Dermawan adalah memberikan harta dengan senang hati dalam kondisi memang wajib memberi, sesuai kepantasannya dengan tanpa mengharap imbalan dari yang diberi. Baik imbalan berupa pujian, balasan, kedudukan, ataupun sekedar ucapan terima kasih.
Jadi seseorang disebut dermawan jika memberi secara tulus ikhlas. Orang yang memberi karenan ingin balasan dari pihak yang diberi bukanlah dermawan tapi disebut berdagang. Sebab ia seolah-olah membeli balasan berupa pujian, kedudukan, ucapan terima kasih dan lainnya dengan hartanya.
Adapun kondisi yang menuntut wajib memberi bisa disebabkan karena kewajiban agama juga karena untuk menjaga muru’ah (kehormatan diri). Kewajiban agama misalnya membayar zakat, memberi nafkah kepada keluarga, istri, anak, kedua orang tua, membayar hutang, menolong orang yang dalam kondisi darurat dan lain-lain.
Kewajiban muru’ah adalah kewajiban kepantasan di mata kebiasaan masyarakat untuk menjaga harga diri atau munculnya cacian dan makian dari masyarakat, atau menimbulkan kemungkaran buruk lainnya di tengah masyarakat. Karena itu orang yang tidak mau membayar zakat, tidak menafkahi keluarga dan tidak mau membayar kewajiban agama lainnya maka dia disebut bahil.
Sedangkan orang yang memberi nafkah namun tidak pantas karena tidak sesuai ukuran kekayaannya, atau kebiasaan masyarakat maka juga tidak disebut dermawan, karena tidak memenuhi kewajiban muruah/ kepantasan. Dengan demikian ukuran kepantasan yang akan menjaga harga diri/ kehormatan diri seseorang tidaklah sama antara seseorang dengan orang lainnya, juga antar kebiasaan masyarakat satu dengan lainnya, dan dalam situasi dan kondisi yang berbeda. Tergantung situasi dan kondisi seseorang di tengah masyarakatnya.
Demikian juga tidaklah disebut dermawan orang yang bisa memberi barang yang lebih baik, akan tapi memilihkan barang yang kualitasnya buruk, atau memberikan barang yang lebih baik tapi dengan hati yang terpaksa.
Dalil Allah SWT. Menjelaskan Tentang Dermawan.
Artinya: “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”. (QS. Al-Insan: 8-9)
Dalam ayat lain ;
Artinya ; "Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup, sedangkan kamu sedikit pun tidak akan dianiaya (dirugikan)." (QS. Al-Baqarah: 272).
Ayat ini menunjukkan bahwa;
- Bersikap dermawan mesti harus ikhlas karena Allah SWT, atau karena dorongan untuk mendapatkan pahala kelak di akhirat.
- Pada hakikatnya, harta yang dibelajakan untuk kebaikan kepada orang lain, sesungguhnya kembali kepada orang yang membelanjakannya. Tidak akan hilang justru berkembang. Bahkan pahalanya akan kekal di akhirat.
- Membelanjakan harta untuk kebaikan dapat berupa; menunaikan zakat, shadaqah, infaq, member nafkah, hibah, menyantuni yatim-piatu, menfasilitasi kebaikan, dan lainya.
Hikmah Dermawan.
Orang yang bersikap dermawan meiliki keuntungan baik di dunia maupun di akhirat kelak. Dengan meyakini keuntungan tersebut diharapkan kita terdorong bersikap dermawan dalam kehidupan sehari-hari. Bersikap dermawan yang didorong oleh keuntungan akhirat lebih baik dari pada dunia. Adapaun hikmah yang dapat diperoleh sesorang yang dermawan antara lain;
- Menjadi orang yang dicintai oleh Allah SWT.
- Dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dan jauh dari neraka.
- Akan mengantarkannya masuk surga. Rasulullah saw bersabda,
“Kedermawanan adalah pohon yang kokoh di surga. Tidak akan masuk surga kecuali orang yang dermawan. Bakhil adalah pohon neraka. Tidak akan masuk neraka kecuali karena kebakhilannya.”
- Allah akan memberikan pahala dan mengganti harta yang ia dermakan dengan yang lebih baik dan lebih banyak.
- Menjadikannya sehat lahir dan batin.
- Allah SWT. akan menutupi aib-aib-nya. Agar kita bisa menjadi orang yang dermawan maka kita harus meyakini hal-al sebagai berikut;
- Bahwa semua yang kita miliki adalah pemberian, titipan dan amanat Allah SWT kepada kita. Bukan milik kita secara hakiki.
- Bahwa harta yang sesungguhnya adalah yang kekal hingga kelak bisa dinikmati di akhirat. Hal ini bisa dicapai hanya jika dibelanjakan dalam kerangka ibadah kepada Allah atau disedekahkan.
- Menyadari bahwa balasan berupa Pahala Allah atas harta yang kita sedekahkan jauh lebih besar dan utama dari pada yang kita nikmati.
- Meyakini bahwa hidup ini sementara, hidup yang hakiki dan kekal adalah kelak di akhirat. Kenikmatan harta bersipat relative, cepat dan sedikit. Sedangkan yang hakiki dan yang banyak adalah kelak di akhirat.
- Mulailah mencoba melatih mengendalikan kesenangan nafsu dengan cara mendahulukan orang lain dalam kesenangan, kita mengalah.
Sumber Buku Siswa Kelas XI MA Kementerian Agama Republik Indonesia.
Dermawan adalah memberikan harta dengan senang hati dalam kondisi memang wajib memberi, sesuai kepantasannya dengan tanpa mengharap imbalan dari yang diberi. Baik imbalan berupa pujian, balasan, kedudukan, ataupun sekedar ucapan terima kasih.
Jadi seseorang disebut dermawan jika memberi secara tulus ikhlas. Orang yang memberi karenan ingin balasan dari pihak yang diberi bukanlah dermawan tapi disebut berdagang. Sebab ia seolah-olah membeli balasan berupa pujian, kedudukan, ucapan terima kasih dan lainnya dengan hartanya.
Adapun kondisi yang menuntut wajib memberi bisa disebabkan karena kewajiban agama juga karena untuk menjaga muru’ah (kehormatan diri). Kewajiban agama misalnya membayar zakat, memberi nafkah kepada keluarga, istri, anak, kedua orang tua, membayar hutang, menolong orang yang dalam kondisi darurat dan lain-lain.
Kewajiban muru’ah adalah kewajiban kepantasan di mata kebiasaan masyarakat untuk menjaga harga diri atau munculnya cacian dan makian dari masyarakat, atau menimbulkan kemungkaran buruk lainnya di tengah masyarakat. Karena itu orang yang tidak mau membayar zakat, tidak menafkahi keluarga dan tidak mau membayar kewajiban agama lainnya maka dia disebut bahil.
Sedangkan orang yang memberi nafkah namun tidak pantas karena tidak sesuai ukuran kekayaannya, atau kebiasaan masyarakat maka juga tidak disebut dermawan, karena tidak memenuhi kewajiban muruah/ kepantasan. Dengan demikian ukuran kepantasan yang akan menjaga harga diri/ kehormatan diri seseorang tidaklah sama antara seseorang dengan orang lainnya, juga antar kebiasaan masyarakat satu dengan lainnya, dan dalam situasi dan kondisi yang berbeda. Tergantung situasi dan kondisi seseorang di tengah masyarakatnya.
Demikian juga tidaklah disebut dermawan orang yang bisa memberi barang yang lebih baik, akan tapi memilihkan barang yang kualitasnya buruk, atau memberikan barang yang lebih baik tapi dengan hati yang terpaksa.
Dalil Allah SWT. Menjelaskan Tentang Dermawan.
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا . إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا
Artinya: “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”. (QS. Al-Insan: 8-9)
Dalam ayat lain ;
لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۗ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلِأَنْفُسِكُمْ ۚ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
Artinya ; "Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup, sedangkan kamu sedikit pun tidak akan dianiaya (dirugikan)." (QS. Al-Baqarah: 272).
Ayat ini menunjukkan bahwa;
- Bersikap dermawan mesti harus ikhlas karena Allah SWT, atau karena dorongan untuk mendapatkan pahala kelak di akhirat.
- Pada hakikatnya, harta yang dibelajakan untuk kebaikan kepada orang lain, sesungguhnya kembali kepada orang yang membelanjakannya. Tidak akan hilang justru berkembang. Bahkan pahalanya akan kekal di akhirat.
- Membelanjakan harta untuk kebaikan dapat berupa; menunaikan zakat, shadaqah, infaq, member nafkah, hibah, menyantuni yatim-piatu, menfasilitasi kebaikan, dan lainya.
Hikmah Dermawan.
Orang yang bersikap dermawan meiliki keuntungan baik di dunia maupun di akhirat kelak. Dengan meyakini keuntungan tersebut diharapkan kita terdorong bersikap dermawan dalam kehidupan sehari-hari. Bersikap dermawan yang didorong oleh keuntungan akhirat lebih baik dari pada dunia. Adapaun hikmah yang dapat diperoleh sesorang yang dermawan antara lain;
- Menjadi orang yang dicintai oleh Allah SWT.
- Dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dan jauh dari neraka.
- Akan mengantarkannya masuk surga. Rasulullah saw bersabda,
“Kedermawanan adalah pohon yang kokoh di surga. Tidak akan masuk surga kecuali orang yang dermawan. Bakhil adalah pohon neraka. Tidak akan masuk neraka kecuali karena kebakhilannya.”
- Allah akan memberikan pahala dan mengganti harta yang ia dermakan dengan yang lebih baik dan lebih banyak.
- Menjadikannya sehat lahir dan batin.
- Allah SWT. akan menutupi aib-aib-nya. Agar kita bisa menjadi orang yang dermawan maka kita harus meyakini hal-al sebagai berikut;
- Bahwa semua yang kita miliki adalah pemberian, titipan dan amanat Allah SWT kepada kita. Bukan milik kita secara hakiki.
- Bahwa harta yang sesungguhnya adalah yang kekal hingga kelak bisa dinikmati di akhirat. Hal ini bisa dicapai hanya jika dibelanjakan dalam kerangka ibadah kepada Allah atau disedekahkan.
- Menyadari bahwa balasan berupa Pahala Allah atas harta yang kita sedekahkan jauh lebih besar dan utama dari pada yang kita nikmati.
- Meyakini bahwa hidup ini sementara, hidup yang hakiki dan kekal adalah kelak di akhirat. Kenikmatan harta bersipat relative, cepat dan sedikit. Sedangkan yang hakiki dan yang banyak adalah kelak di akhirat.
- Mulailah mencoba melatih mengendalikan kesenangan nafsu dengan cara mendahulukan orang lain dalam kesenangan, kita mengalah.
Sumber Buku Siswa Kelas XI MA Kementerian Agama Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.