Musafir adalah orang yang melakukan suatu perjalanan dengan satu tujuan tertentu. Hal ini dilakukan biasanya dengan mengunjungi suatu tempat yang mempunyai makna keagamaan, seringkali dengan menempuh jarak yang cukup jauh.
Kehidupan didunia sifatnya sementara, tidak ada yang kekal hidup didunia ini. Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan maut. Kehidupan yang kekal adalah kehidupan akhirat. Manusia di dunia berkedudukan seperti orang asing. Sebagai orang asing semestinya tidak terpedaya dengan kehidupan dunia lupa akan kampung halamannya.
Orang mukmin ketika hidup di dunia, kedudukannya seperti orang asing. Hatinya pun tidak akan terikat dengan sesuatu di negeri keterasingannya tersebut. Bahkan hatinya terikat dengan tempat tinggal (negerinya) yang dia akan kembali kepadanya. Dan dia menjadikan tinggalnya di dunia hanya sekadar untuk menunaikan kebutuhannya dan mempersiapkan diri untuk kembali ke negerinya. Inilah keadaan orang yang asing.
Seorang mukmin itu seperti musafir yang tidak pernah menetap di suatu tempat tertentu. Bahkan dia terus-menerus berjalan menuju tempat tinggalnya.
Seorang mukmin yang hidup di dunia ini ibaratnya seperti seorang hamba yang ditugaskan oleh tuannya untuk suatu keperluan ke suatu negeri. Hamba tersebut tentunya ingin bersegera melaksanakan apa yang ditugaskan oleh tuannya lalu kembali ke negerinya. Dan dia tidak akan terikat dengan sesuatu kecuali apa yang ditugaskan oleh tuannya.
Rasulullah Saw bersabda,
Ibnu Umar Ra berkata: Rasulullah Saw memegang kedua pundakku dan bersabda: “Hiduplah di dunia ini seakan-akan engkau orang asing atau orang yang sedang lewat.” Ibnu Umar Ra berkata: "Jika engkau memasuki waktu sore, maka janganlah menunggu pagi; dan jika engkau memasuki waktu pagi, janganlah menunggu waktu sore; ambillah kesempatana dari masa sehatmu untuk masa sakitmu dan dari masa hidupmu untuk matimu.” (HR. Bukhari)
Firman Allah Swt.
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak. Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”(QS. Al-Hadid:20)
Sahabat bacaan madani, Dunia adalah tempat persinggahan sementara.
Sudahkah kita mengumpulkan bekal untuk menempuh perjalanan menuju negeri yg kekal abadi?
Sadarlah akan singkat nya waktu.
Maka dari itu, hendaknya kita berbekal untuk kehidupan kekal kita, bukan menyia-nyiakan waktu kita di dunia ini.
Hendaknya, apa yang kita miliki di dunia ini kita jadikan sebagai sarana untuk mencari kehidupan yang kekal di akhirat kelak.
Allah berfirman:
“Dan carilah pada apa yang telah di anugerahkan Allah kepada mu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”(QS. Al-Qashash:77)
Sebagai kesimpulannya sahabat bacaan madani sebagai berikut,
1.Bersegera mengerjakan pekerjaan baik dan memperbanyak ketaatan, tidak lalai dan menunda-nunda karena dia tidak tahu kapan datang ajalnya.
2.Menggunakan berbagai kesempatan dan momentum sebelum hilangnya berlalu.
3.Zuhud di dunia berarti tidak bergantung kepadanya hingga mengabaikan ibadah kepada Allah ta’ala untuk kehidupan akhirat.
4.Hati-hati dan khawatir dari azab Allah adalah sikap seorang musafir yang bersungguh-sungguh dan hati –hati agar tidak tersesat.
5.Pekerjaan dunia dituntut untuk menjaga jiwa dan mendatangkan manfaat, seorang muslim hendaknya menggunakan semua itu untuk tujuan akhirat.
Kehidupan didunia sifatnya sementara, tidak ada yang kekal hidup didunia ini. Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan maut. Kehidupan yang kekal adalah kehidupan akhirat. Manusia di dunia berkedudukan seperti orang asing. Sebagai orang asing semestinya tidak terpedaya dengan kehidupan dunia lupa akan kampung halamannya.
Orang mukmin ketika hidup di dunia, kedudukannya seperti orang asing. Hatinya pun tidak akan terikat dengan sesuatu di negeri keterasingannya tersebut. Bahkan hatinya terikat dengan tempat tinggal (negerinya) yang dia akan kembali kepadanya. Dan dia menjadikan tinggalnya di dunia hanya sekadar untuk menunaikan kebutuhannya dan mempersiapkan diri untuk kembali ke negerinya. Inilah keadaan orang yang asing.
Seorang mukmin itu seperti musafir yang tidak pernah menetap di suatu tempat tertentu. Bahkan dia terus-menerus berjalan menuju tempat tinggalnya.
Seorang mukmin yang hidup di dunia ini ibaratnya seperti seorang hamba yang ditugaskan oleh tuannya untuk suatu keperluan ke suatu negeri. Hamba tersebut tentunya ingin bersegera melaksanakan apa yang ditugaskan oleh tuannya lalu kembali ke negerinya. Dan dia tidak akan terikat dengan sesuatu kecuali apa yang ditugaskan oleh tuannya.
Rasulullah Saw bersabda,
عَنْ ابْنِ عُمَرْ رضي الله عَنْهُمَا قَالَ : أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِمَنْكِبَيَّ فَقَالَ : كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ . وَكاَنَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ : إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
Ibnu Umar Ra berkata: Rasulullah Saw memegang kedua pundakku dan bersabda: “Hiduplah di dunia ini seakan-akan engkau orang asing atau orang yang sedang lewat.” Ibnu Umar Ra berkata: "Jika engkau memasuki waktu sore, maka janganlah menunggu pagi; dan jika engkau memasuki waktu pagi, janganlah menunggu waktu sore; ambillah kesempatana dari masa sehatmu untuk masa sakitmu dan dari masa hidupmu untuk matimu.” (HR. Bukhari)
Firman Allah Swt.
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak. Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”(QS. Al-Hadid:20)
Sahabat bacaan madani, Dunia adalah tempat persinggahan sementara.
Sudahkah kita mengumpulkan bekal untuk menempuh perjalanan menuju negeri yg kekal abadi?
Sadarlah akan singkat nya waktu.
Maka dari itu, hendaknya kita berbekal untuk kehidupan kekal kita, bukan menyia-nyiakan waktu kita di dunia ini.
Hendaknya, apa yang kita miliki di dunia ini kita jadikan sebagai sarana untuk mencari kehidupan yang kekal di akhirat kelak.
Allah berfirman:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah di anugerahkan Allah kepada mu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”(QS. Al-Qashash:77)
Sebagai kesimpulannya sahabat bacaan madani sebagai berikut,
1.Bersegera mengerjakan pekerjaan baik dan memperbanyak ketaatan, tidak lalai dan menunda-nunda karena dia tidak tahu kapan datang ajalnya.
2.Menggunakan berbagai kesempatan dan momentum sebelum hilangnya berlalu.
3.Zuhud di dunia berarti tidak bergantung kepadanya hingga mengabaikan ibadah kepada Allah ta’ala untuk kehidupan akhirat.
4.Hati-hati dan khawatir dari azab Allah adalah sikap seorang musafir yang bersungguh-sungguh dan hati –hati agar tidak tersesat.
5.Pekerjaan dunia dituntut untuk menjaga jiwa dan mendatangkan manfaat, seorang muslim hendaknya menggunakan semua itu untuk tujuan akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.