Dalam satu organisasi penasehat bertugas memberikan arah kebijakan, masukan, nasehat dan pertimbangan - pertimbangan dalam suatu ide dan program dalam pengembangan organisasi sesuai dengan AD/ ART dan Visi Misi organisasi.
Penasehat tidak hanya di butuhkan dlam dunia organisasi. Dalam kehidupan peribadi manusia pun membutuhkan penasehat. Apakah ia namanya penasehat peribadi maupun penasehat keluarga. Hal yang seperti itu sering kita temukan dlam kehidupan bermasyarakat. Akan tetapi ada penasehat kehidupan yang sering ditinggalkan manusia, yaitu kematian. Sebab kematian juga merupakan guru yang selalu mengingatkan manusia bahwa kehidupan didunia ini sifatnya hanya sementara.
“Perbanyaklah mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu kematian!” (HR. Tirmidzi)
Berbahagialah hamba-hamba Allah yang senantiasa bercermin dari kematian. Tak ubahnya seperti guru yang baik, kematian memberikan banyak pelajaran, membingkai makna hidup, bahkan mengawasi alur kehidupan agar tidak lari dan menyimpang dari ajaran Allah Swt dan Rasulnya.
Nilai-nilai pelajaran yang ingin diungkapkan guru kematian begitu banyak, menarik, bahkan menenteramkan. Di antaranya adalah apa yang mungkin sering kita rasakan dan lakukan.
Sahabat bacaan madani, cukuplah kematian menjadi pengingat untuk kita bahwa dunia hanyalah kebahagiaan sementara dan tak berarti apa-apa. Sebagaimana firman Allah Swt,
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. ‘Ali-Imran: 185)
Ayat tersebut merupakan peringatan keras bagi manusia, bahwa kehidupan didunia sifatnya sementara. Rasulullah Saw bersabda,
“Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (Muttafaq ‘alaih)
Abu Darda’ ra apabila melihat jenazah ia berkata: "beristirahatlah, karena kami akan menyusulmu, atau pergilah karena kami akan meninggalkanmu. Sebuah nasehat yang telah disampaikan, dan kelalain itu begitu cepat. Cukuplah kematian itu sebagai penasehat, dimana orang terdahulu telah pergi dan orang lain yang masih tersisa tidak lagi punya impian."
Ia mengatakan: "Wahai tanah, alangkah tenang bagian zahirmu sedangkan di dalammu terdapat bencana."
Maimun bin Mahran mengatakan: "Saya keluar bersama Umar bin Abdul Aziz ke kuburan, maka ketika ia melihat ke arah kuburan tersebut, ia menangis kemudian membelakangiku dan berkata:
"Wahai Abu Ayyub, inilah kuburan bapak-bapakku Bani Umayyah, sepertinya mereka tidak ikut bersama para pecinta dunia dalam kenikmatan hidup mereka. Apakah kalian lihat mereka menyerangku karena dalam diri mereka terdapat contoh-contoh yang baik, kemudian kematian itu menimpa mereka dan mereka terkena cobaan di badan mereka".
Ia kemudian menangis hingga jatuh pingsan. Ketika telah sadar ia berkata: "Kita harus pergi dari tempat ini, demi Allah saya tidak tahu seorangpun yang diberi nikmat dari orang-orang yang ada di dalam kuburan ini, dan ia telah aman dari azab Allah."
Beliau juga pernah suatu saat mengantarkan jenazah dari keluarganya kemudian ia membelakangi kawan-kawannya dan memberi nasehat kepada mereka, maka ia menyebutkan tentang dunia dan mencelanya. Ia juga menyebutkan orang-orang yang termasuk mencintai dunia dan menikmatinya hingga mereka berada di liang kubur.
Diantara perkataannya adalah: "Apabila kamu melewati mereka, maka panggillah mereka apabila kamu bisa memanggil, dan ajaklah mereka apabila kamu bisa mengajak, Tanyakan pula kepada mereka tentang kulit yang tipis dan wajah yang baik serta badan yang indah dan apa yang telah diperbuat oleh ulat dan cacing di bawah kafannya , menggerogoti wajah, memperburuk keindahan, mematahkan tulang punggung, dimana pelindung-pelindung mereka? Dimana pula harta-harta mereka, dimana keluarga-keluarga mereka yang dahulu selalu membantu dan menolong mereka?
Tidakkah siang dan malam bagi mereka sama? Tidakkah di tempat mereka selalu gelap, mereka berada antara diri mereka dan amal mereka, serta berpisah dengan orang-orang yang mereka cintai."
Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata :
“Tidak ada sakit yang lebih parah daripada sakitnya hati karena banyaknya dosa yang dilakukan, dan tidak ada kesulitan yang melebihi sulitnya kematian. Cukuplah apa-apa yang telah berlalu sebagai bahan renungan, dan cukuplah kematian sebagai penasehat.”
Sahabat bacaan madani yang selalu dirahmati Allah Swt. Seorang hamba Allah Swt yang mengingat kematian akan senantiasa tersadar bahwa hidup teramat berharga. Hidup tak ubahnya seperti ladang pinjaman. Seorang petani yang cerdas akan memanfaatkan ladang itu dengan menanam tumbuhan yang berharga. Dengan sungguh-sungguh. Petani itu khawatir, ia tidak mendapat apa-apa ketika ladang harus dikembalikan.
Mungkin, inilah maksud ungkapan Imam Ghazali ketika menafsirkan surah Al-Qashash ayat 77,
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia…” dengan menyebut, “Ad-Dun-ya mazra’atul akhirah.” (Dunia adalah ladang buat akhirat)
Orang yang mencintai sesuatu tidak akan melewatkan sedetik pun waktunya untuk mengingat sesuatu itu. Termasuk, ketika kematian menjadi sesuatu yang paling diingat. Dengan memaknai kematian, berarti kita sedang menghargai arti kehidupan.
Penasehat tidak hanya di butuhkan dlam dunia organisasi. Dalam kehidupan peribadi manusia pun membutuhkan penasehat. Apakah ia namanya penasehat peribadi maupun penasehat keluarga. Hal yang seperti itu sering kita temukan dlam kehidupan bermasyarakat. Akan tetapi ada penasehat kehidupan yang sering ditinggalkan manusia, yaitu kematian. Sebab kematian juga merupakan guru yang selalu mengingatkan manusia bahwa kehidupan didunia ini sifatnya hanya sementara.
“Perbanyaklah mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu kematian!” (HR. Tirmidzi)
Berbahagialah hamba-hamba Allah yang senantiasa bercermin dari kematian. Tak ubahnya seperti guru yang baik, kematian memberikan banyak pelajaran, membingkai makna hidup, bahkan mengawasi alur kehidupan agar tidak lari dan menyimpang dari ajaran Allah Swt dan Rasulnya.
Nilai-nilai pelajaran yang ingin diungkapkan guru kematian begitu banyak, menarik, bahkan menenteramkan. Di antaranya adalah apa yang mungkin sering kita rasakan dan lakukan.
Sahabat bacaan madani, cukuplah kematian menjadi pengingat untuk kita bahwa dunia hanyalah kebahagiaan sementara dan tak berarti apa-apa. Sebagaimana firman Allah Swt,
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. ‘Ali-Imran: 185)
Ayat tersebut merupakan peringatan keras bagi manusia, bahwa kehidupan didunia sifatnya sementara. Rasulullah Saw bersabda,
“Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (Muttafaq ‘alaih)
Abu Darda’ ra apabila melihat jenazah ia berkata: "beristirahatlah, karena kami akan menyusulmu, atau pergilah karena kami akan meninggalkanmu. Sebuah nasehat yang telah disampaikan, dan kelalain itu begitu cepat. Cukuplah kematian itu sebagai penasehat, dimana orang terdahulu telah pergi dan orang lain yang masih tersisa tidak lagi punya impian."
Ia mengatakan: "Wahai tanah, alangkah tenang bagian zahirmu sedangkan di dalammu terdapat bencana."
Maimun bin Mahran mengatakan: "Saya keluar bersama Umar bin Abdul Aziz ke kuburan, maka ketika ia melihat ke arah kuburan tersebut, ia menangis kemudian membelakangiku dan berkata:
"Wahai Abu Ayyub, inilah kuburan bapak-bapakku Bani Umayyah, sepertinya mereka tidak ikut bersama para pecinta dunia dalam kenikmatan hidup mereka. Apakah kalian lihat mereka menyerangku karena dalam diri mereka terdapat contoh-contoh yang baik, kemudian kematian itu menimpa mereka dan mereka terkena cobaan di badan mereka".
Ia kemudian menangis hingga jatuh pingsan. Ketika telah sadar ia berkata: "Kita harus pergi dari tempat ini, demi Allah saya tidak tahu seorangpun yang diberi nikmat dari orang-orang yang ada di dalam kuburan ini, dan ia telah aman dari azab Allah."
Beliau juga pernah suatu saat mengantarkan jenazah dari keluarganya kemudian ia membelakangi kawan-kawannya dan memberi nasehat kepada mereka, maka ia menyebutkan tentang dunia dan mencelanya. Ia juga menyebutkan orang-orang yang termasuk mencintai dunia dan menikmatinya hingga mereka berada di liang kubur.
Diantara perkataannya adalah: "Apabila kamu melewati mereka, maka panggillah mereka apabila kamu bisa memanggil, dan ajaklah mereka apabila kamu bisa mengajak, Tanyakan pula kepada mereka tentang kulit yang tipis dan wajah yang baik serta badan yang indah dan apa yang telah diperbuat oleh ulat dan cacing di bawah kafannya , menggerogoti wajah, memperburuk keindahan, mematahkan tulang punggung, dimana pelindung-pelindung mereka? Dimana pula harta-harta mereka, dimana keluarga-keluarga mereka yang dahulu selalu membantu dan menolong mereka?
Tidakkah siang dan malam bagi mereka sama? Tidakkah di tempat mereka selalu gelap, mereka berada antara diri mereka dan amal mereka, serta berpisah dengan orang-orang yang mereka cintai."
Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata :
“Tidak ada sakit yang lebih parah daripada sakitnya hati karena banyaknya dosa yang dilakukan, dan tidak ada kesulitan yang melebihi sulitnya kematian. Cukuplah apa-apa yang telah berlalu sebagai bahan renungan, dan cukuplah kematian sebagai penasehat.”
Sahabat bacaan madani yang selalu dirahmati Allah Swt. Seorang hamba Allah Swt yang mengingat kematian akan senantiasa tersadar bahwa hidup teramat berharga. Hidup tak ubahnya seperti ladang pinjaman. Seorang petani yang cerdas akan memanfaatkan ladang itu dengan menanam tumbuhan yang berharga. Dengan sungguh-sungguh. Petani itu khawatir, ia tidak mendapat apa-apa ketika ladang harus dikembalikan.
Mungkin, inilah maksud ungkapan Imam Ghazali ketika menafsirkan surah Al-Qashash ayat 77,
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia…” dengan menyebut, “Ad-Dun-ya mazra’atul akhirah.” (Dunia adalah ladang buat akhirat)
Orang yang mencintai sesuatu tidak akan melewatkan sedetik pun waktunya untuk mengingat sesuatu itu. Termasuk, ketika kematian menjadi sesuatu yang paling diingat. Dengan memaknai kematian, berarti kita sedang menghargai arti kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.