Kafarat berasal dari kata dasar kafara (menutupi sesuatu). Artinya adalah denda yang wajib ditunaikan yang disebabkan oleh suatu perbuatan dosa, yang bertujuan menutup dosa tersebut sehingga tidak ada lagi pengaruh dosa yang diperbuat tersebut, baik di dunia maupun di akhirat. Kafarat merupakan salah satu hukuman yang dipaparkan secara terperinci dalam syariat Islam.
Ada bermacam-macam kafarat dalam Islam yang bentuknya berbeda sesuai dengan perbedaan pelanggaran (dosa) yang dilakukan. Perbuatan-perbuatan dosa yang dikenakan kaafarat tersebut antara lain melanggar sumpah, melakukan jimak (hubungan suami istri) di siang hari pada bulan Ramadhan, men-zihar istri (seorang suami menyatakan bahwa punggung istrinya sama dengan punggung ibunya), dan mempergauli istri ketika sedang melaksanakan ihram di Makkah.
Kafarat bagi suami yang melakukan jimak (persetubuhan) pada saat ihram atau pada siang hari puasa Ramadhan. Kafaratnya adalah dengan memerdekakan budak, puasa berturut-turut selama dua bulan atau memberi makan kepada 60 orang miskin. Dasar hukum dari kafarat jimak ini adalah hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Jemaah dari Abu Hurairah.
Dari Abu Hurairah Ra, beliau berkata, ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah Saw, tiba-tiba datanglah seseorang sambil berkata: “Wahai, Rasulullah, celaka !” Beliau menjawab,”Ada apa denganmu?” Dia berkata,”Aku berhubungan dengan istriku, padahal aku sedang berpuasa.”
Dalam riwayat lain berbunyi : "Aku berhubungan dengan istriku di bulan Ramadhan."
Maka Rasulullah Saw berkata,”Apakah kamu mempunyai budak untuk dimerdekakan?”
Dia menjawab,”Tidak!”
Lalu Beliau berkata lagi, ”Mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?”
Dia menjawab, ”Tidak.”
Lalu Beliau bertanya lagi : “Mampukah kamu memberi makan enam puluh orang miskin?” Dia menjawab, ”Tidak.” Lalu Rasulullah diam sebentar.
Dalam keadaan seperti ini, Nabi Saw diberi satu ‘irq berisi kurma –Al irq adalah alat takaran- (maka) Beliau berkata: “Mana orang yang bertanya tadi?”
Dia menjawab, ”Saya orangnya.”
Beliau berkata lagi: “Ambillah ini dan bersedekahlah dengannya!”
Kemudian orang tersebut berkata: “Apakah kepada orang yang lebih fakir dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada di dua ujung kota Madinah satu keluarga yang lebih fakir dari keluargaku”.
Maka Rasulullah Saw tertawa sampai tampak gigi taringnya, kemudian Rasulullah Saw berkata: “Berilah makan keluargamu!”
Adapun Ketentuan-ketentuan yang Harus di ketahui adalah,
1. Kafarat Bagi Laki-laki yang Menjima’i Isterinya.
Sebagaimana di jelaskan hadits Rasulullah Saw melalui Abu Hurairah, tentang laki-laki yang menjima’i isterinya di siang hari bulan Ramadhan, bahwa dia harus mengqadha’ puasanya dan membayar kafarat yaitu : membebaskan seorang budak, kalau tidak mampu maka puasa dua bulan berturut-turut, kalau tidak mampu maka memberi makan enam puluh orang miskin.
Kafarat yang harus dibayar itu cukuplah satu diantara 3 cara yang dijelaskan oleh Rasulullah Saw. dengan ketentuan tertib sesuai dengan urutannya.
2. Gugurnya Kafarat.
Barang siapa yang telah wajib membayar kafarat, namun tidak mampu mebebaskan seorang budak ataupun puasa (dua bulan berturut-turut) dan juga tidak mampu memberi makan (enam puluh orang miskin), maka gugurlah kewajibannya membayar kafarat, karena tidak ada beban syari’at kecuali kalau ada kemampuan.
Allah berfirman (yang artinya) : “Allah tidak membebani jiwa kecuali sesuai kemampuan.” (QS. Al-Baqarah : 286)
Dan dengan dalil Rasulullah Saw menggugurkan kafarat dari orang tersebut, ketika mengabarkan kesulitannya dan memberinya satu wadah korma untuk memberikan keluarganya.
3. Kafarat Hanya Bagi Laki-laki.
Seorang wanita tidak terkena kewajiban membayar kafarat, karena ketika dikhabarkan kepada Rasulullah Saw perbuatan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan, beliau hanya mewajibkan satu kafarat saja.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang ketentuan kafarat atau denda dalam puasa Ramadhan. Mudah-mudahan hal yang demikian dijauhkan dari kita. Aamiin
Ada bermacam-macam kafarat dalam Islam yang bentuknya berbeda sesuai dengan perbedaan pelanggaran (dosa) yang dilakukan. Perbuatan-perbuatan dosa yang dikenakan kaafarat tersebut antara lain melanggar sumpah, melakukan jimak (hubungan suami istri) di siang hari pada bulan Ramadhan, men-zihar istri (seorang suami menyatakan bahwa punggung istrinya sama dengan punggung ibunya), dan mempergauli istri ketika sedang melaksanakan ihram di Makkah.
Kafarat bagi suami yang melakukan jimak (persetubuhan) pada saat ihram atau pada siang hari puasa Ramadhan. Kafaratnya adalah dengan memerdekakan budak, puasa berturut-turut selama dua bulan atau memberi makan kepada 60 orang miskin. Dasar hukum dari kafarat jimak ini adalah hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Jemaah dari Abu Hurairah.
Dari Abu Hurairah Ra, beliau berkata, ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah Saw, tiba-tiba datanglah seseorang sambil berkata: “Wahai, Rasulullah, celaka !” Beliau menjawab,”Ada apa denganmu?” Dia berkata,”Aku berhubungan dengan istriku, padahal aku sedang berpuasa.”
Dalam riwayat lain berbunyi : "Aku berhubungan dengan istriku di bulan Ramadhan."
Maka Rasulullah Saw berkata,”Apakah kamu mempunyai budak untuk dimerdekakan?”
Dia menjawab,”Tidak!”
Lalu Beliau berkata lagi, ”Mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?”
Dia menjawab, ”Tidak.”
Lalu Beliau bertanya lagi : “Mampukah kamu memberi makan enam puluh orang miskin?” Dia menjawab, ”Tidak.” Lalu Rasulullah diam sebentar.
Dalam keadaan seperti ini, Nabi Saw diberi satu ‘irq berisi kurma –Al irq adalah alat takaran- (maka) Beliau berkata: “Mana orang yang bertanya tadi?”
Dia menjawab, ”Saya orangnya.”
Beliau berkata lagi: “Ambillah ini dan bersedekahlah dengannya!”
Kemudian orang tersebut berkata: “Apakah kepada orang yang lebih fakir dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada di dua ujung kota Madinah satu keluarga yang lebih fakir dari keluargaku”.
Maka Rasulullah Saw tertawa sampai tampak gigi taringnya, kemudian Rasulullah Saw berkata: “Berilah makan keluargamu!”
Adapun Ketentuan-ketentuan yang Harus di ketahui adalah,
1. Kafarat Bagi Laki-laki yang Menjima’i Isterinya.
Sebagaimana di jelaskan hadits Rasulullah Saw melalui Abu Hurairah, tentang laki-laki yang menjima’i isterinya di siang hari bulan Ramadhan, bahwa dia harus mengqadha’ puasanya dan membayar kafarat yaitu : membebaskan seorang budak, kalau tidak mampu maka puasa dua bulan berturut-turut, kalau tidak mampu maka memberi makan enam puluh orang miskin.
Kafarat yang harus dibayar itu cukuplah satu diantara 3 cara yang dijelaskan oleh Rasulullah Saw. dengan ketentuan tertib sesuai dengan urutannya.
2. Gugurnya Kafarat.
Barang siapa yang telah wajib membayar kafarat, namun tidak mampu mebebaskan seorang budak ataupun puasa (dua bulan berturut-turut) dan juga tidak mampu memberi makan (enam puluh orang miskin), maka gugurlah kewajibannya membayar kafarat, karena tidak ada beban syari’at kecuali kalau ada kemampuan.
Allah berfirman (yang artinya) : “Allah tidak membebani jiwa kecuali sesuai kemampuan.” (QS. Al-Baqarah : 286)
Dan dengan dalil Rasulullah Saw menggugurkan kafarat dari orang tersebut, ketika mengabarkan kesulitannya dan memberinya satu wadah korma untuk memberikan keluarganya.
3. Kafarat Hanya Bagi Laki-laki.
Seorang wanita tidak terkena kewajiban membayar kafarat, karena ketika dikhabarkan kepada Rasulullah Saw perbuatan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan, beliau hanya mewajibkan satu kafarat saja.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang ketentuan kafarat atau denda dalam puasa Ramadhan. Mudah-mudahan hal yang demikian dijauhkan dari kita. Aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.