Setiap orang pasti pernah merasakan malas
dalam melakukan sesuatu, malas bisa menyerang siapa saja, kapan pun, dan dimana
pun. Dalam suatu bahasan psikologi, malas itu diartikan sebagai keengganan
seseorang untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dia lakukan. Wujudnya bisa
bermacam - macam, diantaranya adalah tidak disiplin, menolak tugas, suka
menunda sesuatu, mengalihkan diri dari kewajiban dan selalu mencari alasan-alasan
pembenaran.
Suatu hari ketika Imam Abu Hanifah sedang
berjalan-jalan melalui sebuah rumah yang jendelanya masih terbuka, terdengar
oleh beliau suara orang yang mengeluh dan menangis tersedu-sedu. Keluhannya mengandungi
kata-kata,
"Aduhai, alangkah malangnya nasibku ini, agaknya tiada seorang
pun yang lebih malang dari nasibku yang celaka ini. Sejak dari pagi lagi belum
datang sesuap nasi atau makanan pun di kerongkongku sehingga seluruh badanku
menjadi lemah lunglai. Oh, siapakah yang
mempunyai hati yang mau memberi curahan air walaupun setitik."
Mendengar keluhan itu, Abu Hanifah merasa
kasihan lalu beliau pun kembali ke rumahnya dan mengambil bungkusan hendak
diberikan kepada orang itu. Sesampainya di rumah orang itu, dia terus melemparkan
bungkusan yang berisi uang kepada si malang tadi lalu meneruskan perjalanannya.
Pada waktu itu juga, si malang berasa terkejut setelah
mendapati sebuah bungkusan yang tidak diketahui dari mana datangnya, lantas beliau
tergesa-gesa membukanya. Setelah dibuka, ternyata bungkusan itu berisi uang dan
selembar kertas yang bertulis,
"Hai manusia, sungguh tidak wajar kamu
mengeluh seperti itu, kamu tidak pernah atau perlu mengeluh diperuntungkan
nasibmu. Ingatlah kepada kemurahan Allah Swt. dan cobalah bermohon
kepada-Nya dengan bersungguh-sungguh. Jangan suka berputus asa, hai kawan,
tetapi berusahalah terus."
Pada keesokan harinya, Imam Abu Hanifah melewati
lagi rumah itu dan suara keluhan itu
kedengaran lagi,
"Yaa Allah Tuhan Yang Maha Belas
Kasihan dan Pemurah, sudilah kiranya memberikan bungkusan lain
seperti kemarin, sekadar untuk menyenangkan hidupku yang melarat ini. Sungguh
jika Tuhan tidak beri, akan lebih sengsaralah hidupku, wahai untung
nasibku."
Mendengar keluhan itu lagi, maka Abu Hanifah
pun lalu melemparkan lagi bungkusan berisi uang dan selembar kertas dari luar
jendela itu, lalu dia pun meneruskan perjalanannya. Orang itu terlalu riang setelah
mendapat bungkusan itu. Lantas terus membukanya.
"Hai kawan, bukan begitu cara bermohon,
bukan demikian cara berikhtiar dan berusaha. Perbuatan demikian 'malas'
namanya. Putus asa kepada kebenaran dan kekuasaan Allah Swt.. Sungguh
tidak redha Tuhan melihat orang pemalas dan putus asa, enggan bekerja
untuk keselamatan dirinya. Jangan….jangan berbuat demikian. Kalau ingin senang
mestinya suka bekerja dan berusaha kerana kesenangan itu tidak mungkin datang
sendiri tanpa dicari atau diusahakan. Orang hidup tidak perlu atau disuruh
duduk diam tetapi harus bekerja dan berusaha. Allah Swt. tidak akan
perkenankan permohonan orang yang malas bekerja. Allah Swt. tidak
akan mengkabulkan doa orang yang berputus asa. Sebab itu, carilah pekerjaan
yang halal untuk kesenangan dirimu. Berikhtiarlah sedapat mungkin dengan
pertolongan Allah Swt.. Insya Allah, akan dapat juga pekerjaan itu
selama kamu tidak berputus asa. Nah…carilah segera pekerjaan, saya doakan lekas
berjaya."
Setelah dia selesai membaca surat itu, dia termenung, dia insaf dan sedar akan kemalasannya yang selama ini dia tidak suka berikhtiar dan berusaha. Pada keesokan harinya, dia pun keluar dari rumahnya untuk mencari pekerjaan. Sejak dari hari itu, sikapnya pun berubah mengikut peraturan-peraturan hidup (Sunnah Tuhan) dan tidak lagi melupai nasihat orang yang memberikan nasihat itu. Dalam Islam tiada istilah pengangguran, istilah ini hanya digunakan oleh orang yang berakal sempit. Islam mengajar kita untuk maju ke hadapan dan bukan mengajar kita tersadai di tepi jalan.
Demikianlah sahabat bacaan madani kisah
pemalas dengan abu Hanifah. Allah Swt berfirman yang artinya “Sesungguhnya
Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’du :11) mudah-mudahan kita dijauhkan
dari sifat pemals. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.