Profesi penadah adalah profesi yang melawan hukum. Dalam suatu transaksi jual beli barang, terkadang atau kebanyakan pembeli tertarik dengan barang yang dijual dibawah harga pasar. Ini merupakan hukum pasar yang tidak tertulis dan suatu hal yang lumrah dalam praktik jual beli.
Apalagi jika si pembeli ternyata berniat untuk menjual lagi dengan harga pasaran tentunya ia akan mendapat keuntungan dari selisih harga pembelian awal.
Sayangnya, terkadang keinginan untuk mendapat selisih atau keuntungan tersebut, jika tidak hati-hati, dapat menjerat si pembeli dalam masalah hukum pidana. Pasal 480 KUHPidana tentang pertolongan (jahat) atau yang dalam praktik pidana dikenal dengan pasal penadah (heling).
Ketentuan pasal 480 KUHPidana tersebut diatas mengatur 2 (dua) perbuatan yakni perbuatan bersekongkol dan perbuatan mengambil keuntungan dari barang yang diperoleh karena kejahatan. Jika si pembeli memang mengetahui bahwa barang tersebut berasal dari kejahatan maka ia pasti dijerat oleh penyidik dengan pasal 480 ayat (1) KUHPidana yakni sebagai sekongkol atau yang biasa disebut dengan “penadah”. Jika si pembeli tidak tahu asal perolehan barang tetapi si pembeli dari awal sudah curiga namun tetap membeli barang tersebut maka si pembeli dapat dijerat dengan Pasal 480 ayat (2) KUHPidana.
Lalu bagaimana Islam memandang hukum tentang membeli barang rampokan atau curian?
Di antara bentuk yang diharamkan Islam sebagai usaha untuk memberantas kriminalitas dan membatasi keleluasaan pelanggaran oleh si pelanggar, ialah tidak halal seorang muslim membeli sesuatu yang sudah diketahui, bahwa barang tersebut adalah hasil rampokan dan curian atau sesuatu yang diambil dari orang lain dengan jalan yang tidak benar. Sebab kalau dia berbuat demikian, sama dengan membantu perampok, pencuri dan pelanggar hak untuk merampok, mencuri dan melanggar hukum.
Rasulullah Saw. pernah bersabda sebagai berikut:
"Barangsiapa membeli barang curian, sedang dia mengetahui bahwa barang tersebut adalah curian, maka dia bersekutu dalam dosa yang cacat." (HR. Baihaqi)
Dosa ini tidak dapat terhapus karena lamanya barang yang dicuri dan dirampok itu, sebab lamanya waktu dalam pandangan syariat Islam tidak dapat menjadikan sesuatu yang haram menjadi halal. Hak pemilik yang asli tidak dapat gugur lantaran berlalunya waktu. Demikian menurut ketetapan ahli-ahli hukum sipil.
Apalagi jika si pembeli ternyata berniat untuk menjual lagi dengan harga pasaran tentunya ia akan mendapat keuntungan dari selisih harga pembelian awal.
Sayangnya, terkadang keinginan untuk mendapat selisih atau keuntungan tersebut, jika tidak hati-hati, dapat menjerat si pembeli dalam masalah hukum pidana. Pasal 480 KUHPidana tentang pertolongan (jahat) atau yang dalam praktik pidana dikenal dengan pasal penadah (heling).
Ketentuan pasal 480 KUHPidana tersebut diatas mengatur 2 (dua) perbuatan yakni perbuatan bersekongkol dan perbuatan mengambil keuntungan dari barang yang diperoleh karena kejahatan. Jika si pembeli memang mengetahui bahwa barang tersebut berasal dari kejahatan maka ia pasti dijerat oleh penyidik dengan pasal 480 ayat (1) KUHPidana yakni sebagai sekongkol atau yang biasa disebut dengan “penadah”. Jika si pembeli tidak tahu asal perolehan barang tetapi si pembeli dari awal sudah curiga namun tetap membeli barang tersebut maka si pembeli dapat dijerat dengan Pasal 480 ayat (2) KUHPidana.
Lalu bagaimana Islam memandang hukum tentang membeli barang rampokan atau curian?
Di antara bentuk yang diharamkan Islam sebagai usaha untuk memberantas kriminalitas dan membatasi keleluasaan pelanggaran oleh si pelanggar, ialah tidak halal seorang muslim membeli sesuatu yang sudah diketahui, bahwa barang tersebut adalah hasil rampokan dan curian atau sesuatu yang diambil dari orang lain dengan jalan yang tidak benar. Sebab kalau dia berbuat demikian, sama dengan membantu perampok, pencuri dan pelanggar hak untuk merampok, mencuri dan melanggar hukum.
Rasulullah Saw. pernah bersabda sebagai berikut:
"Barangsiapa membeli barang curian, sedang dia mengetahui bahwa barang tersebut adalah curian, maka dia bersekutu dalam dosa yang cacat." (HR. Baihaqi)
Dosa ini tidak dapat terhapus karena lamanya barang yang dicuri dan dirampok itu, sebab lamanya waktu dalam pandangan syariat Islam tidak dapat menjadikan sesuatu yang haram menjadi halal. Hak pemilik yang asli tidak dapat gugur lantaran berlalunya waktu. Demikian menurut ketetapan ahli-ahli hukum sipil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.