Menurut kamus besar bahasa indonesia, kata lestari artinya tetap selama-lamanya, kekal, tidak berubah sebagai sediakala, melestarikan; menjadikan (membiarkan) tetap tidak berubah dan serasi : cocok, sesuai, berdasarkan kamus ini melestarikan, keserasian, dan keseimbangan lingkungan berarti membuat tetap tidak berubah atau keserasian dan keseimbangan lingkungan.
Kelestarian alam berarti tetap terjaganya keberlangsungan alam, sehingga keberlanjutannya dapat dirasakan oleh generasi sesudahnya.
Kita sebagai mahluk penghuni bumi saatini, pada dasarnya meminjam bumi ini kepada generasi sesudah kita. Oleh karenanya menjadi kewajiban kita untuk tetap menjaga dan melestarikannya, sehingga pada saatnya kita kembalikan dealam keadaan tetap utuh atau lebih baik. Islam sangat memperhatikan hal tersebut sebagaimana tercermin dalam beberapa hadits berikut:
Hadits Pertama.
Rasulullah Saw bersabda: "barangsiapa menghidupkan bumi yang mati maka (bumi) itu menjadi miliknya." (HR. Tirmidzi)
Bumi yang mati pada hadits tersebut mempunyai beberapa makna. Yaitu bumi yang kering, tidak berair sehingga gersang tidak menumbuhkan tanaman. Dan bisa juga diartikan bumi yang tidak terawat sehingga tidak memberi manfaat/ tidak produktif dan tidak bertuan.
Rasulullah Saw menyatakan barang siapa yang mampu menghidupkan bumi yang mati itu maka bumi tadi menjadi miliknya. Dapat dipahami bahwa, barang siapa mampu menjadikan tanah gersang tadi menjadi produktif dan menghasilkan manfaat, maka ia berhak mendapatkan bumi tadi, dan itu akan menjadi miliknya.
Perlu dipahami, bahwa tanah dan bumi pada zaman Rasulullah Saw sangat luas dan lebih luas dari pada jumlah penduduk pada saat itu. Sehingga sangat dimungkinkan banyak tanah yang tidak terawat tentunya tanah tersebut bukan hak milik siapa-siapa, sehingga Rasulullah Saw menyatakan orang yang merawatnya berhak menjadikan tanah tadi menjadi hak miliknya. Hal tersebut merupakan penghargaan bagi siapa yang peduli terhadap kelestarian lingkungan alam.
Hadis Kedua.
Rasulullah Saw bersabda: "barang siapa menggali sumur maka ia berhak 40 hasta sebagai kandang ternaknya." (HR. Ibnu Majah)
Pada hadits tersebut, Rasulullah Saw menjanjikan hadiah khusus bagi siapa saja yang berupaya dan mengusahakan adanya air dengan menggali sumur, maka ia berhak atas sebidang tanah. Karena sumur merupakan sumber air dan kehidupan manusia. Penggalian sumur berarti dibuka sumber kehidupan bagi seluruh makhluk yang bernyawa termasuk juga hewan.
Maka Rasulullah Saw memberi penghargaan bagi siapa yang peduli terhadap pengadaan air ini dengan diberikannya hak atas tanah disekitar sumur tersebut seluar 40 hasta atau seluas kurang lebih 1.258 m2.
Memahami hadits tersebut, perlu mengetahui konteks tempat dan zamannyya, dan keadaan saat beliau bersabda. Di jazirah Arab dan sekitarnya pada umumnya merupakan kawasan gersang dan tandus, tidak banyak kehidupan. Adanya air merupakan harapan kehidupan baru.
Kata “sebagai kandang ternaknya” dalam hadits tersebut, memberikan motivasi kepada orang-orang yang memang pada saat itu banyak yang bermata pencaharian sebagai peternak, maka hadiah sebidang tanah untuk kandang ternak di dekat sumber air merupakan sesuatu yang menggembirakan.
Kalimat tersebut juga menjelaskan akan pentingnya menjaga kelestarian alam hewani, dengan membuat kandang di dekat sumur merupakan bukti kepedulian Islam untuk menjaga dan melestarikan hewan ternak. Oleh sebab itu, menjaga kelangsungan hidup hewani berarti juga menjaga kelangsungan hidup manusia itu sendiri karena salah satu sumber makanan manusia juga diperoleh dari hewani selain berasal dari nabati.
Pada kedua hadits tersebut, kita dapat menangkap makna, seakan Rasulullah Saw membuat sayembara terbuka, agar manusia termotivasi untuk memulai adanya kehidupan baru melalui pembukaan lahan baru dan penggalian sumur.
Hadits Ketiga.
"Rasulullah Saw melarang mengebiri kuda dan binatang-binatang." (HR. Ahmad)
Hadits ini, menjelaskan tentang menjaga kelestarian hidup binatang dengan larangan mengebirinya.
Mengebiri binatang adalah merekayasa sedemikian rupa terhadap mahluk hidup agar tidak dapat bereproduksi. Ada pengebirian binatang yang dilakukan dengan membuang sebagian organ reproduksinya ada juga yang tetap mengupayakan mengupayakan agar organ repruduksinya tetap utuh namun sedah tida berfungsi.
Pada zaman dulu pengebirian binatang dilakukan dengan tujuan agar binatang yang dikebiri dapat tumbuh dengan cepat dan gemuk, serta agar lebih kuat fisiknya, karena makanan yang dikonsumsi tidak disalurkan untuk reproduksi.
Islam melarang pengebirian semacam ini karena hal tertsebut menjadi salah satu sebab punahnya generasi bitang yang dikebiri (tidak lestari) dan berarti pula telah merampas naluri dasar suatu binatang, yaitu melestarikan generasinya.
Hadits Keempat.
"Sesungguhnya Rasulullah Saw melarang (seseorang) mengurung setiap yang bernyawa dan mengebiri binatang-binatang dengan larangan yang keras." (HR. Al-Bazzar)
Pada hadits ini, selain melarang mengebiri binatang, Islam juga peduli akan hal kebebasan binatang dengan melarang mengurungnya, sehingga mereka terlepas dari habitatnya. Larangan mengurung binatang, karena hal tersebut bisa mengakibatkan binatang terampas kebebasannya, tidak mendapatkan makanan yang ia kehendaki, dan bisa merampas hak reproduksinya yang ujung-ujungnya bisa menjadi sebab kepunahannya.
Banyak manusia yang tidak memikirkan bahwa hewan pun bisa stres atau mengalami tekanan batin seperti halnya manusia karena terkurung dalam kandangnya. Apalagi dikurung hanya satu ekor tanpa pasangannya. Sebagaimana manusia hewan pun punya naluri untuk hidup berpasangan.
Beberapa pendapat muncul tentang hukum mengurung binatang menurut prespektif fiqh dengan berbagai syarat dan tingkatan. Karena memang tidak dapat dipungkiri. Pada kondisi tertentu apabila suatu binatang dibiarkan bebas di alam, justru akan terancam kelestariannya, sehingga diambil langkah untuk ditangkarkan dan dikembang biakkan dan pada saatnya akan dilepaskan ke alam bebas.
Kelestarian alam berarti tetap terjaganya keberlangsungan alam, sehingga keberlanjutannya dapat dirasakan oleh generasi sesudahnya.
Kita sebagai mahluk penghuni bumi saatini, pada dasarnya meminjam bumi ini kepada generasi sesudah kita. Oleh karenanya menjadi kewajiban kita untuk tetap menjaga dan melestarikannya, sehingga pada saatnya kita kembalikan dealam keadaan tetap utuh atau lebih baik. Islam sangat memperhatikan hal tersebut sebagaimana tercermin dalam beberapa hadits berikut:
Hadits Pertama.
قال رسول الله ص.م مَنْ أَحْيى أَرْضًا مَيِّتَةً فَهِيَ لَهُ
Rasulullah Saw bersabda: "barangsiapa menghidupkan bumi yang mati maka (bumi) itu menjadi miliknya." (HR. Tirmidzi)
Bumi yang mati pada hadits tersebut mempunyai beberapa makna. Yaitu bumi yang kering, tidak berair sehingga gersang tidak menumbuhkan tanaman. Dan bisa juga diartikan bumi yang tidak terawat sehingga tidak memberi manfaat/ tidak produktif dan tidak bertuan.
Rasulullah Saw menyatakan barang siapa yang mampu menghidupkan bumi yang mati itu maka bumi tadi menjadi miliknya. Dapat dipahami bahwa, barang siapa mampu menjadikan tanah gersang tadi menjadi produktif dan menghasilkan manfaat, maka ia berhak mendapatkan bumi tadi, dan itu akan menjadi miliknya.
Perlu dipahami, bahwa tanah dan bumi pada zaman Rasulullah Saw sangat luas dan lebih luas dari pada jumlah penduduk pada saat itu. Sehingga sangat dimungkinkan banyak tanah yang tidak terawat tentunya tanah tersebut bukan hak milik siapa-siapa, sehingga Rasulullah Saw menyatakan orang yang merawatnya berhak menjadikan tanah tadi menjadi hak miliknya. Hal tersebut merupakan penghargaan bagi siapa yang peduli terhadap kelestarian lingkungan alam.
Hadis Kedua.
قال رسول الله ص.م: مَنْ حَفَرَ بِئْرًا فَلَهُ أَرْبَعُوْنَ ذِرَاعًا عَطَنًا لِمَاشِيَتِهِ
Rasulullah Saw bersabda: "barang siapa menggali sumur maka ia berhak 40 hasta sebagai kandang ternaknya." (HR. Ibnu Majah)
Pada hadits tersebut, Rasulullah Saw menjanjikan hadiah khusus bagi siapa saja yang berupaya dan mengusahakan adanya air dengan menggali sumur, maka ia berhak atas sebidang tanah. Karena sumur merupakan sumber air dan kehidupan manusia. Penggalian sumur berarti dibuka sumber kehidupan bagi seluruh makhluk yang bernyawa termasuk juga hewan.
Maka Rasulullah Saw memberi penghargaan bagi siapa yang peduli terhadap pengadaan air ini dengan diberikannya hak atas tanah disekitar sumur tersebut seluar 40 hasta atau seluas kurang lebih 1.258 m2.
Memahami hadits tersebut, perlu mengetahui konteks tempat dan zamannyya, dan keadaan saat beliau bersabda. Di jazirah Arab dan sekitarnya pada umumnya merupakan kawasan gersang dan tandus, tidak banyak kehidupan. Adanya air merupakan harapan kehidupan baru.
Kata “sebagai kandang ternaknya” dalam hadits tersebut, memberikan motivasi kepada orang-orang yang memang pada saat itu banyak yang bermata pencaharian sebagai peternak, maka hadiah sebidang tanah untuk kandang ternak di dekat sumber air merupakan sesuatu yang menggembirakan.
Kalimat tersebut juga menjelaskan akan pentingnya menjaga kelestarian alam hewani, dengan membuat kandang di dekat sumur merupakan bukti kepedulian Islam untuk menjaga dan melestarikan hewan ternak. Oleh sebab itu, menjaga kelangsungan hidup hewani berarti juga menjaga kelangsungan hidup manusia itu sendiri karena salah satu sumber makanan manusia juga diperoleh dari hewani selain berasal dari nabati.
Pada kedua hadits tersebut, kita dapat menangkap makna, seakan Rasulullah Saw membuat sayembara terbuka, agar manusia termotivasi untuk memulai adanya kehidupan baru melalui pembukaan lahan baru dan penggalian sumur.
Hadits Ketiga.
نَهَى رَسُوْلُ الله ص.م عَنْ إِخْصَاءِ الْخَيْلِ وَ الْبَهَائِمِ
"Rasulullah Saw melarang mengebiri kuda dan binatang-binatang." (HR. Ahmad)
Hadits ini, menjelaskan tentang menjaga kelestarian hidup binatang dengan larangan mengebirinya.
Mengebiri binatang adalah merekayasa sedemikian rupa terhadap mahluk hidup agar tidak dapat bereproduksi. Ada pengebirian binatang yang dilakukan dengan membuang sebagian organ reproduksinya ada juga yang tetap mengupayakan mengupayakan agar organ repruduksinya tetap utuh namun sedah tida berfungsi.
Pada zaman dulu pengebirian binatang dilakukan dengan tujuan agar binatang yang dikebiri dapat tumbuh dengan cepat dan gemuk, serta agar lebih kuat fisiknya, karena makanan yang dikonsumsi tidak disalurkan untuk reproduksi.
Islam melarang pengebirian semacam ini karena hal tertsebut menjadi salah satu sebab punahnya generasi bitang yang dikebiri (tidak lestari) dan berarti pula telah merampas naluri dasar suatu binatang, yaitu melestarikan generasinya.
Hadits Keempat.
أَنَّ النَّبِيَّ ص.م نَهَى صَيْرِ الرُّوْحِ وَ عَنْ إِخْصَاءِ الْبَهَائِمِ نَهْيًا
Pada hadits ini, selain melarang mengebiri binatang, Islam juga peduli akan hal kebebasan binatang dengan melarang mengurungnya, sehingga mereka terlepas dari habitatnya. Larangan mengurung binatang, karena hal tersebut bisa mengakibatkan binatang terampas kebebasannya, tidak mendapatkan makanan yang ia kehendaki, dan bisa merampas hak reproduksinya yang ujung-ujungnya bisa menjadi sebab kepunahannya.
Banyak manusia yang tidak memikirkan bahwa hewan pun bisa stres atau mengalami tekanan batin seperti halnya manusia karena terkurung dalam kandangnya. Apalagi dikurung hanya satu ekor tanpa pasangannya. Sebagaimana manusia hewan pun punya naluri untuk hidup berpasangan.
Beberapa pendapat muncul tentang hukum mengurung binatang menurut prespektif fiqh dengan berbagai syarat dan tingkatan. Karena memang tidak dapat dipungkiri. Pada kondisi tertentu apabila suatu binatang dibiarkan bebas di alam, justru akan terancam kelestariannya, sehingga diambil langkah untuk ditangkarkan dan dikembang biakkan dan pada saatnya akan dilepaskan ke alam bebas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.