Sungguh Hampir Semua Orang Menginginkan Jabatan.
Menjadi seorang pemimpin dan memiliki sebuah jabatan merupakan impian semua orang kecuali sedikit dari mereka yang dirahmati oleh Allah Swt. Banyak orang justru menjadikannya sebagai ajang rebutan, khususnya jabatan yang menjanjikan uang dan harta serta kesenangan dunia lainnya.
Sungguh benar sabda Rasulullah ketika beliau menyampaikan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:
“Sesungguhnya kalian nanti akan sangat berambisi terhadap kepemimpinan, padahal kelak di hari kiamat ia akan menjadi penyesalan.“ (HR. Al-Bukhari no. 7148)
Bagaimana tidak, dengan menjadi seorang pemimpin, memudahkannya untuk memenuhi tuntutan hawa nafsunya berupa kepopuleran, penghormatan dari orang lain, kedudukan atau status sosial yang tinggi di mata manusia, menyombongkan diri di hadapan mereka, memerintah dan menguasai kekayaan, kemewahan serta kemegahan.
Tidak mengherankan apabila jabatan-jabatan mulai dari lurah, bupati, gubenur dan jabatan-jabatan teras negara menjadi rebutan dan incaran banyak orang.
Akan tetapi hal yang demikian tidak berlaku bagi pejabat-pejabat Negara di zaman sahabat. Contohnya Said bin Amir al-Jumahi. Said bin Amir al-Jumahi adalah Sahabat Nabi Muhammad dan Gubernur Himsh pada masa Khalifah Umar.
Suatu ketika Khalifah Umar menyerahkan sebuah jabatan dalam pemerintahan kepada Said, yaitu sebagai Gubernur di Himsh, tapi Said menolak dengan mengatakan wahai Umar saya mohon kepada Allah semoga anda tidak mendorong saya untuk mencintai dunia, dan Umar berkata,”Wahai Said engkau pikulkan beban pemerintahan ini di pundakku kemudian engkau menghindar dan membiarkanku sendirian ?”
”Demi Allah ! saya tidak akan membiarkan anda sendirian.” Ujar Said.
Said akhirnya tidak bisa menolak permintaan Umar, setelah pelantikan Khalifah Umar bertanya kepada Said, ”berapa gaji yang engkau inginkan ?”
”Apa yang harus saya perbuat dengan gaji itu, ya Amirul Mukminin?” jawab Said balik bertanya, ”Bukankah penghasilan saya dari Baitul Maal sudah cukup ?”
Tidak lama setelah Said memerintah di Himsh, sebuah delegasi datang menghadap Khalifah Umar di Madinah. Delegasi itu terdiri dari penduduk Himsh yang ditugasi oleh Khalifah untuk mengamati pemerintahan.
Dalam pertemuan itu, Khalifah Umar meminta daftar fakir miskin untuk diberikan santunan, di dalam daftar yang diserahkan oleh delegasi itu terdapat nama Said bin Amir. Ketika Khalifah meneliti nama-nama tersebut, beliau menemukan nama Said lalu bertanya, ”Siapa Said yang kalian cantumkan ini ?”
”Gubernur kami.” Jawab mereka
”Betulkah Gubernur kalian miskin ?” tanya Khalifah Umar heran.
”Sungguh ya Amirul Mukminin ! Demi Allah, seringkali di rumahnya tidak kelihatan tanda-tanda api menyala,” Jawab mereka meyakinkan Khalifah Umar.
Mendengar perkataan itu, Khalifah Umar menangis, sehingga air mata belia meleleh membasahi jenggotnya. Kemudian beliau mengambil sebuah pundi-pundi berisi uang 1000 dinar, lalu menyuruh utusan itu untuk kembali dan menyampaikan salam beliau kepada Gubernur Said bin Amir sekaligus memberikan uang 1000 dinar tsb.
Setibanya di Himsh, delegasi itu segera menghadap Gubernur Said, mereka menyampaikan salam dan uang kiriman Khalifah untuk beliau. Setelah Said melihat pundi-pundi itu berisi uang, beliau menjauhkannya dari sisinya seraya berucap, ”Inna lillaahi Wa inna Ilaihi Raaji'uun”
Mendengar ucapan itu istrinya mengira marabahaya sedang menimpanya, istrinya menghampiri seraya bertanya, ”Apa yang terjadi, meninggalkah Amirul Mukminin ?”
”Bahkan lebih besar lagi dari itu !” Jawab Said sedih.
”Apakah kaum muslimin kalah perang ?” Tanya istrinya lagi.
”Jauh lebih besar dari itu!” Jawab Said tetap sedih
”Apa pulakah gerangan yang lebih besar dari itu ?” Tanya istrinya tidak sabar.
”Dunia telah datang untuk merusak akhiratku. Bencana telah menyusup ke dalam rumah tangga kita” Jawab Said.
”Bebaskan dirimu dari padanya !” Kata istri Said memberi semangat, tanpa mengetahui perihal adanya pundi-pundi uang yang dikirimkan Khalifah Umar untuk suaminya.
”Maukah kamu menolongku berbuat demikian ?” Tanya Said
”Tentu.....!” Jawab istrinya bersemangat. Maka Said mengambil pundi-pundi uang itu dan menyuruh istrinya untuk membagi-bagikan kepada fakir miskin.
Tidak lama kemudian, Khalifah Umar berkunjung ke Syria, menginspeksi pemerintahan disana. Dalam kunjungannya itu beliau menyempatkan diri singgah di Himsh. Kota Himsh pada masa itu dinamai pula ”Kuwaifah ( kufah kecil )”, karena rakyatnya sering melapor kelemahan-kelemahan gubernur mereka kepada pemerintah pusat, persis seperti kelakuan masyarakat Kufah.
Tatkala Khalifah singgah disana, rakyat mengelu-elukan beliau, Khalifah bertanya kepada rakyat tentang bagaimana penilaian rakyat terhadap kebijakan Gubernur.
Ada empat macam kelemahan yang hendak mereka laporkan kepada Khalifah, Umar berjanji akan mempertemukan rakyat dengan Said sambil berdoa, ”Semoga sangka baik saya selama ini kepada Said tidak salah.”
Maka tatkala semua pihak sudah berada di depan Khalifah, beliau bertanya kepada rakyat tentang laporan mereka terhadap kebijakan Gubernur dan pertanyaan itu dijawab oleh seorang juru bicara :
- Gubernur selalu tiba di tempat tugas setelah matahari tinggi. Gubernur Said diam sejenak lalu berkata ,”sesungguhnya saya keberatan untuk menanggapinya tetapi apa boleh buat, keluarga saya tidak mempunyai pembantu, karena itu tiap pagi saya terpaksa harus membuat adonan roti terlebih dahulu untuk keluarga, kemudian saya berwudhu setelah itu barulah saya berangkat ketempat tugas untuk melayani masyarakat."
- Gubernur tidak bersedia melayani kami pada malam hari. Said sebenarnya enggan untuk menanggapi terutama dihadapan umum seperti itu,”Saya telah membagi waktu saya, siang hari untuk melayani masyarakat dan malam hari untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah.” jawab Said
- Gubernur tidak masuk kantor sehari penuh dalam sebulan. Said menanggapinya, "Bahwa beliau hanya memiliki sepasang pakaian yang melekat dibadan, beliau mencucinya sekali sebulan sehingga bila dicuci maka terpaksa harus menunggu sampai kering baru beliau keluar melayani masyarakat."
- Sewaktu-waktu Gubernur menutup diri untuk bicara, pada saat-saat seperti itu biasanya beliau pergi meninggalkan majelis. Said pun menanggapinya, "Bahwa hal itu disebabkan karena beliau teringat tentang Khubaib bin Adi yang dihukum mati oleh kaum kafir Quraisy, ”Demi Allah ! kata Said ”jika saya teringat akan peristiwa itu, dimana saya membiarkan Khubaib tersiksa tanpa membelanya sedikit pun, maka saya merasa bahwa dosaku tidak akan diampuni Allah Swt ”
”Segala puji bagi Allah yang tidak mengecewakanku,” Kata Khalifah Umar mengakhiri dialog itu.
Sekembalinya ke Madinah, Khalifah Umar mengirimi Gubernur Said seribu dinar untuk memenuhi kebutuhannya. Melihat uang sebanyak itu istrinya berkata kepada Said,”Segala puji bagi Allah yang mencukupi kita berkat pengabdianmu. Saya ingin uang ini kita pergunakan untuk membeli bahan pangan dan kelengkapan-kelengkapan lain. Dan saya ingin juga menggaji seorang pembantu rumah tangga untuk kita.”
”Adakah usul yang lebih baik dari itu ?” Tanya Said kepada istrinya.
”Apa pulakah yang lebih baik dari itu ?” Jawab istrinya balik bertanya.
”Kita bagi-bagikan saja uang ini kepada rakyat yang membutuhkannya. Itulah yang lebih baik bagi kita.” Jawab Said.
”Mengapa ?” Tanya istrinya
”Dengan begitu berarti kita menyimpan uang ini disisi Allah, itulah cara yang lebih baik.” Kata Said.
”Baiklah kalau begitu.” Kata istrinya. ”Semoga kita dibalas Allah dengan balasan yang paling baik.”
Sebelum mereka meninggalkan majelis, uang itu dimasukkan Said ke dalam beberapa pundi, lalu diperintahkannya kepada salah seorang keluarganya untuk membagikan kepada janda-janda, anak yatim dan orang-orang miskin.
Demikianlah sahabat bacaan madani kisah Gubernur Himsh yang bernama Said bin Amir Al-Jumahi yang begitu sederhana disaat menjadi pemimpim bagi banyak orang. Beliau menjadi pejabat bukan karena permintaannya. Beliau menjadi pejabat bukan karena untuk di hormati dan bukan juga untuk mengumpulkan kekayaan. Beliau menjadi pejabat ikhlas karena Allah Swt. Mudah-mudahan pejabat-pejabat kita juga dapat mencontoh kesederhanaan Said bin Amir Al-Jumahi ini. Aamiin.
Menjadi seorang pemimpin dan memiliki sebuah jabatan merupakan impian semua orang kecuali sedikit dari mereka yang dirahmati oleh Allah Swt. Banyak orang justru menjadikannya sebagai ajang rebutan, khususnya jabatan yang menjanjikan uang dan harta serta kesenangan dunia lainnya.
Sungguh benar sabda Rasulullah ketika beliau menyampaikan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:
“Sesungguhnya kalian nanti akan sangat berambisi terhadap kepemimpinan, padahal kelak di hari kiamat ia akan menjadi penyesalan.“ (HR. Al-Bukhari no. 7148)
Bagaimana tidak, dengan menjadi seorang pemimpin, memudahkannya untuk memenuhi tuntutan hawa nafsunya berupa kepopuleran, penghormatan dari orang lain, kedudukan atau status sosial yang tinggi di mata manusia, menyombongkan diri di hadapan mereka, memerintah dan menguasai kekayaan, kemewahan serta kemegahan.
Tidak mengherankan apabila jabatan-jabatan mulai dari lurah, bupati, gubenur dan jabatan-jabatan teras negara menjadi rebutan dan incaran banyak orang.
Akan tetapi hal yang demikian tidak berlaku bagi pejabat-pejabat Negara di zaman sahabat. Contohnya Said bin Amir al-Jumahi. Said bin Amir al-Jumahi adalah Sahabat Nabi Muhammad dan Gubernur Himsh pada masa Khalifah Umar.
Suatu ketika Khalifah Umar menyerahkan sebuah jabatan dalam pemerintahan kepada Said, yaitu sebagai Gubernur di Himsh, tapi Said menolak dengan mengatakan wahai Umar saya mohon kepada Allah semoga anda tidak mendorong saya untuk mencintai dunia, dan Umar berkata,”Wahai Said engkau pikulkan beban pemerintahan ini di pundakku kemudian engkau menghindar dan membiarkanku sendirian ?”
”Demi Allah ! saya tidak akan membiarkan anda sendirian.” Ujar Said.
Said akhirnya tidak bisa menolak permintaan Umar, setelah pelantikan Khalifah Umar bertanya kepada Said, ”berapa gaji yang engkau inginkan ?”
”Apa yang harus saya perbuat dengan gaji itu, ya Amirul Mukminin?” jawab Said balik bertanya, ”Bukankah penghasilan saya dari Baitul Maal sudah cukup ?”
Tidak lama setelah Said memerintah di Himsh, sebuah delegasi datang menghadap Khalifah Umar di Madinah. Delegasi itu terdiri dari penduduk Himsh yang ditugasi oleh Khalifah untuk mengamati pemerintahan.
Dalam pertemuan itu, Khalifah Umar meminta daftar fakir miskin untuk diberikan santunan, di dalam daftar yang diserahkan oleh delegasi itu terdapat nama Said bin Amir. Ketika Khalifah meneliti nama-nama tersebut, beliau menemukan nama Said lalu bertanya, ”Siapa Said yang kalian cantumkan ini ?”
”Gubernur kami.” Jawab mereka
”Betulkah Gubernur kalian miskin ?” tanya Khalifah Umar heran.
”Sungguh ya Amirul Mukminin ! Demi Allah, seringkali di rumahnya tidak kelihatan tanda-tanda api menyala,” Jawab mereka meyakinkan Khalifah Umar.
Mendengar perkataan itu, Khalifah Umar menangis, sehingga air mata belia meleleh membasahi jenggotnya. Kemudian beliau mengambil sebuah pundi-pundi berisi uang 1000 dinar, lalu menyuruh utusan itu untuk kembali dan menyampaikan salam beliau kepada Gubernur Said bin Amir sekaligus memberikan uang 1000 dinar tsb.
Setibanya di Himsh, delegasi itu segera menghadap Gubernur Said, mereka menyampaikan salam dan uang kiriman Khalifah untuk beliau. Setelah Said melihat pundi-pundi itu berisi uang, beliau menjauhkannya dari sisinya seraya berucap, ”Inna lillaahi Wa inna Ilaihi Raaji'uun”
Mendengar ucapan itu istrinya mengira marabahaya sedang menimpanya, istrinya menghampiri seraya bertanya, ”Apa yang terjadi, meninggalkah Amirul Mukminin ?”
”Bahkan lebih besar lagi dari itu !” Jawab Said sedih.
”Apakah kaum muslimin kalah perang ?” Tanya istrinya lagi.
”Jauh lebih besar dari itu!” Jawab Said tetap sedih
”Apa pulakah gerangan yang lebih besar dari itu ?” Tanya istrinya tidak sabar.
”Dunia telah datang untuk merusak akhiratku. Bencana telah menyusup ke dalam rumah tangga kita” Jawab Said.
”Bebaskan dirimu dari padanya !” Kata istri Said memberi semangat, tanpa mengetahui perihal adanya pundi-pundi uang yang dikirimkan Khalifah Umar untuk suaminya.
”Maukah kamu menolongku berbuat demikian ?” Tanya Said
”Tentu.....!” Jawab istrinya bersemangat. Maka Said mengambil pundi-pundi uang itu dan menyuruh istrinya untuk membagi-bagikan kepada fakir miskin.
Tidak lama kemudian, Khalifah Umar berkunjung ke Syria, menginspeksi pemerintahan disana. Dalam kunjungannya itu beliau menyempatkan diri singgah di Himsh. Kota Himsh pada masa itu dinamai pula ”Kuwaifah ( kufah kecil )”, karena rakyatnya sering melapor kelemahan-kelemahan gubernur mereka kepada pemerintah pusat, persis seperti kelakuan masyarakat Kufah.
Tatkala Khalifah singgah disana, rakyat mengelu-elukan beliau, Khalifah bertanya kepada rakyat tentang bagaimana penilaian rakyat terhadap kebijakan Gubernur.
Ada empat macam kelemahan yang hendak mereka laporkan kepada Khalifah, Umar berjanji akan mempertemukan rakyat dengan Said sambil berdoa, ”Semoga sangka baik saya selama ini kepada Said tidak salah.”
Maka tatkala semua pihak sudah berada di depan Khalifah, beliau bertanya kepada rakyat tentang laporan mereka terhadap kebijakan Gubernur dan pertanyaan itu dijawab oleh seorang juru bicara :
- Gubernur selalu tiba di tempat tugas setelah matahari tinggi. Gubernur Said diam sejenak lalu berkata ,”sesungguhnya saya keberatan untuk menanggapinya tetapi apa boleh buat, keluarga saya tidak mempunyai pembantu, karena itu tiap pagi saya terpaksa harus membuat adonan roti terlebih dahulu untuk keluarga, kemudian saya berwudhu setelah itu barulah saya berangkat ketempat tugas untuk melayani masyarakat."
- Gubernur tidak bersedia melayani kami pada malam hari. Said sebenarnya enggan untuk menanggapi terutama dihadapan umum seperti itu,”Saya telah membagi waktu saya, siang hari untuk melayani masyarakat dan malam hari untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah.” jawab Said
- Gubernur tidak masuk kantor sehari penuh dalam sebulan. Said menanggapinya, "Bahwa beliau hanya memiliki sepasang pakaian yang melekat dibadan, beliau mencucinya sekali sebulan sehingga bila dicuci maka terpaksa harus menunggu sampai kering baru beliau keluar melayani masyarakat."
- Sewaktu-waktu Gubernur menutup diri untuk bicara, pada saat-saat seperti itu biasanya beliau pergi meninggalkan majelis. Said pun menanggapinya, "Bahwa hal itu disebabkan karena beliau teringat tentang Khubaib bin Adi yang dihukum mati oleh kaum kafir Quraisy, ”Demi Allah ! kata Said ”jika saya teringat akan peristiwa itu, dimana saya membiarkan Khubaib tersiksa tanpa membelanya sedikit pun, maka saya merasa bahwa dosaku tidak akan diampuni Allah Swt ”
”Segala puji bagi Allah yang tidak mengecewakanku,” Kata Khalifah Umar mengakhiri dialog itu.
Sekembalinya ke Madinah, Khalifah Umar mengirimi Gubernur Said seribu dinar untuk memenuhi kebutuhannya. Melihat uang sebanyak itu istrinya berkata kepada Said,”Segala puji bagi Allah yang mencukupi kita berkat pengabdianmu. Saya ingin uang ini kita pergunakan untuk membeli bahan pangan dan kelengkapan-kelengkapan lain. Dan saya ingin juga menggaji seorang pembantu rumah tangga untuk kita.”
”Adakah usul yang lebih baik dari itu ?” Tanya Said kepada istrinya.
”Apa pulakah yang lebih baik dari itu ?” Jawab istrinya balik bertanya.
”Kita bagi-bagikan saja uang ini kepada rakyat yang membutuhkannya. Itulah yang lebih baik bagi kita.” Jawab Said.
”Mengapa ?” Tanya istrinya
”Dengan begitu berarti kita menyimpan uang ini disisi Allah, itulah cara yang lebih baik.” Kata Said.
”Baiklah kalau begitu.” Kata istrinya. ”Semoga kita dibalas Allah dengan balasan yang paling baik.”
Sebelum mereka meninggalkan majelis, uang itu dimasukkan Said ke dalam beberapa pundi, lalu diperintahkannya kepada salah seorang keluarganya untuk membagikan kepada janda-janda, anak yatim dan orang-orang miskin.
Demikianlah sahabat bacaan madani kisah Gubernur Himsh yang bernama Said bin Amir Al-Jumahi yang begitu sederhana disaat menjadi pemimpim bagi banyak orang. Beliau menjadi pejabat bukan karena permintaannya. Beliau menjadi pejabat bukan karena untuk di hormati dan bukan juga untuk mengumpulkan kekayaan. Beliau menjadi pejabat ikhlas karena Allah Swt. Mudah-mudahan pejabat-pejabat kita juga dapat mencontoh kesederhanaan Said bin Amir Al-Jumahi ini. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.