Diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari ketika Sayyidina Muhammad Saw diundang makan oleh seorang wanita, budak afrika yang bernama Barirah Ra. Barirah ingin mengundang Rasulullah Saw tetapi tidak pernah berani mengundangnya, karena tidak mempunyai hidangan yang semestinya untuk menyambut Rasulullah Saw, dia termasuk fuqara’ yang tidak memiliki apa-apa.
Barirah adalah budak milik Utbah (atau Uqbah) bin Abu Lahab, salah satu putra Abu Lahab yang akhirnya memeluk Islam setelah Fathul Makkah. Barirah berkulit hitam karena berasal dari Habsyi seperti halnya Bilal bin Rabah dan telah memeluk Islam, hanya saja ia tetap diperlakukan dengan baik oleh tuannya. Ia tetap tinggal di Makkah ketika Nabi SAW dan para kaum muslimin hijrah ke Madinah.
Suatu ketika Barirah diberi makanan oleh salah seorang sahabat. Makan tersebut adalah syurbah lahmiyyah (bubur daging) yang mana merupakan makanan golongan menengah ke atas di masa itu. Makanan tersebut sangat lezat dan enak. Seumur hidupnya, belum pernah ia mendapatkan makanan selezat itu. Namun, karena kecintaannya pada Rasulullah Saw yang sangat besar, ia tidak mau makan sebelum Rasulullah Saw mencicipinya terlebih dulu. Ia pun bertekad akan menjamu Rasulullah Saw.
Barirah yang sangat miskin ini lalu mengundang Rasulullah Saw untuk datang ke rumahnya. Rasulullah Saw menyambut baik undangan tersebut dan datang ke rumah Barirah bersama para sahabat untuk menyenangkannya. Ketika para sahabat melihat makanan lezat yang disajikan Barirah, mereka sadar bahwa makanan tersebut sangat mahal, tidak mungkin Barirah sanggup membelinya sendiri. Pastilah Barirah mendapatkannya sebagai shadaqah dari seseorang.
Para sahabat pun berkata pada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah, kemungkinan ini adalah makanan zakat atau shadaqah, sedangkan engkau tidak boleh memakan zakat dan shadaqah. Jadi engkau tidak dapat memakannya, ya Rasulullah.”
Barirah yang mendengar kata-kata sahabat tersebut menjadi hancur hatinya. Ia sadar, bahwa mereka benar. Rasulullah Saw tidak boleh memakan shadaqah dan zakat, dia benar-benar lupa. Hati Barirah menjadi kacau. Ia patah hati, tapi juga risau, takut, dan bingung karena sudah menyajikan makanan yang diharamkan kepada Rasulullah Saw.
Namun disinilah ciri manusia bijaksana yang paling indah budi pekertinya. Rasulullah Saw lalu berkata,
“Makanan ini betul adalah shadaqah untuk Barirah, dan karenanya sudah menjadi milik Barirah. Lalu Barirah menghadiahkannya kepadaku. Maka aku boleh memakannya”. Kemudian Rasulullah Saw pun memakannya.
Demikianlah sahabat bacaan madani kisah barirah seorang budak yang mengundang makan Rasulullah Saw. Rasulullah Saw pun menghadiri undangan Barirah tersebut. Walupun Barirah sendiri merupakan orang miskin. Ini adalah bentuk rasa hormat Rasulullah Saw terhadap undangan orang lain kepada beliau. Ini juga bukti bahwa Rasulullah Saw tidak membeda-bedakan antara sikaya dan si miskin.
Beda halnya untuk saat ini. Disaat yang mengundang orang kaya atau pejabat, maka orang pun banyak berbondong-bondong untuk menghadiri undangan tersebut. Tapi sebaliknya disaat orang miskin yang mengundang berat langkah orang yang di undang untuk menghadirinya. Mudah-mudahan langkah kita selalu ringan untuk menghadiri undangan orang lain yang mengundang kita, selama tidak ada di tempat undangan itu yang mengundang maksiat. Aamiin.
Barirah adalah budak milik Utbah (atau Uqbah) bin Abu Lahab, salah satu putra Abu Lahab yang akhirnya memeluk Islam setelah Fathul Makkah. Barirah berkulit hitam karena berasal dari Habsyi seperti halnya Bilal bin Rabah dan telah memeluk Islam, hanya saja ia tetap diperlakukan dengan baik oleh tuannya. Ia tetap tinggal di Makkah ketika Nabi SAW dan para kaum muslimin hijrah ke Madinah.
Suatu ketika Barirah diberi makanan oleh salah seorang sahabat. Makan tersebut adalah syurbah lahmiyyah (bubur daging) yang mana merupakan makanan golongan menengah ke atas di masa itu. Makanan tersebut sangat lezat dan enak. Seumur hidupnya, belum pernah ia mendapatkan makanan selezat itu. Namun, karena kecintaannya pada Rasulullah Saw yang sangat besar, ia tidak mau makan sebelum Rasulullah Saw mencicipinya terlebih dulu. Ia pun bertekad akan menjamu Rasulullah Saw.
Barirah yang sangat miskin ini lalu mengundang Rasulullah Saw untuk datang ke rumahnya. Rasulullah Saw menyambut baik undangan tersebut dan datang ke rumah Barirah bersama para sahabat untuk menyenangkannya. Ketika para sahabat melihat makanan lezat yang disajikan Barirah, mereka sadar bahwa makanan tersebut sangat mahal, tidak mungkin Barirah sanggup membelinya sendiri. Pastilah Barirah mendapatkannya sebagai shadaqah dari seseorang.
Para sahabat pun berkata pada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah, kemungkinan ini adalah makanan zakat atau shadaqah, sedangkan engkau tidak boleh memakan zakat dan shadaqah. Jadi engkau tidak dapat memakannya, ya Rasulullah.”
Barirah yang mendengar kata-kata sahabat tersebut menjadi hancur hatinya. Ia sadar, bahwa mereka benar. Rasulullah Saw tidak boleh memakan shadaqah dan zakat, dia benar-benar lupa. Hati Barirah menjadi kacau. Ia patah hati, tapi juga risau, takut, dan bingung karena sudah menyajikan makanan yang diharamkan kepada Rasulullah Saw.
Namun disinilah ciri manusia bijaksana yang paling indah budi pekertinya. Rasulullah Saw lalu berkata,
“Makanan ini betul adalah shadaqah untuk Barirah, dan karenanya sudah menjadi milik Barirah. Lalu Barirah menghadiahkannya kepadaku. Maka aku boleh memakannya”. Kemudian Rasulullah Saw pun memakannya.
Demikianlah sahabat bacaan madani kisah barirah seorang budak yang mengundang makan Rasulullah Saw. Rasulullah Saw pun menghadiri undangan Barirah tersebut. Walupun Barirah sendiri merupakan orang miskin. Ini adalah bentuk rasa hormat Rasulullah Saw terhadap undangan orang lain kepada beliau. Ini juga bukti bahwa Rasulullah Saw tidak membeda-bedakan antara sikaya dan si miskin.
Beda halnya untuk saat ini. Disaat yang mengundang orang kaya atau pejabat, maka orang pun banyak berbondong-bondong untuk menghadiri undangan tersebut. Tapi sebaliknya disaat orang miskin yang mengundang berat langkah orang yang di undang untuk menghadirinya. Mudah-mudahan langkah kita selalu ringan untuk menghadiri undangan orang lain yang mengundang kita, selama tidak ada di tempat undangan itu yang mengundang maksiat. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.