Durhaka kepada orang tua adalah berbuat buruk kepada mereka dan menyia-nyiakan hak mereka. Secara bahasa, kata al -'uquuq (durhaka) berasal dari kata al-'aqqu yang berarti al-qath'u (memutus, merobek, memotong, membelah). Adapun menurut syara' adalah setiap perbuatan atau ucapan anak yang menyakiti kedua orang tuanya.
Durhaka kepada orang tua adalah dosa besar. Sebesar apa pun ibadah yang dilakukan oleh seseorang hamba, itu semua tidak akan mendatangkan manfaat baginya jika masih diiringi perbuatan durhaka kepada kedua orang tuanya. Sebab, Allah swt. menggantung semua ibadah itu sampai kedua orang tuanya ridha.
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas r.a. bahwa dia berkata, “Tidaklah seorang muslim memiliki dua orang tua muslim, (kemudian) dia berbakti kepada keduanya karena mengharapkan ridha Allah, kecuali Allah akan membukakan dua pintu untuknya, maksudnya adalah pintu surga. Jika dia hanya berbakti kepada satu orang tua (saja), maka (pintu yang dibukakan untuknya) pun hanya satu. Jika salah satu dari keduanya marah, maka Allah tidak akan meridhai sang anak sampai orang tuanya itu meridhainya.” Ditanyakan kepada Ibnu ‘Abbas, “Sekalipun keduanya telah menzaliminya?” Ibnu ‘Abbas menjawab, “Sekalipun keduanya telah menzaliminya.”
Pada suatu hari Rasulullah Saw mendatangi seorang pemuda saat menjelang kematiannya. Beliau mengajarkan kepadanya kalimat syahadah: “Laa ilaa ha illallaah.” Tetapi pemuda itu lidahnya terkunci.
Rasulullah Saw bertanya kepada seorang ibu yang ada di dekat kepalanya: "Apakah pemuda ini punya ibu?"
Ia menjawab: “Ya, saya ibunya.”
Rasulullah Saw bertanya: “Apakah kamu murka kepadanya?”
Ibunya menjawab: “Ya, saya tidak berbicara dengannya selama 6 haji (6 tahun).”
Rasulullah Saw bersabda: “Ridhai dia!”
Ibunya menjawab: “Saya meridhainya karena ridhamu padanya.”
Kemudian Rasulullah Saw mengajarkan kembali kepadanya kalimat: “Laa ilaa ha illallaah.”
Pemuda itu sekarang dapat mengucapkan kalimat Laa ilaa ha illallaah.
Rasulullah Saw bertanya kepadanya: “Apa yang kamu lihat tadi?”
Pemuda menjawab: “Aku melihat seorang laki-laki yang berwajah hitam, pandangannya jahat, pakaiannya kotor, baunya busuk; ia mendekat kepadaku, dan marah padaku.”
Kemudian Rasulullah Saw membimbingnya membaca:
Ya May yaqbalul yasir wa ya’fu ‘anil katsir iqbal minnil yasir, wa’fu ‘annil katsir, innaka Antal Ghafurur Rahim.
“Wahai Yang Menerima amal yang sedikit dan Mengampuni dosa yang banyak, terimalah amalku yang sedikit, dan ampuni dosaku yang banyak, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”
Lalu ia mengucapkannya.
Rasulullah Saw bertanya lagi: “Lihatlah sekarang apa yang kamu lihat?”
Pemuda menjawab: “Aku melihat seorang laki-laki yang berwajah putih dan indah, harum baunya, bagus pakaiannya; ia mendekat padaku, dan aku melihat orang yang berwajah hitam itu menjauh dariku.”
Rasulullah Saw bersabda: “Perhatikan lagi, ia pun memperhatikan.” Kemudian beliau bertanya: “Apa yang kamu lihat sekarang.”
Pemuda menjawab: “Aku tidak melihat lagi orang yang berwajah hitam itu, aku hanya melihat orang yang wajahnya putih, dan cahaya meliputi keadaan ini.”
Sahabat bacaan madani yang dirahmati Allah. Kisah ini merupakan renungan untuk kita semua. Perhatikan betapa banyak akibat buruk durhaka kepada orang tua. Bukankah pemuda itu adalah salah seorang dari sahabat Nabi Saw, beliau menjenguknya, duduk di dekat kepalanya, dan beliau sendiri yang mengajarkan kalimat tauhid kepadanya. Tapi ia tidak mampu mengucapkannya kecuali setelah ibunya memaafkan dan meridhainya.
Durhaka kepada orang tua adalah dosa besar. Sebesar apa pun ibadah yang dilakukan oleh seseorang hamba, itu semua tidak akan mendatangkan manfaat baginya jika masih diiringi perbuatan durhaka kepada kedua orang tuanya. Sebab, Allah swt. menggantung semua ibadah itu sampai kedua orang tuanya ridha.
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas r.a. bahwa dia berkata, “Tidaklah seorang muslim memiliki dua orang tua muslim, (kemudian) dia berbakti kepada keduanya karena mengharapkan ridha Allah, kecuali Allah akan membukakan dua pintu untuknya, maksudnya adalah pintu surga. Jika dia hanya berbakti kepada satu orang tua (saja), maka (pintu yang dibukakan untuknya) pun hanya satu. Jika salah satu dari keduanya marah, maka Allah tidak akan meridhai sang anak sampai orang tuanya itu meridhainya.” Ditanyakan kepada Ibnu ‘Abbas, “Sekalipun keduanya telah menzaliminya?” Ibnu ‘Abbas menjawab, “Sekalipun keduanya telah menzaliminya.”
Pada suatu hari Rasulullah Saw mendatangi seorang pemuda saat menjelang kematiannya. Beliau mengajarkan kepadanya kalimat syahadah: “Laa ilaa ha illallaah.” Tetapi pemuda itu lidahnya terkunci.
Rasulullah Saw bertanya kepada seorang ibu yang ada di dekat kepalanya: "Apakah pemuda ini punya ibu?"
Ia menjawab: “Ya, saya ibunya.”
Rasulullah Saw bertanya: “Apakah kamu murka kepadanya?”
Ibunya menjawab: “Ya, saya tidak berbicara dengannya selama 6 haji (6 tahun).”
Rasulullah Saw bersabda: “Ridhai dia!”
Ibunya menjawab: “Saya meridhainya karena ridhamu padanya.”
Kemudian Rasulullah Saw mengajarkan kembali kepadanya kalimat: “Laa ilaa ha illallaah.”
Pemuda itu sekarang dapat mengucapkan kalimat Laa ilaa ha illallaah.
Rasulullah Saw bertanya kepadanya: “Apa yang kamu lihat tadi?”
Pemuda menjawab: “Aku melihat seorang laki-laki yang berwajah hitam, pandangannya jahat, pakaiannya kotor, baunya busuk; ia mendekat kepadaku, dan marah padaku.”
Kemudian Rasulullah Saw membimbingnya membaca:
يا منْ يقبلُ اليسيرَ وَيعفو عنِ الكثيراِقبلْ منِى اليَسِيْرَ، وَاعفُ عَنِّي الْكَثِيْرَ اِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Ya May yaqbalul yasir wa ya’fu ‘anil katsir iqbal minnil yasir, wa’fu ‘annil katsir, innaka Antal Ghafurur Rahim.
“Wahai Yang Menerima amal yang sedikit dan Mengampuni dosa yang banyak, terimalah amalku yang sedikit, dan ampuni dosaku yang banyak, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”
Lalu ia mengucapkannya.
Rasulullah Saw bertanya lagi: “Lihatlah sekarang apa yang kamu lihat?”
Pemuda menjawab: “Aku melihat seorang laki-laki yang berwajah putih dan indah, harum baunya, bagus pakaiannya; ia mendekat padaku, dan aku melihat orang yang berwajah hitam itu menjauh dariku.”
Rasulullah Saw bersabda: “Perhatikan lagi, ia pun memperhatikan.” Kemudian beliau bertanya: “Apa yang kamu lihat sekarang.”
Pemuda menjawab: “Aku tidak melihat lagi orang yang berwajah hitam itu, aku hanya melihat orang yang wajahnya putih, dan cahaya meliputi keadaan ini.”
Sahabat bacaan madani yang dirahmati Allah. Kisah ini merupakan renungan untuk kita semua. Perhatikan betapa banyak akibat buruk durhaka kepada orang tua. Bukankah pemuda itu adalah salah seorang dari sahabat Nabi Saw, beliau menjenguknya, duduk di dekat kepalanya, dan beliau sendiri yang mengajarkan kalimat tauhid kepadanya. Tapi ia tidak mampu mengucapkannya kecuali setelah ibunya memaafkan dan meridhainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.