Hajarul Aswad merupakan sebuah batu yang diyakini oleh umat Islam berasal dari surga, dan yang pertama kali menemukannya adalah Nabi Ismail dan yang meletakkannya adalah Nabi Ibrahim. Dahulu kala batu ini memiliki sinar yang terang dan dapat menerangi seluruh jazirah Arab. Namun semakin lama sinarnya semakin meredup dan hingga akhirnya sekarang berwarna hitam.
Batu ini memiliki aroma yang unik dan ini merupakan aroma wangi alami yang dimilikinya semenjak awal keberadaannya, dan pada saat ini batu Hajar Aswad tersebut ditaruh di sisi luar Kabah sehingga mudah bagi seseorang untuk menciumnya. Adapun mencium Hajar Aswad merupakan sunah Nabi Muhammad Saw. Karena dia selalu menciumnya setiap saat thawaf.
Dalam sejarahnya batu Hajarul Aswad pernah di curi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Pencurian Hajar Aswad ini di komandoi oleh Abu Thahir yang berasal dari kelompok Qaramithah salahb satu sekte syiah, yang tepatnya terjadi pada tahun 317 H.
Pencurian Hajar Aswad ini bermula di saat mereka membuat keributan ditanah haram pada tanggal 8 Dzul Hijjah 317 H. Abu Thahir bersama orang-orangnya merampok dan memerangi jamah haji waktu itu. Sehingga membuat jamaah haji banyak yang jadi korban. Kejadian itu tidak hanya terjadi di luar kakbah, bahkan pembantaian juga terjadi di dekat kakbah.
Disaat pedang-pedang orang Qaramithah menebas leher orang-orang yang ada disitu, termasuk orang-orang yang Thawaf tidak luput dari pedang mereka. Termasuk yang menjadi korban diantaranya sebagian ahli hadits.
Pada saat itu juga Abu Thahir berdiri di pintu Kakbah dengan pengawalan, menyaksikan pedang-pedang pengikutnya membabi buta, membunuh manusia. Dengan sombongnya ia berkata : “Saya adalah Allah. Saya bersama Allah. Sayalah yang menciptakan makhluk-makhluk. Dan sayalah yang akan membinasakan mereka.”
Jasad-jasad korban penyerangan Abu Thahir tersebut diperintahkannya untuk di kuburkan di dalam sumur Zam-zam, dan sebagiannya di kuburkan di sekitar lokasi Masjidil Haram.
Kejahatan Abu Thahir tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Dia memerintahkan orang-orangnya untuk menghancurkan kubah sumur Zam-zam, pintu Kakbah di lepas serta melepas kiswah dan merobek-robek kiswah tersebut dan disaksikan orang-orangnya.
Selanjutnya Abu Thahir memerintahkan untuk mengambil talang Kakbah yang berada di atas Kakbah. Orang yang naik ke atas Kakbah tersebut jatuh dan meninggal seketika itu. Akhirnya Abu Thahir dan pengikutnya tidak jadi mengambil Talang Kakbah tersebut.
Gagal mengambil Talang Kakbah, Abu Thahir memerintahkan pengikutnya untuk mencongkel dan mengambil batu Hajar Aswad. Pada saat itu Abu Thahir berbicara dengan nada sombong dan menantang : “Mana burung-burung Ababil? Mana batu-batuan dari Neraka Sijjil?”
Akhirnya Abu Thahir dan rombongannya membawa batu Hajarul Aswad. Amir Makkah tidak hanya diam saja. Amir Makkah pun mengejar beserta pasukan mengejar mereka. Amir Makkah berusaha membujuk Abu Thahir agar mengembalikan Hajar aswad ke tempat semula.
Amir pun menawarkan seluruh hartanya untuk menebus Hajarul Aswad itu. Akan tetapi Abu Thahir tidak menerima tawaran Amir tersebut. Bahkan Amir, anggota keluarga dan pasukannya menjadi korban Abu Thahir dan pasukannya. Abu Thahir pun menuju daerahnya dengan membawa Hajarul Aswad dan harta-harta rampasan dari jamaah haji. Batu dari surga itu, di bawa ke daerahnya, yaitu Hajr (Ahsa), dan berada di sana selama 22 tahun.
Pada rentang 22 tahun batu Hajarul Aswad di curi, banyak usaha yang dilakukan umat Islam untuk mengembalikan batu Hajarul Aswad tersebut. Termasuk diantaranya usaha yang dilakukan Amir Bajkam at Turki pernah menawarkan 50 ribu Dinar sebagai tebusan Hajarul Aswad. Akan tetapi, tawaran ini tidak meluluhkan hati Abu Thahir, pimpinan Qaramithah saat itu.
Bahkan kaum Qaramithah ini berkilah : “Kami mengambil batu ini berdasarkan perintah, dan akan mengembalikannya berdasarkan perintah orang yang bersangkutan.”
Pada tahun 339 H, sebelum mengembalikan ke Mekkah, orang-orang Qaramithah mengusung Hajarul Aswad ke Kufah, dan menggantungkannya pada tujuh tiang Masjid Kufah. Agar, orang-orang dapat menyaksikannya. Lalu, saudara Abu Thahir menulis ketetapan :
“Kami dahulu mengambilnya dengan sebuah perintah. Dan sekarang kami mengembalikannya dengan perintah juga, agar pelaksanaan manasik haji umat menjadi lancar.”
Setelah masa 22 tahun Hajarul Aswad dalam penguasaan Abu Thahir, batu Hajar Aswad kemudian dikembalikan ketempat awalnya. Hajarul Aswad dikirim ke Mekkah di atas satu tunggangan tanpa ada halangan. Dan sampai di Mekkah pada bulan Dzul Qa’dah tahun 339H. (Al Bidayah wan Nihayah, 11/265.)
Demikianlah sahabata bacaan madani kisah pencurian batu Hajarul Aswad. Dalam kisah yang lain disebutkan, bahwa disaat pencurian Hajar Aswad oleh Abu Thahir beserta orang-orang Qaramithah, batu tersebut diangkut oleh beberapa unta. Dan unta-unta tersebut terluka dan mengeluarkan nanah dari punuk-punuknya. Akan tetapi ketika Hajarul Aswad dikembalikan hanya membetuhkan satu tunggangan saja.
Batu ini memiliki aroma yang unik dan ini merupakan aroma wangi alami yang dimilikinya semenjak awal keberadaannya, dan pada saat ini batu Hajar Aswad tersebut ditaruh di sisi luar Kabah sehingga mudah bagi seseorang untuk menciumnya. Adapun mencium Hajar Aswad merupakan sunah Nabi Muhammad Saw. Karena dia selalu menciumnya setiap saat thawaf.
Dalam sejarahnya batu Hajarul Aswad pernah di curi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Pencurian Hajar Aswad ini di komandoi oleh Abu Thahir yang berasal dari kelompok Qaramithah salahb satu sekte syiah, yang tepatnya terjadi pada tahun 317 H.
Pencurian Hajar Aswad ini bermula di saat mereka membuat keributan ditanah haram pada tanggal 8 Dzul Hijjah 317 H. Abu Thahir bersama orang-orangnya merampok dan memerangi jamah haji waktu itu. Sehingga membuat jamaah haji banyak yang jadi korban. Kejadian itu tidak hanya terjadi di luar kakbah, bahkan pembantaian juga terjadi di dekat kakbah.
Disaat pedang-pedang orang Qaramithah menebas leher orang-orang yang ada disitu, termasuk orang-orang yang Thawaf tidak luput dari pedang mereka. Termasuk yang menjadi korban diantaranya sebagian ahli hadits.
Pada saat itu juga Abu Thahir berdiri di pintu Kakbah dengan pengawalan, menyaksikan pedang-pedang pengikutnya membabi buta, membunuh manusia. Dengan sombongnya ia berkata : “Saya adalah Allah. Saya bersama Allah. Sayalah yang menciptakan makhluk-makhluk. Dan sayalah yang akan membinasakan mereka.”
Jasad-jasad korban penyerangan Abu Thahir tersebut diperintahkannya untuk di kuburkan di dalam sumur Zam-zam, dan sebagiannya di kuburkan di sekitar lokasi Masjidil Haram.
Kejahatan Abu Thahir tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Dia memerintahkan orang-orangnya untuk menghancurkan kubah sumur Zam-zam, pintu Kakbah di lepas serta melepas kiswah dan merobek-robek kiswah tersebut dan disaksikan orang-orangnya.
Selanjutnya Abu Thahir memerintahkan untuk mengambil talang Kakbah yang berada di atas Kakbah. Orang yang naik ke atas Kakbah tersebut jatuh dan meninggal seketika itu. Akhirnya Abu Thahir dan pengikutnya tidak jadi mengambil Talang Kakbah tersebut.
Gagal mengambil Talang Kakbah, Abu Thahir memerintahkan pengikutnya untuk mencongkel dan mengambil batu Hajar Aswad. Pada saat itu Abu Thahir berbicara dengan nada sombong dan menantang : “Mana burung-burung Ababil? Mana batu-batuan dari Neraka Sijjil?”
Akhirnya Abu Thahir dan rombongannya membawa batu Hajarul Aswad. Amir Makkah tidak hanya diam saja. Amir Makkah pun mengejar beserta pasukan mengejar mereka. Amir Makkah berusaha membujuk Abu Thahir agar mengembalikan Hajar aswad ke tempat semula.
Amir pun menawarkan seluruh hartanya untuk menebus Hajarul Aswad itu. Akan tetapi Abu Thahir tidak menerima tawaran Amir tersebut. Bahkan Amir, anggota keluarga dan pasukannya menjadi korban Abu Thahir dan pasukannya. Abu Thahir pun menuju daerahnya dengan membawa Hajarul Aswad dan harta-harta rampasan dari jamaah haji. Batu dari surga itu, di bawa ke daerahnya, yaitu Hajr (Ahsa), dan berada di sana selama 22 tahun.
Pada rentang 22 tahun batu Hajarul Aswad di curi, banyak usaha yang dilakukan umat Islam untuk mengembalikan batu Hajarul Aswad tersebut. Termasuk diantaranya usaha yang dilakukan Amir Bajkam at Turki pernah menawarkan 50 ribu Dinar sebagai tebusan Hajarul Aswad. Akan tetapi, tawaran ini tidak meluluhkan hati Abu Thahir, pimpinan Qaramithah saat itu.
Bahkan kaum Qaramithah ini berkilah : “Kami mengambil batu ini berdasarkan perintah, dan akan mengembalikannya berdasarkan perintah orang yang bersangkutan.”
Pada tahun 339 H, sebelum mengembalikan ke Mekkah, orang-orang Qaramithah mengusung Hajarul Aswad ke Kufah, dan menggantungkannya pada tujuh tiang Masjid Kufah. Agar, orang-orang dapat menyaksikannya. Lalu, saudara Abu Thahir menulis ketetapan :
“Kami dahulu mengambilnya dengan sebuah perintah. Dan sekarang kami mengembalikannya dengan perintah juga, agar pelaksanaan manasik haji umat menjadi lancar.”
Setelah masa 22 tahun Hajarul Aswad dalam penguasaan Abu Thahir, batu Hajar Aswad kemudian dikembalikan ketempat awalnya. Hajarul Aswad dikirim ke Mekkah di atas satu tunggangan tanpa ada halangan. Dan sampai di Mekkah pada bulan Dzul Qa’dah tahun 339H. (Al Bidayah wan Nihayah, 11/265.)
Demikianlah sahabata bacaan madani kisah pencurian batu Hajarul Aswad. Dalam kisah yang lain disebutkan, bahwa disaat pencurian Hajar Aswad oleh Abu Thahir beserta orang-orang Qaramithah, batu tersebut diangkut oleh beberapa unta. Dan unta-unta tersebut terluka dan mengeluarkan nanah dari punuk-punuknya. Akan tetapi ketika Hajarul Aswad dikembalikan hanya membetuhkan satu tunggangan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.