Pengertian Malaikat menurut bahasa, kata “Malaikat” merupakan kata jamak yang berasal dari Arab “malak” yang berarti kekuatan, yang berasal dari kata mashdar “al-alukah” yang berarti risalah atau misi, kemudian sang pembawa misi biasanya disebut dengan Ar-Rasul.
Malaikat diciptakan oleh Allah Sswt terbuat dari cahaya (nuur), berdasarkan salah satu hadits Nabi Muhammad Saw, “Malaikat telah diciptakan dari cahaya.” (HR. Imam Muslim)
Mempercayai malaikat Allah Swt adalah bagian dari Rukun Iman. Iman kepada malaikat maksudnya adalah meyakini adanya malaikat, walaupun kita tidak dapat melihat malaikat, dan bahwa malaikat adalah salah satu makhluk ciptaan Allah Swt. Allah Swt menciptakan malaikat dari cahaya. Malaikat menyembah Allah Swt dan selalu taat kepada-Nya, malaikat tidak pernah berdosa. Tidak seorang pun yang mengetahui jumlah pasti malaikat, hanya Allah Swt saja yang mengetahui jumlahnya.
Walaupun manusia tidak dapat melihat malaikat tetapi jika Allah Swt berkehendak maka malaikat dapat dilihat oleh manusia, yang biasanya terjadi pada para Nabi dan Rasul. Malaikat selalu menampakan diri dalam wujud laki-laki kepada para Nabi dan Rasul.
Malaikat memilki sifat-sifat, sebagaimana manusia juga memilki sifat. Diantara sifat malaikat itu ada sifatnya takut dan malu.
Malaikat itu selalu takut (al-khaufi). Tentunya sifat takut malaikat ini bukan kepada makhluk Allah Swt. Melainkan hanya takut kepada Allah Swt saja, sebagaimana dijelaskan dalam firmanNya:
“Mereka (malaikat) takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).“ (QS. An-Nahl : 50)
Firman Allah Swt.
“...Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimulaikan, mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. Allah mengetahui segala apa yang dihadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.“ (QS. Al-Anbiya : 26-28).
Selanjutnya malaikat itu juga mempunyai sifat malu. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah Saw:
Rasulullah Saw memuji Utsman bin ‘Affan karena ia dikenal dengan sifat pemalunya sampai-sampai Malaikat pun malu kepada beliau. Rasulullah Saw bersabda,
Bukankah aku selayaknya merasa malu terhadap seseorang (Utsman) yang Malaikat saja merasa malu kepadanya?” (HR. Muslim 2401)
Sahabat bacaan madani yang dirahmati Allah Swt. milikilah sifat takut dan malu, bukan penakut dan pemalu. Penakut dan pemalu (khajal) adalah penyakit jiwa dan lemah kepribadian akibat rasa malu yang berlebihan. Sebab, sifat malu tidaklah menghalangi seseorang untuk tampil menyuarakan kebenaran. Sifat malu juga tidak menghambat seseorang untuk berbuat baik.
Itulah sifat malu yang sesungguhnya. Sebagaimana yang sampai kepada kita melalui Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah Saw. bersabda,
“Malulah kepada Allah dengan malu yang sebenar-benarnya.”
Kami berkata, “Ya Rasulullah, alhamdulillah, kami sesungguhnya malu.”
Beliau berkata, “Bukan itu yang aku maksud. Tetapi malu kepada Allah dengan malu yang sesungguhnya; yaitu menjaga kepala dan apa yang dipikirkannya, menjaga perut dari apa yang dikehendakinya. Ingatlah kematian dan ujian, dan barangsiapa yang menginginkan kebahagiaan alam akhirat, maka ia akan tinggalkan perhiasan dunia. Dan barangsiapa yang melakukan hal itu, maka ia memiliki sifat malu yang sesungguhnya kepada Allah.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Shifatul Qiyamah, hadits nomor 2382)
Karena itu, menjadi penting bagi kita untuk menghiasi diri dengan sifat malu. Dari mana sebenarnya energi sifat malu bisa kita miliki? Sumber sifat malu adalah dari pengetahuan kita tentang keagungan Allah Swt. Sifat malu akan muncul dalam diri kita jika kita menghayati betul bahwa Allah Swt itu Maha Mengetahui, Allah Swt itu Maha Melihat. Tidak ada yang bisa kita sembunyikan dari Penglihatan Allah Swt. Segala lintasan pikiran, niat yang terbersit dalam hati kita, semua diketahui oleh Allah swt.
Jadi, sumber sifat malu adalah muraqabatullah. Sifat itu hadir setika kita merasa di bawah pantauan Allah swt. Dengan kata lain, ketika kita dalam kondisi ihsan, sifat malu ada dalam diri kita. Apa itu ihsan?
“Engkau menyembah Allah seakan melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihatmu,” begitu jawaban Rasulullah Saw. atas pertanyaan Jibril tentang ihsan.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang malaikat memilki sifat takut dan malu. Bukan penakut dan pemalu. Mudah-mudahan kita juga senantiasa memiliki sifat malu dan takut kepada Allah Swt. Aamiin.
Malaikat diciptakan oleh Allah Sswt terbuat dari cahaya (nuur), berdasarkan salah satu hadits Nabi Muhammad Saw, “Malaikat telah diciptakan dari cahaya.” (HR. Imam Muslim)
Mempercayai malaikat Allah Swt adalah bagian dari Rukun Iman. Iman kepada malaikat maksudnya adalah meyakini adanya malaikat, walaupun kita tidak dapat melihat malaikat, dan bahwa malaikat adalah salah satu makhluk ciptaan Allah Swt. Allah Swt menciptakan malaikat dari cahaya. Malaikat menyembah Allah Swt dan selalu taat kepada-Nya, malaikat tidak pernah berdosa. Tidak seorang pun yang mengetahui jumlah pasti malaikat, hanya Allah Swt saja yang mengetahui jumlahnya.
Walaupun manusia tidak dapat melihat malaikat tetapi jika Allah Swt berkehendak maka malaikat dapat dilihat oleh manusia, yang biasanya terjadi pada para Nabi dan Rasul. Malaikat selalu menampakan diri dalam wujud laki-laki kepada para Nabi dan Rasul.
Malaikat memilki sifat-sifat, sebagaimana manusia juga memilki sifat. Diantara sifat malaikat itu ada sifatnya takut dan malu.
Malaikat itu selalu takut (al-khaufi). Tentunya sifat takut malaikat ini bukan kepada makhluk Allah Swt. Melainkan hanya takut kepada Allah Swt saja, sebagaimana dijelaskan dalam firmanNya:
يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Mereka (malaikat) takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).“ (QS. An-Nahl : 50)
Firman Allah Swt.
سُبْحَانَهُ ۚ بَلْ عِبَادٌ مُكْرَمُونَ . لَا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ . يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَىٰ وَهُمْ مِنْ خَشْيَتِهِ مُشْفِقُونَ
“...Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimulaikan, mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. Allah mengetahui segala apa yang dihadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.“ (QS. Al-Anbiya : 26-28).
Selanjutnya malaikat itu juga mempunyai sifat malu. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah Saw:
Rasulullah Saw memuji Utsman bin ‘Affan karena ia dikenal dengan sifat pemalunya sampai-sampai Malaikat pun malu kepada beliau. Rasulullah Saw bersabda,
Bukankah aku selayaknya merasa malu terhadap seseorang (Utsman) yang Malaikat saja merasa malu kepadanya?” (HR. Muslim 2401)
Sahabat bacaan madani yang dirahmati Allah Swt. milikilah sifat takut dan malu, bukan penakut dan pemalu. Penakut dan pemalu (khajal) adalah penyakit jiwa dan lemah kepribadian akibat rasa malu yang berlebihan. Sebab, sifat malu tidaklah menghalangi seseorang untuk tampil menyuarakan kebenaran. Sifat malu juga tidak menghambat seseorang untuk berbuat baik.
Itulah sifat malu yang sesungguhnya. Sebagaimana yang sampai kepada kita melalui Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah Saw. bersabda,
“Malulah kepada Allah dengan malu yang sebenar-benarnya.”
Kami berkata, “Ya Rasulullah, alhamdulillah, kami sesungguhnya malu.”
Beliau berkata, “Bukan itu yang aku maksud. Tetapi malu kepada Allah dengan malu yang sesungguhnya; yaitu menjaga kepala dan apa yang dipikirkannya, menjaga perut dari apa yang dikehendakinya. Ingatlah kematian dan ujian, dan barangsiapa yang menginginkan kebahagiaan alam akhirat, maka ia akan tinggalkan perhiasan dunia. Dan barangsiapa yang melakukan hal itu, maka ia memiliki sifat malu yang sesungguhnya kepada Allah.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Shifatul Qiyamah, hadits nomor 2382)
Karena itu, menjadi penting bagi kita untuk menghiasi diri dengan sifat malu. Dari mana sebenarnya energi sifat malu bisa kita miliki? Sumber sifat malu adalah dari pengetahuan kita tentang keagungan Allah Swt. Sifat malu akan muncul dalam diri kita jika kita menghayati betul bahwa Allah Swt itu Maha Mengetahui, Allah Swt itu Maha Melihat. Tidak ada yang bisa kita sembunyikan dari Penglihatan Allah Swt. Segala lintasan pikiran, niat yang terbersit dalam hati kita, semua diketahui oleh Allah swt.
Jadi, sumber sifat malu adalah muraqabatullah. Sifat itu hadir setika kita merasa di bawah pantauan Allah swt. Dengan kata lain, ketika kita dalam kondisi ihsan, sifat malu ada dalam diri kita. Apa itu ihsan?
“Engkau menyembah Allah seakan melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihatmu,” begitu jawaban Rasulullah Saw. atas pertanyaan Jibril tentang ihsan.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang malaikat memilki sifat takut dan malu. Bukan penakut dan pemalu. Mudah-mudahan kita juga senantiasa memiliki sifat malu dan takut kepada Allah Swt. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.