Cinta sejati muncul seiring berjalannya waktu yang mereka lewati bersama dalam suka dan duka.Karna cinta sejati tak dapat diukur hanya dengan sebuah ungkapan sayang.Cinta sejati tak akan disebut sebagai cinta sejati kecuali kita sendiri yang mensejatikan cinta itu sendiri.
Cinta tidak dapat dikatakan sejati hanya dengan terjadinya sebuah persahabatn dan pernikahan, namun seberapa kuat pertahanan cinta mereka dalam ikatan persahabatan dan pernikahan dengan menjaga, saling berkasih sayang, pengertian, sampai akhir hayat mereka.
Cinta sejati tidak akan memandang kekurangan sahabat maupun pasangannya sebagai kelemahan, keburukan tetapi sebagai sebuah keindahan. Cinta sejati ini juga terjadi kepada lawan jenis. Cinta sejati bisa saja terjadi terhadap sejenis dalam artian yang positif (bukan negatif) Hal ini pernah terjadi di zaman Rasulullah Saw.
Seorang hamba sahaya bernama Tsauban amat menyayangi dan merindui Nabi Muhammad Saw. Sehari tidak berjumpa Nabi, dia rasakan seperti setahun. Kalau boleh dia hendak bersama Nabi setiap waktu. Jika tidak bertemu Rasulullah Saw, Tsauban amat berasa sedih, murung dan seringkali menangis. Rasulullah Saw juga demikian terhadap Tsauban. Baginda mengetahui betapa hebatnya kasih sayang Tsauban terhadap dirinya.
Suatu hari Tsauban berjumpa dengan Rasulullah Saw. Tsauban berkata kepada Rasulullah Saw. Katanya,
“Ya Rasulullah, saya sebenarnya tidak sakit, tapi saya sangat sedih jika berpisah dan tidak bertemu denganmu walaupun sekejap. Jika dapat bertemu, barulah hatiku tenang dan bergembira sekali. Apabila memikirkan akhirat, hati saya bertambah cemas, takut-takut tidak dapat bersama denganmu. Kedudukanmu sudah tentu di syurga yang tinggi, manakala saya belum tentu kemungkinan di syurga paling bawah atau paling membimbangkan tidak dimasukkan ke dalam syurga langsung. Ketika itu saya tentu tidak bertatap muka denganmu lagi.”
Mendengar kata Tsauban, Baginda Rasulullah Saw amat terharu. Namun baginda tidak dapat berbuat apa-apa karena itu urusan Allah Swt. Setelah peristiwa itu, turunlah wahyu kepada Rasulullah Saw, Allah Swt berfirman
“Barangsiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya, maka mereka itu nanti akan bersama mereka yang diberi nikmat oleh Allah yaitu para nabi, syuhada, orang-orang soleh dan mereka yang sebaik-baik teman.” (QS. An-Nisa’: 69)
Mendengarkan jaminan Allah Swt ini, Tsauban kembali gembira seperti semula.
Demikianlah sahabat bacaan madani kisah cinta sejati sahabat Nabi yang bernama Tsauban kepada Rasulullah Saw. Cinta Tsauban kepada Rasulullah adalah cinta sejati yang berlandaskan keimanan yang tulen. Mencintai Rasul bermakna mencintai Allah. Mudah-mudahan kita juga termasuk orang-orang yang mencintai Rasulullah Saw, walaupun belum pernah bertemu. Akan tetapi bisa kita buktikan cinta sejati kita kepada Rasulullah Saw melalui mengerjakan segala yang diperintahkan Allah Dan Rasulnya serta meninggalkan segala yang dilarang. Aamiin.
Cinta tidak dapat dikatakan sejati hanya dengan terjadinya sebuah persahabatn dan pernikahan, namun seberapa kuat pertahanan cinta mereka dalam ikatan persahabatan dan pernikahan dengan menjaga, saling berkasih sayang, pengertian, sampai akhir hayat mereka.
Cinta sejati tidak akan memandang kekurangan sahabat maupun pasangannya sebagai kelemahan, keburukan tetapi sebagai sebuah keindahan. Cinta sejati ini juga terjadi kepada lawan jenis. Cinta sejati bisa saja terjadi terhadap sejenis dalam artian yang positif (bukan negatif) Hal ini pernah terjadi di zaman Rasulullah Saw.
Seorang hamba sahaya bernama Tsauban amat menyayangi dan merindui Nabi Muhammad Saw. Sehari tidak berjumpa Nabi, dia rasakan seperti setahun. Kalau boleh dia hendak bersama Nabi setiap waktu. Jika tidak bertemu Rasulullah Saw, Tsauban amat berasa sedih, murung dan seringkali menangis. Rasulullah Saw juga demikian terhadap Tsauban. Baginda mengetahui betapa hebatnya kasih sayang Tsauban terhadap dirinya.
Suatu hari Tsauban berjumpa dengan Rasulullah Saw. Tsauban berkata kepada Rasulullah Saw. Katanya,
“Ya Rasulullah, saya sebenarnya tidak sakit, tapi saya sangat sedih jika berpisah dan tidak bertemu denganmu walaupun sekejap. Jika dapat bertemu, barulah hatiku tenang dan bergembira sekali. Apabila memikirkan akhirat, hati saya bertambah cemas, takut-takut tidak dapat bersama denganmu. Kedudukanmu sudah tentu di syurga yang tinggi, manakala saya belum tentu kemungkinan di syurga paling bawah atau paling membimbangkan tidak dimasukkan ke dalam syurga langsung. Ketika itu saya tentu tidak bertatap muka denganmu lagi.”
Mendengar kata Tsauban, Baginda Rasulullah Saw amat terharu. Namun baginda tidak dapat berbuat apa-apa karena itu urusan Allah Swt. Setelah peristiwa itu, turunlah wahyu kepada Rasulullah Saw, Allah Swt berfirman
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا
“Barangsiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya, maka mereka itu nanti akan bersama mereka yang diberi nikmat oleh Allah yaitu para nabi, syuhada, orang-orang soleh dan mereka yang sebaik-baik teman.” (QS. An-Nisa’: 69)
Mendengarkan jaminan Allah Swt ini, Tsauban kembali gembira seperti semula.
Demikianlah sahabat bacaan madani kisah cinta sejati sahabat Nabi yang bernama Tsauban kepada Rasulullah Saw. Cinta Tsauban kepada Rasulullah adalah cinta sejati yang berlandaskan keimanan yang tulen. Mencintai Rasul bermakna mencintai Allah. Mudah-mudahan kita juga termasuk orang-orang yang mencintai Rasulullah Saw, walaupun belum pernah bertemu. Akan tetapi bisa kita buktikan cinta sejati kita kepada Rasulullah Saw melalui mengerjakan segala yang diperintahkan Allah Dan Rasulnya serta meninggalkan segala yang dilarang. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.