Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang pegawai dalam rangka suatu satuan organisasi. Banyak orang yang ingin jadi pejabat. Ada yang mencalonkan diri sendiri dan ada juga di calonkan orang lain. Ada juga yang habis-habisan dengan hartanya agar menjadi pejabat. Ada juga yang menyogok agar menjadi pejabat.
Dalam agama Islam pejabat itu suatu keharusan dalam bernegara. Mulai dari jabatan paling tinggi sampai ketingkatan yang paling rendah. Tentunya untuk keperluan rakyat juga.
Akan tetapi dalam Islam ada larangan untuk menyodorkan atau meminta dirinya untuk diangkat menjadi seorang penguasa atau pejabat. Hal ini pernah di jelaskan Rasulullah kepada ummatnya agar tidak meminta menjadi penguasa atau pejabat. Tentunya hal yang demikian bukan karena tidak ada alasan dari Rasulullah Saw.
Dari Abu Musa al-Asy’ari ra., ia berkata: "Bersama dua orang saudara sepupu, saya mendatangi Nabi Saw. kemudian salah satu diantara keduanya berkata: “Wahai Rasulullah, berilah kami jabatan pada sebagian dari yang telah Allah kuasakan terhadapmu. Dan yang lain juga berkata begitu. Lalu beliau bersabda: "Demi Allah, aku tidak akan mengangkat pejabat karena memintanya, atau berambisi dengan jabatan itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
“Janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi jabatan karena permintaan maka tanggung jawabnya akan dibebannya kepadamu. Namun jika kamu diangkat tanpa permintaan, maka kamu akan diberi pertolongan." Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya telah menceritakan kepada kami Khalid bin 'Abdullah dari Yunus. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepadaku 'Ali bin Khujr As Sa'di telah menceritakan kepada kami Husyaim dari Yunus & Manshur & Khumaid. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Abu Kamil Al Jahdari telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Simak bin 'Athiah & Yunus bin 'Ubaid & Hisyam bin Hassan mereka semua dari Al Hasan dari Abdurrahman bin Sumarah dari Nabi seperti hadits Jarir. (HR. Muslim No.3401).
Al-Muhallab berkata sebagaimana dinukilkan dalam “Fathul Bari”, “Ambisi untuk memperoleh jabatan kepemimpinan merupakan faktor yang mendorong manusia untuk saling membunuh. Hingga tertumpahlah darah, dirampasnya harta, dihalalkannya kemaluan-kemaluan wanita yang itu semuanya sebenarnya diharamkan oleh Allah, dan karenanya terjadi kerusakan yang besar di permukaan bumi.”
Seseorang yang menjadi penguasa dengan tujuan seperti di atas, tidak akan mendapatkan bagiannya nanti di akhirat kecuali siksa dan azab.
Rasulullah bersabda:
“Sungguh kalian akan berambisi untuk mendapatkan kekuasaan. Dan kekuasaan tersebut akan menjadi penyesalan pada hari kiamat. Betapa baiknya anak yangdisusui dan betapa jeleknya anak yang disapih.” (HR. Bukhari no. 7148)
Menurut Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata, “Seseorang yang meminta jabatan seringnya bertujuan untuk meninggikan dirinya di hadapan manusia, menguasai mereka, memerintah dan melarangnya. Tentunya tujuan yang demikian ini jelek adanya. Maka sebagai balasannya, ia tidak akan mendapatkan bagiannya di akhirat. Oleh karena itu, seseorang dilarang untuk meminta jabatan.”
Sedikit sekali orang yang berambisi menjadi pemimpin, kemudian berpikir tentang kemaslahatan umum serta bertujuan memberikan kebaikan kepada hamba-hamba Allah dengan kepemimpinan yang kelak bisa dia raih. Kebanyakan mereka justru sebaliknya, mengejar jabatan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Program perbaikan dan janji-janji muluk yang digembar-gemborkan sebelumnya, tak lain hanyalah ucapan yang manis di bibir.
Menjadi seorang penguasa atau pejabat memilikai tanggung jawab yang sangat berat di dunia dan akhirat, apalagi kalau sampai dia menjadi seorang penguasa yang tidak amanah, yang menyalahgunakan kekuasaan, dan sebagainya yang akan menjadipenyesalannya di akhirat kelak. Mungkin kalau kita mengikuti petunjuk dari Rasululullah maka kita tidak akan terjerumus di dalam kebinasaan yang sangat jauh. Islam tidak pernah sembarangan dalam memilih seorang penguasa, apalagi seorang yang datang menyodorkan dirinya untuk diangkat menjadi seorang penguasa. Hadits diatas menunjukan petunjuk dari rasulullah kepada ummatnya agar tidak meminta menjadi penguasa atau pejabat.
Di dalam hadits diatas, Rasulullah meletakan dua pelajaran berharga, yaitu,
Pertama : (kami tidak akan memberikan urusan ini kepada orang yang memintanya). Semata-mata meminta, bisa menghalangi diembankannya suatu urusan atau jabatan. Bahkan telah dijelaskan bahwa haram hukumnya bagi seorang muslim untuk mengharapkan jabatan dan pekerjaan dalam mengurusi kemaslahatan umat secara umum seperti larangan yang tertuang dalam hadits pertama. Kecuali pada kondisi-kondisi tertentu.
Kedua, (dan orang yang berambisi untuk memperolehnya). Ada orang yang meminta apabila dikatakan kepadanya: “ Kami tidak akan memberikannya kepadamu,” maka dia akan meninggalkan dan menerima dengan lapang dada. Ada juga orang yang bernafsu menggunakan berbagai cara agar bisa sampai kepada suatu jabatan. Yang kedua ini terjatuh pada bahaya yang lebih besar daripada yang orang yang pertama.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang hadits Rasulullah Saw tentang larangan meminta jabatan. Mudah-mudahan pejabat-pejabat kita memang pilihan rakyat. Bukan karena ambisi dan ketenaran saja. Aamiin.
Dalam agama Islam pejabat itu suatu keharusan dalam bernegara. Mulai dari jabatan paling tinggi sampai ketingkatan yang paling rendah. Tentunya untuk keperluan rakyat juga.
Akan tetapi dalam Islam ada larangan untuk menyodorkan atau meminta dirinya untuk diangkat menjadi seorang penguasa atau pejabat. Hal ini pernah di jelaskan Rasulullah kepada ummatnya agar tidak meminta menjadi penguasa atau pejabat. Tentunya hal yang demikian bukan karena tidak ada alasan dari Rasulullah Saw.
Dari Abu Musa al-Asy’ari ra., ia berkata: "Bersama dua orang saudara sepupu, saya mendatangi Nabi Saw. kemudian salah satu diantara keduanya berkata: “Wahai Rasulullah, berilah kami jabatan pada sebagian dari yang telah Allah kuasakan terhadapmu. Dan yang lain juga berkata begitu. Lalu beliau bersabda: "Demi Allah, aku tidak akan mengangkat pejabat karena memintanya, atau berambisi dengan jabatan itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ حَدَّثَنَا جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَمُرَةَ قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ أُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ يُونُسَ ح و حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ السَّعْدِيُّ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ يُونُسَ وَمَنْصُورٍ وَحُمَيْدٍ ح و حَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ الْجَحْدَرِيُّ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ سِمَاكِ بْنِ عَطِيَّةَ وَيُونُسَ بْنِ عُبَيْدٍ وَهِشَامِ بْنِ حَسَّانَ كُلُّهُمْ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَمُرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِ حَدِيثِ جَرِيرٍ
“Janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi jabatan karena permintaan maka tanggung jawabnya akan dibebannya kepadamu. Namun jika kamu diangkat tanpa permintaan, maka kamu akan diberi pertolongan." Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya telah menceritakan kepada kami Khalid bin 'Abdullah dari Yunus. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepadaku 'Ali bin Khujr As Sa'di telah menceritakan kepada kami Husyaim dari Yunus & Manshur & Khumaid. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Abu Kamil Al Jahdari telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Simak bin 'Athiah & Yunus bin 'Ubaid & Hisyam bin Hassan mereka semua dari Al Hasan dari Abdurrahman bin Sumarah dari Nabi seperti hadits Jarir. (HR. Muslim No.3401).
Al-Muhallab berkata sebagaimana dinukilkan dalam “Fathul Bari”, “Ambisi untuk memperoleh jabatan kepemimpinan merupakan faktor yang mendorong manusia untuk saling membunuh. Hingga tertumpahlah darah, dirampasnya harta, dihalalkannya kemaluan-kemaluan wanita yang itu semuanya sebenarnya diharamkan oleh Allah, dan karenanya terjadi kerusakan yang besar di permukaan bumi.”
Seseorang yang menjadi penguasa dengan tujuan seperti di atas, tidak akan mendapatkan bagiannya nanti di akhirat kecuali siksa dan azab.
Rasulullah bersabda:
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُوْنَ عَلَى الْإِمَارَةِ، وَسَتَكُوْنُ نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ, (رواه البخاري , عن أبي هريرة.
“Sungguh kalian akan berambisi untuk mendapatkan kekuasaan. Dan kekuasaan tersebut akan menjadi penyesalan pada hari kiamat. Betapa baiknya anak yangdisusui dan betapa jeleknya anak yang disapih.” (HR. Bukhari no. 7148)
Menurut Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata, “Seseorang yang meminta jabatan seringnya bertujuan untuk meninggikan dirinya di hadapan manusia, menguasai mereka, memerintah dan melarangnya. Tentunya tujuan yang demikian ini jelek adanya. Maka sebagai balasannya, ia tidak akan mendapatkan bagiannya di akhirat. Oleh karena itu, seseorang dilarang untuk meminta jabatan.”
Sedikit sekali orang yang berambisi menjadi pemimpin, kemudian berpikir tentang kemaslahatan umum serta bertujuan memberikan kebaikan kepada hamba-hamba Allah dengan kepemimpinan yang kelak bisa dia raih. Kebanyakan mereka justru sebaliknya, mengejar jabatan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Program perbaikan dan janji-janji muluk yang digembar-gemborkan sebelumnya, tak lain hanyalah ucapan yang manis di bibir.
Menjadi seorang penguasa atau pejabat memilikai tanggung jawab yang sangat berat di dunia dan akhirat, apalagi kalau sampai dia menjadi seorang penguasa yang tidak amanah, yang menyalahgunakan kekuasaan, dan sebagainya yang akan menjadipenyesalannya di akhirat kelak. Mungkin kalau kita mengikuti petunjuk dari Rasululullah maka kita tidak akan terjerumus di dalam kebinasaan yang sangat jauh. Islam tidak pernah sembarangan dalam memilih seorang penguasa, apalagi seorang yang datang menyodorkan dirinya untuk diangkat menjadi seorang penguasa. Hadits diatas menunjukan petunjuk dari rasulullah kepada ummatnya agar tidak meminta menjadi penguasa atau pejabat.
Di dalam hadits diatas, Rasulullah meletakan dua pelajaran berharga, yaitu,
Pertama : (kami tidak akan memberikan urusan ini kepada orang yang memintanya). Semata-mata meminta, bisa menghalangi diembankannya suatu urusan atau jabatan. Bahkan telah dijelaskan bahwa haram hukumnya bagi seorang muslim untuk mengharapkan jabatan dan pekerjaan dalam mengurusi kemaslahatan umat secara umum seperti larangan yang tertuang dalam hadits pertama. Kecuali pada kondisi-kondisi tertentu.
Kedua, (dan orang yang berambisi untuk memperolehnya). Ada orang yang meminta apabila dikatakan kepadanya: “ Kami tidak akan memberikannya kepadamu,” maka dia akan meninggalkan dan menerima dengan lapang dada. Ada juga orang yang bernafsu menggunakan berbagai cara agar bisa sampai kepada suatu jabatan. Yang kedua ini terjatuh pada bahaya yang lebih besar daripada yang orang yang pertama.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang hadits Rasulullah Saw tentang larangan meminta jabatan. Mudah-mudahan pejabat-pejabat kita memang pilihan rakyat. Bukan karena ambisi dan ketenaran saja. Aamiin.
assalamualaikum wr wb, mohon ijin share
BalasHapus