Khusyu’ secara etimonolgi adalah semakna dengan khudhu’ yaitu ketenangan, akan tetapi khudhu’ ini berhubungan dengan badan sedangkan khusyu’ mencakup badan, pandangan, dan suara. Sedangkan khusyu’ secara terminologi ada beberapa definisi di antara para ulama’. Di antaranya; Al Imam Ibnul Qayyim, beliau berkata:
“Khusyu’ adalah kokohnya hati di hadapan Rabb-Nya dengan penuh kerendahan.” (Madarijus Salikin 1/521)
Sehingga khusyu’ itu tempatnya di dalam hati yang akan membuahkan kekhusyu’an pada anggota badan. Anggota badan itu tergantung pada hati, jika hatinya kosong dari khusyu’ maka akan mempengaruhi kekhusyu’an pada anggota badan. Kalaupun timbul kekhusyu’an pada anggota badan tapi tanpa diiringi dengan kekhusyu’an hati, maka perlu diwaspadai. Barangkali itu bersumber dari sifat kemunafikan yang harus dijauhi.
Shalat merupakan ibadah yang sangat agung di sisi Allah Swt. Memang, pada dasarnya semua ibadah itu untuk mengingat Allah Swt. Namun, terkhusus pada ibadah shalat, Allah menegaskan secara langsung di dalam Al Qur’an bahwa tujuan ditegakkannya shalat adalah dalam rangka untuk mengingat-Nya . Allah Swt berfirman (artinya):
"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha: 14)
Tujuan shalat yang agung ini mustahil akan terwujud kecuali bila bisa menghadirkan khusyu’ dalam shalat. Khusyu’ dalam shalat ibarat ruh dalam jasad. Jasad yang ditinggal oleh ruhnya, maka jasadnya menjadi mati, sehingga tiada berguna lagi. Seperti itu pula shalat, bila kosong dari kekhusyukan, maka untuk siapa gerakan ruku’ dan sujudnya? Dan apa gunanya membaca bacaan-bacaan dalam shalat?
Shalat pada hakikatnya juga merupakan do’a dan bermunajat kepada Allah . Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya orang yang shalat itu sedang bermunajat kepada Rabb-Nya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Padahal Allah tidak akan menerima do’a dari hati yang lalai yaitu jauh dari kekhusyukan. Rasulullah Saw bersabda:
“Ketahuilah bahwasanya Allah tidak akan menerima do’a dari hati yang lalai dan kosong.” (HR. At Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani)
Khusyu’ dalam shalat adalah memusatkan kosentrasi dalam hati untuk menghayati setiap apa yang digerakkan dan diucapkan dalam shalat disertai perendahan diri dan pengagungan kepada Allah Rabbul ‘alamin.
Al Hasan Al Bashri berkata: “Khusyu’nya para sahabat itu bersumber dari hati. Oleh sebab itu dapat mempengaruhi ketundukan pandangan-pandangan mereka dan ketenangan anggota badan mereka. Sesungguhnya khusyu’ itu dihasilkan dari hati yang penuh kosentrasi dan mengalihkan semua perhatian selain shalat serta dapat berpengaruh baik kepada amalan-amalan ibadah selainnya. sehingga shalat itu bagaikan tempat istirahat dan penyejuk mata baginya."
Sebagaimana hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad, An Nasaa’i dan selainnya dari sahabat Anas bin Malik , bahwa Nabi bersabda:
“Dijadikan shalat itu sebagai penyejuk pandanganku.” (Al Mishbahul Munir hal. 908)
Sahabat bacaan madani yang dirahmati Allah Swt. Menghadirkan khusyu’ dalam shalat itu memilki peranan sangat penting terhadap nilai ibadah shalat. Karena pada hakekatnya tiap gerakan dan bacaan dalam shalat menggambarkan bentuk dialog dan munajat dia kepada Rabb-Nya Yang Maha Pencipta dan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sungguh ironis, bila kita shalat tapi hati kita kosong/lalai dari menghayati apa yang kita gerakkan dan ucapkan dari ruku’, sujud dan seterusnya.
“Khusyu’ adalah kokohnya hati di hadapan Rabb-Nya dengan penuh kerendahan.” (Madarijus Salikin 1/521)
Sehingga khusyu’ itu tempatnya di dalam hati yang akan membuahkan kekhusyu’an pada anggota badan. Anggota badan itu tergantung pada hati, jika hatinya kosong dari khusyu’ maka akan mempengaruhi kekhusyu’an pada anggota badan. Kalaupun timbul kekhusyu’an pada anggota badan tapi tanpa diiringi dengan kekhusyu’an hati, maka perlu diwaspadai. Barangkali itu bersumber dari sifat kemunafikan yang harus dijauhi.
Shalat merupakan ibadah yang sangat agung di sisi Allah Swt. Memang, pada dasarnya semua ibadah itu untuk mengingat Allah Swt. Namun, terkhusus pada ibadah shalat, Allah menegaskan secara langsung di dalam Al Qur’an bahwa tujuan ditegakkannya shalat adalah dalam rangka untuk mengingat-Nya . Allah Swt berfirman (artinya):
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha: 14)
Tujuan shalat yang agung ini mustahil akan terwujud kecuali bila bisa menghadirkan khusyu’ dalam shalat. Khusyu’ dalam shalat ibarat ruh dalam jasad. Jasad yang ditinggal oleh ruhnya, maka jasadnya menjadi mati, sehingga tiada berguna lagi. Seperti itu pula shalat, bila kosong dari kekhusyukan, maka untuk siapa gerakan ruku’ dan sujudnya? Dan apa gunanya membaca bacaan-bacaan dalam shalat?
Shalat pada hakikatnya juga merupakan do’a dan bermunajat kepada Allah . Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya orang yang shalat itu sedang bermunajat kepada Rabb-Nya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Padahal Allah tidak akan menerima do’a dari hati yang lalai yaitu jauh dari kekhusyukan. Rasulullah Saw bersabda:
“Ketahuilah bahwasanya Allah tidak akan menerima do’a dari hati yang lalai dan kosong.” (HR. At Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani)
Khusyu’ dalam shalat adalah memusatkan kosentrasi dalam hati untuk menghayati setiap apa yang digerakkan dan diucapkan dalam shalat disertai perendahan diri dan pengagungan kepada Allah Rabbul ‘alamin.
Al Hasan Al Bashri berkata: “Khusyu’nya para sahabat itu bersumber dari hati. Oleh sebab itu dapat mempengaruhi ketundukan pandangan-pandangan mereka dan ketenangan anggota badan mereka. Sesungguhnya khusyu’ itu dihasilkan dari hati yang penuh kosentrasi dan mengalihkan semua perhatian selain shalat serta dapat berpengaruh baik kepada amalan-amalan ibadah selainnya. sehingga shalat itu bagaikan tempat istirahat dan penyejuk mata baginya."
Sebagaimana hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad, An Nasaa’i dan selainnya dari sahabat Anas bin Malik , bahwa Nabi bersabda:
“Dijadikan shalat itu sebagai penyejuk pandanganku.” (Al Mishbahul Munir hal. 908)
Sahabat bacaan madani yang dirahmati Allah Swt. Menghadirkan khusyu’ dalam shalat itu memilki peranan sangat penting terhadap nilai ibadah shalat. Karena pada hakekatnya tiap gerakan dan bacaan dalam shalat menggambarkan bentuk dialog dan munajat dia kepada Rabb-Nya Yang Maha Pencipta dan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sungguh ironis, bila kita shalat tapi hati kita kosong/lalai dari menghayati apa yang kita gerakkan dan ucapkan dari ruku’, sujud dan seterusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.