Ghibah atau yang diistilahkan ngerumpi oleh kalangan awam merupakan santapan lezat bagi para wanita secara khusus, walaupun pria juga ada yang melakukannya. Namun wanita yang mendominasi dalam hal ini. Di mana ada wanita berkumpul maka jarang sekali majelis itu selamat dari membicarakan aib orang lain, apakah itu tetangganya, temannya, iparnya, atau bahkan suami dan orang tuanya sendiri tidak luput dari pembicaraan. Dan setan datang menghiasi, sehingga mereka yang hadir merasa lezat dalam berghibah dan lupa akan ancaman Allah dan Rasul-Nya terhadap perbuatan keji ini.
Yang menyedihkan, perbuatan ghibah ini tidak hanya menimpa orang yang buta atau tidak peduli dengan agamanya, bahkan juga menimpa Muslimah yang telah mengerti tentang hukum-hukum agama ini. Di tempat pengajian mereka mendapat wejangan untuk berhati-hati dari membicarakan aib saudaranya sesama Muslim, mereka diberi peringatan dan ancaman untuk menjaga lisan. Namun ketika keluar dari tempat pengajian mereka tenggelam dalam perbuatan ini dengan sadar ataupun tanpa sadar. Dan memang setan begitu bersemangat untuk menyesatkan anak Adam.
Allah Swt berfirman :
”Dan janganlah sebagian kalian mengghibah sebagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kalian memakan daging saudaranya yang telah mati? Maka tentunya kalian tidak menyukainya (merasa jijik). Dan bertakwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat : 12)
Abu Hurairah ra, ia berkata : “Ditanyakan kepada Rasulullah Saw apa yang dimaksud dengan ghibah. Beliau Saw menjawab :
“Engkau menyebut tentang saudaramu dengan apa yang ia tidak sukai.” Lalu ditanyakan lagi : “Apa pendapatmu, wahai Rasulullah, jika memang perkara yang kukatakan itu ada pada saudaraku?” Beliau Saw menjawab : “Jika memang perkara yang kau katakan itu ada padanya maka sungguh engkau telah meng-ghibahnya dan jika perkara yang yang kau katakan itu tidak ada padanya maka sungguh engkau telah berdusta.” (Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 4 halaman 272. Darul Faiha dan Darus Salam)
Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma menceritakan bahwasanya Rasulullah Saw naik ke mimbar, lalu beliau berseru dengan suara yang lantang :
“Wahai orang-orang yang mengaku beriman dengan lisannya namun iman itu belum masuk (belum sampai) ke dalam hatinya, janganlah kalian menyakiti kaum Muslimin, jangan kalian mengghibah mereka dan mencari-cari aurat mereka (kejelekan mereka), karena sesungguhnya siapa yang mencari-cari aurat saudaranya yang Muslim niscaya Allah akan mencari-cari auratnya dan siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah maka Allah akan membeberkan aurat tersebut walaupun di tengah rumahnya.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud)
Perkataan ghibah ini memang ringan diucapkan lisan namun berat dalam timbangan kejelekan. Kenapa tidak? Sementara ada siksa yang secara khusus diancamkan bagi pelaku ghibah, seperti yang diceritakan oleh Rasulullah Saw :
“Tatkala aku di-Mi’raj-kan, aku melewati suatu kaum (di neraka) yang mereka memiliki kuku-kuku dari tembaga. Dengan kuku-kuku tersebut mereka mencakari wajah dan dada mereka. Maka aku bertanya kepada Jibril : “Siapa mereka itu, wahai Jibril?” Jibril menjawab : “Mereka adalah orang-orang yang (ketika di dunia) memakan daging manusia (berbuat ghibah) dan melanggar kehormatan manusia.” (HR. Abu Daud).
Al Imam An Nawawi ra berkata dalam Al Adzkar : “Adapun ghibah adalah engkau menyebut seseorang dengan apa yang ia tidak sukai, sama saja apakah (ghibah itu menyangkut) tubuhnya, agamanya, dunianya, jiwanya, fisiknya, akhlaknya, hartanya, anaknya, orang tuanya, istrinya, pembantunya, budaknya, sorbannya, pakaiannya, cara jalannya, gerakannya, senyumnya, muka masamnya, atau yang selainnya dari perkara yang menyangkut diri orang tersebut. Sama saja apakah engkau menyebut tentang orang tersebut dengan lafadhmu (ucapan bibirmu) atau tulisanmu, atau melalui tanda dan isyarat matamu, atau dengan tanganmu, atau kepalamu atau yang semisalnya."
Yang jelasnya, batasan ghibah adalah engkau menyebut seseorang dengan apa yang ia tidak sukai, apakah dengan ucapan bibirmu atau yang lainnya. Dan setiap perkara yang dapat dipahami oleh orang lain bahwa itu menyangkut kekurangan seorang Muslim maka hal tersebut merupakan ghibah yang diharamkan.
Dan termasuk ghibah adalah meniru-nirukan tingkah laku seseorang untuk menunjukkan kekurangan yang ada padanya, misalnya menirukan cara berjalannya dengan membungkuk dan sebagainya.
Termasuk pula dalam ghibah ini apabila seorang penulis kitab menyebutkan tentang seseorang dalam kitabnya, dengan mengatakan : “Telah berkata Fulan begini dan begitu … .” Yang ia inginkan dengan tulisannya tersebut untuk menjatuhkan si Fulan dan menjelekkannya.
Namun apabila tujuan penulisan tersebut untuk menjelaskan kesalahan seseorang agar orang lain tidak mengikutinya, atau untuk menjelaskan kelemahannya dalam bidang ilmu agar manusia tidak tertipu dengannya dan tidak menerima pendapatnya, maka hal ini bukanlah termasuk ghibah. Bahkan ini merupakan nasihat yang wajib dan diberi pahala bagi pelakunya.
Demikian pula bila seorang penulis atau yang lainnya berkata : “Telah berkata satu kaum atau satu kelompok begini dan begitu, dan perkataan ini salah dan menyimpang … .” Maka ini bukan termasuk ghibah karena tidak langsung menyebut individu atau kelompok tertentu.
Tentunya sahabat bacaan madani ghibah atau menggunjing yang dilarang itu adalah bertujuan untuk menurunkan harkat dan martabat orang tersebut dihadapan orang lain. Sehingga menimbulkan kebencian orang terhadap orang tersebut.
Yang menyedihkan, perbuatan ghibah ini tidak hanya menimpa orang yang buta atau tidak peduli dengan agamanya, bahkan juga menimpa Muslimah yang telah mengerti tentang hukum-hukum agama ini. Di tempat pengajian mereka mendapat wejangan untuk berhati-hati dari membicarakan aib saudaranya sesama Muslim, mereka diberi peringatan dan ancaman untuk menjaga lisan. Namun ketika keluar dari tempat pengajian mereka tenggelam dalam perbuatan ini dengan sadar ataupun tanpa sadar. Dan memang setan begitu bersemangat untuk menyesatkan anak Adam.
Allah Swt berfirman :
وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
”Dan janganlah sebagian kalian mengghibah sebagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kalian memakan daging saudaranya yang telah mati? Maka tentunya kalian tidak menyukainya (merasa jijik). Dan bertakwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat : 12)
Abu Hurairah ra, ia berkata : “Ditanyakan kepada Rasulullah Saw apa yang dimaksud dengan ghibah. Beliau Saw menjawab :
“Engkau menyebut tentang saudaramu dengan apa yang ia tidak sukai.” Lalu ditanyakan lagi : “Apa pendapatmu, wahai Rasulullah, jika memang perkara yang kukatakan itu ada pada saudaraku?” Beliau Saw menjawab : “Jika memang perkara yang kau katakan itu ada padanya maka sungguh engkau telah meng-ghibahnya dan jika perkara yang yang kau katakan itu tidak ada padanya maka sungguh engkau telah berdusta.” (Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 4 halaman 272. Darul Faiha dan Darus Salam)
Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma menceritakan bahwasanya Rasulullah Saw naik ke mimbar, lalu beliau berseru dengan suara yang lantang :
“Wahai orang-orang yang mengaku beriman dengan lisannya namun iman itu belum masuk (belum sampai) ke dalam hatinya, janganlah kalian menyakiti kaum Muslimin, jangan kalian mengghibah mereka dan mencari-cari aurat mereka (kejelekan mereka), karena sesungguhnya siapa yang mencari-cari aurat saudaranya yang Muslim niscaya Allah akan mencari-cari auratnya dan siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah maka Allah akan membeberkan aurat tersebut walaupun di tengah rumahnya.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud)
Perkataan ghibah ini memang ringan diucapkan lisan namun berat dalam timbangan kejelekan. Kenapa tidak? Sementara ada siksa yang secara khusus diancamkan bagi pelaku ghibah, seperti yang diceritakan oleh Rasulullah Saw :
“Tatkala aku di-Mi’raj-kan, aku melewati suatu kaum (di neraka) yang mereka memiliki kuku-kuku dari tembaga. Dengan kuku-kuku tersebut mereka mencakari wajah dan dada mereka. Maka aku bertanya kepada Jibril : “Siapa mereka itu, wahai Jibril?” Jibril menjawab : “Mereka adalah orang-orang yang (ketika di dunia) memakan daging manusia (berbuat ghibah) dan melanggar kehormatan manusia.” (HR. Abu Daud).
Al Imam An Nawawi ra berkata dalam Al Adzkar : “Adapun ghibah adalah engkau menyebut seseorang dengan apa yang ia tidak sukai, sama saja apakah (ghibah itu menyangkut) tubuhnya, agamanya, dunianya, jiwanya, fisiknya, akhlaknya, hartanya, anaknya, orang tuanya, istrinya, pembantunya, budaknya, sorbannya, pakaiannya, cara jalannya, gerakannya, senyumnya, muka masamnya, atau yang selainnya dari perkara yang menyangkut diri orang tersebut. Sama saja apakah engkau menyebut tentang orang tersebut dengan lafadhmu (ucapan bibirmu) atau tulisanmu, atau melalui tanda dan isyarat matamu, atau dengan tanganmu, atau kepalamu atau yang semisalnya."
Yang jelasnya, batasan ghibah adalah engkau menyebut seseorang dengan apa yang ia tidak sukai, apakah dengan ucapan bibirmu atau yang lainnya. Dan setiap perkara yang dapat dipahami oleh orang lain bahwa itu menyangkut kekurangan seorang Muslim maka hal tersebut merupakan ghibah yang diharamkan.
Dan termasuk ghibah adalah meniru-nirukan tingkah laku seseorang untuk menunjukkan kekurangan yang ada padanya, misalnya menirukan cara berjalannya dengan membungkuk dan sebagainya.
Termasuk pula dalam ghibah ini apabila seorang penulis kitab menyebutkan tentang seseorang dalam kitabnya, dengan mengatakan : “Telah berkata Fulan begini dan begitu … .” Yang ia inginkan dengan tulisannya tersebut untuk menjatuhkan si Fulan dan menjelekkannya.
Namun apabila tujuan penulisan tersebut untuk menjelaskan kesalahan seseorang agar orang lain tidak mengikutinya, atau untuk menjelaskan kelemahannya dalam bidang ilmu agar manusia tidak tertipu dengannya dan tidak menerima pendapatnya, maka hal ini bukanlah termasuk ghibah. Bahkan ini merupakan nasihat yang wajib dan diberi pahala bagi pelakunya.
Demikian pula bila seorang penulis atau yang lainnya berkata : “Telah berkata satu kaum atau satu kelompok begini dan begitu, dan perkataan ini salah dan menyimpang … .” Maka ini bukan termasuk ghibah karena tidak langsung menyebut individu atau kelompok tertentu.
Tentunya sahabat bacaan madani ghibah atau menggunjing yang dilarang itu adalah bertujuan untuk menurunkan harkat dan martabat orang tersebut dihadapan orang lain. Sehingga menimbulkan kebencian orang terhadap orang tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.