Keuntungan Modal adalah suatu keuntungan atau laba yang diperoleh dari investasi dalam surat berharga atau efek, seperti saham, obligasi atau dalam bidang properti, dimana nilainya melebihi harga pembelian. Selisih antara harga jual yang lebih tinggi dan harga pembelian yang lebih rendah, menghasilkan keuntungan finansial bagi investor tersebut (Steven M. Sheffrin).
Kebalikannya, kerugian modal terjadi jika surat berharga atau properti tersebut dijual dengan harga lebih rendah dari harga pembelianya.
Keuntungan modal dapat mangacu pada pendapatan investasi yang timbul dalam kaitannya dengan investasi yang dilakukan dalam bidang properti, aset keuangan (surat berharga) seperti saham atau obligasi dan produk turunannya serta aset tidak berwujud seperti goodwill.
Lalu bagaimana pendapat Islam tentang batasan mengambil keuntungan. Apakah dalam berdagang ada batasan keuntungan? Dan bagaimana hukumnya pemerintah menetapkan harga?
Menurut Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin dalam Fatawa Islamiyah,
“Keuntungan, tidak ada batasan tertentu. Karena itu termasuk rizki Allah. Terkadang Allah menggelontorkan banyak rizki kepada manusia.Sehinga kadang ada orang yang mendapatkan untung 100 atau lebih, hanya dengan modal 10. Dia membeli barang ketika harganya sangat murah, kemudian harga naik, sehingga dia bisa mendapat untung besar. Dan kadang terjadi sebaliknya, dia membeli barang ketika harga mahal, kemudian tiba-tiba harganya turun drastis. Karena itu, tidak ada batasan keuntungan yang boleh diambil seseorang.”
Selanjutnya Beliau juga mengatakan,
“Jika ada orang yang memonopoli barang, hanya dia yang menjualnya, lalu dia mengambil keuntungan besar-besaran dari masyarakat, maka ini tidak halal baginya. Karena semacam ini sama dengan bai’ al-Mudhthor, artinya menjual barang kepada orang yang sangat membutuhkan. Karena ketika masyarakat sangat membutuhkan benda tertentu, sementara barang itu hanya ada pada satu orang, tentu mereka akan membeli darinya meskipun harganya sangat mahal. Dalam kasus ini, pemerintah bisa dilakukan pemaksaan harga, dan pemerintah berhak untuk turut campur, dan membatasi keuntungan yang sesuai baginya, yang tidak sampai merugikannya, dan dia dilarang untuk membuat keuntungan yang lebih, yang merugikan orang lain.” (Fatawa Islamiyah, 2/759).
Sedangkan menurut Fatwa Prof. Dr. Sulaiman Alu Isa (Guru besar di Universitas King Saud).
“Tidak ada masalah dengan tambahan harga untuk suatu barang dagangan, selama bukan makanan, sehingga termasuk ihtikar (menimbun barang) yang hukumnya terlarang. Hanya saja, selayaknya tidak keluar dari harga normal, sehingga termasuk penipuan, yang menyebabkan pembeli memiliki hak pilih setelah jual beli. Sebagian ulama menetapkan batasannya adalah sepertiga. Berdasarkan sabda Nabi Saw yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, “Sepertiga, dan sepertiga itu sudah banyak.” Dan ini, seperti yang telah saya sebutkan, adalah pendapat sebagian ulama.”
Beliau juga memberikan alasan,
"Tidak ada batasan tertentu untuk harga, hingga tidak boleh dilampaui. Karena seseorang terkadang membeli barang dagangan sangat murah, kemudian dia jual dengan harga berkali lipat dari kulakannya, atau dia tunggu kesempatan yang cocok, lalu dia jual sehingga mendapatkan untuk besar. Diriwayatkan Bukhari (3641) dan Abu Daud dalam Sunannya (3384) dari Urwah ra, bahwa Nabi Saw memberinya 1 dinar untuk membeli seekor kambing. Namun oleh Urwah satu dinar itu digunakan untuk membeli 2 ekor kambing. Kemudian satu kambing dijual lagi dengan harga 1 dinar. Sehingga dia pulang dengan membawa 1 dinar dan seekor kambing. Lalu Nabi Saw mendoakan keberkahan untuknya. Andai Urwah ini menjual pasir, dia akan mendapat untung. Dalam hadis ini, Urwah mendapat untuk berlipat. Beliau menjual salah satu kambingnya dengan 1 dinar, padahal dia membeli dengan 1 dinar untuk 2 ekor kambing. Sehingga dia untuk satu kambing. Dan Nabi Saw merestui perbuatan Urwah, bahkan mendoakannya dengan kebaikan." (Fatawa wa Istisyarat Mauqi’ Islam al-Yaum).
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang batasan mengambil keuntungan dalam Islam. Sebagai kesimpulannya, bahwa mengambil keuntungan boleh saja 2 kali lipat sebagaimana di sebutkan dalam hadits Nabi Saw selama memenuhi syarat. Sebagai syaratnya boleh-boleh saja mengambil keuntungan besar selama keuntungan bukan dari barang kebutuhan pokok masyarakat, untungnya tidak boleh berlebihan sehingg termasuk penipuan dan keuntungannya itu tidak termasuk disebabkan usaha penimbunan barang yang menyebabkan barang tersebut langka dan harganya menjadi mahal dipasaran.
Kebalikannya, kerugian modal terjadi jika surat berharga atau properti tersebut dijual dengan harga lebih rendah dari harga pembelianya.
Keuntungan modal dapat mangacu pada pendapatan investasi yang timbul dalam kaitannya dengan investasi yang dilakukan dalam bidang properti, aset keuangan (surat berharga) seperti saham atau obligasi dan produk turunannya serta aset tidak berwujud seperti goodwill.
Lalu bagaimana pendapat Islam tentang batasan mengambil keuntungan. Apakah dalam berdagang ada batasan keuntungan? Dan bagaimana hukumnya pemerintah menetapkan harga?
Menurut Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin dalam Fatawa Islamiyah,
“Keuntungan, tidak ada batasan tertentu. Karena itu termasuk rizki Allah. Terkadang Allah menggelontorkan banyak rizki kepada manusia.Sehinga kadang ada orang yang mendapatkan untung 100 atau lebih, hanya dengan modal 10. Dia membeli barang ketika harganya sangat murah, kemudian harga naik, sehingga dia bisa mendapat untung besar. Dan kadang terjadi sebaliknya, dia membeli barang ketika harga mahal, kemudian tiba-tiba harganya turun drastis. Karena itu, tidak ada batasan keuntungan yang boleh diambil seseorang.”
Selanjutnya Beliau juga mengatakan,
“Jika ada orang yang memonopoli barang, hanya dia yang menjualnya, lalu dia mengambil keuntungan besar-besaran dari masyarakat, maka ini tidak halal baginya. Karena semacam ini sama dengan bai’ al-Mudhthor, artinya menjual barang kepada orang yang sangat membutuhkan. Karena ketika masyarakat sangat membutuhkan benda tertentu, sementara barang itu hanya ada pada satu orang, tentu mereka akan membeli darinya meskipun harganya sangat mahal. Dalam kasus ini, pemerintah bisa dilakukan pemaksaan harga, dan pemerintah berhak untuk turut campur, dan membatasi keuntungan yang sesuai baginya, yang tidak sampai merugikannya, dan dia dilarang untuk membuat keuntungan yang lebih, yang merugikan orang lain.” (Fatawa Islamiyah, 2/759).
Sedangkan menurut Fatwa Prof. Dr. Sulaiman Alu Isa (Guru besar di Universitas King Saud).
“Tidak ada masalah dengan tambahan harga untuk suatu barang dagangan, selama bukan makanan, sehingga termasuk ihtikar (menimbun barang) yang hukumnya terlarang. Hanya saja, selayaknya tidak keluar dari harga normal, sehingga termasuk penipuan, yang menyebabkan pembeli memiliki hak pilih setelah jual beli. Sebagian ulama menetapkan batasannya adalah sepertiga. Berdasarkan sabda Nabi Saw yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, “Sepertiga, dan sepertiga itu sudah banyak.” Dan ini, seperti yang telah saya sebutkan, adalah pendapat sebagian ulama.”
Beliau juga memberikan alasan,
"Tidak ada batasan tertentu untuk harga, hingga tidak boleh dilampaui. Karena seseorang terkadang membeli barang dagangan sangat murah, kemudian dia jual dengan harga berkali lipat dari kulakannya, atau dia tunggu kesempatan yang cocok, lalu dia jual sehingga mendapatkan untuk besar. Diriwayatkan Bukhari (3641) dan Abu Daud dalam Sunannya (3384) dari Urwah ra, bahwa Nabi Saw memberinya 1 dinar untuk membeli seekor kambing. Namun oleh Urwah satu dinar itu digunakan untuk membeli 2 ekor kambing. Kemudian satu kambing dijual lagi dengan harga 1 dinar. Sehingga dia pulang dengan membawa 1 dinar dan seekor kambing. Lalu Nabi Saw mendoakan keberkahan untuknya. Andai Urwah ini menjual pasir, dia akan mendapat untung. Dalam hadis ini, Urwah mendapat untuk berlipat. Beliau menjual salah satu kambingnya dengan 1 dinar, padahal dia membeli dengan 1 dinar untuk 2 ekor kambing. Sehingga dia untuk satu kambing. Dan Nabi Saw merestui perbuatan Urwah, bahkan mendoakannya dengan kebaikan." (Fatawa wa Istisyarat Mauqi’ Islam al-Yaum).
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang batasan mengambil keuntungan dalam Islam. Sebagai kesimpulannya, bahwa mengambil keuntungan boleh saja 2 kali lipat sebagaimana di sebutkan dalam hadits Nabi Saw selama memenuhi syarat. Sebagai syaratnya boleh-boleh saja mengambil keuntungan besar selama keuntungan bukan dari barang kebutuhan pokok masyarakat, untungnya tidak boleh berlebihan sehingg termasuk penipuan dan keuntungannya itu tidak termasuk disebabkan usaha penimbunan barang yang menyebabkan barang tersebut langka dan harganya menjadi mahal dipasaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.