Janji menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah perkataan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat. Pengertian lain menyebutkan, bahwa yang disebut dengan janji adalah pengakuan yang mengikat diri sendiri terhadap suatu ketentuan yang harus ditepati atau dipenuhi.
Al Quran, menggunakan tiga istilah yang maknanya berjanji, yaitu :
wa ’ada. Contohnya : Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal saleh, (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.
ahada. Contohnya : "Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya." (QS.Al: Mu’minun ).
aqada. Contohnya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Aqad (perjanjian) di sini mencakup janji prasetia hamba kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.
Macam-Macam Janji
Sayyid Ridha dalam tafsir Al Manar, membagi janji itu ke dalam tiga bagian, yaitu : janji kepada Allah janji kepada diri sendiri janji kepada sesama amanusia.
Bagi orang yang beriman, ketiga-tiganya biasa di lakukan :
Janji terhadap kepada Allah SWT
Janji kepada Allah berupa kesaksian akan adanya Allah Yang Maha Esa, yang diberikan saat ditiupkan roh ke dalam jasad manusia, ketika manusia masih berada dalam kandungan ibunya.
Sehubungan dengan janji jenis yang pertama ini, Allah swt. berfirman dalam Al-Our'an surat Al-A'raf (7) ayat 172 yang artinya sebagaio berikut :
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu?"Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini".
Dalam bentuknya yang lain, sebagai orang Islam kita juga sudah berikrar atau berjanji dalam dua kalimat syahadat. Kita wajib menunaikan ikrar atau janji kita kepada Allah, yaitu dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, dengan penuh kesadaran dan keikhlasan yang mendalam.
Janji Terhadap Diri Sendiri
Biasanya janji dalam hati, tetapi kadang-kadang ada juga yang diwujudkan dalam lisannya, atau bahkan secara tertulis, supaya dia tidak lupa pada janjinya itu. Janji berstatus sebagai nazar untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Jika sudah masuk wilayah nazar, maka hukumnya adalah wajib. Misalnya berjanji untuk bangun setiap pagi menjelang subuh, berjanji untuk mengaji paling tidak sehari sekali, berjanji tidak akan bergaul dengan orang yang berakhlak tercela. Berjanji untuk melaksanakan rukun Islam yang kelima atau berhaji ke Baitullah, berjanji untuk melaksanakan tasyakuran jika ia lulus ujian.
Contoh Seorang yang sakit yang serius, kala itu dia mengucapkan Jika aku sembuh dari penyakitku, aku akan berpuasa tiga hari. hal itu merupakan janji manusia terhadap diri sendiri yang harus ditunaikan, yang dalam bahasa agama disebut dengan nadzar. Ini harus dilaksanakan karena Allah telah berfirman :
“ …Dan hendaklah menyempurnakan (memenuhi) nazar mereka… “ (QS.Al Hajj 29).
Tentu saja nadzar yang harus dipenuhi adalah nadzar yang yang tidak menyimpang dari syari’at agama Islam. Tapi misalnya ada orang yang mengatakan,’’Kalau saya lulus ujian, aku akan potong tangan ibuku.” itu haram dilaksanakan, karena manusia oleh Allah tidak diperkenankan untuk menyiksa diri sendiri ataupun orang lain.
Janji Terhadap Sesama Manusia.
Janji ini adakalanya dilakukan secara lisan hanya dengan ucapan saja, tetapi adakalanya juga dilaksanakan secara tertulis.
Janji secara lisan misalnya janji seorang untuk mewakafkan sebidang tanah untuk pembangunan masjid, atau untuk fasilitas pendidikan umat Islam. Sebagian orang-orang tua kita dahulu berjanji hanya secara lisan, dan secara Islam pun sah. Sebagian dari janji model dahulu itu, kini menjadi masalah di kalangan sebagian umat Islam, ketika ahli waris dari waaqif (orang yang mewakafkan) menuntut pengembalian tanah yang sudah diwakafkan itu. Begitu pula konsekuensi dari setiap perjanjian secara lisan. Dengan upaya pembinaan hukum dan umat Islam, masalah seperti itu tidak boleh terulang lagi, yakni jika ada yang mewakafkan tanah dan atau rumah, sudah harus dilaksanakan secara tertulis. Kata orang sudah harus ada berkas hitam putihnya, atas barang yang diwakafkan itu.
Janji secara tertulis misalnya, janji seorang pegawai ketika diterima menjadi pegawai ia berjanji akan bekerja dengan baik, dan bersedia diberhentikan jika ia bekerja dengan tidak baik. Secara islami, semua janji, baik yang dilakukan secara lisan maupun secara tertulis wajib dipatuhi dan ditunaikan sebagaimana mestinya.
Mengenai hal tersebut di atas, dasar kita adalah Firman Allah Ta'ala dalam surat Al-Isra' (17) ayat 34 yang qrtinya sebagai berikut :
"... dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggung jawabannya." (QS. Al-Isra' :34)
Hukum Memenuhi Janji.
Saudara, pada dasamya segala janji yang baik yakni janji yang tidak bertentangan dengan ajaran agama, wajib ditunaikan, wajib dipenuhi. Namun boleh jadi hukum janji itu bisa berubah. Ini menurut M.Yunan Nasution dalam khutbahnya, menjadi :
Sunnah memenuhinya. Artinya boleh ditinggalkan. Misalnya orang yang berjanji untuk meninggalkan sesuatu yang tidak diperintahkan agama. Misainya, sejak hari ini saya tidak akan makan sambal.
Al Quran, menggunakan tiga istilah yang maknanya berjanji, yaitu :
wa ’ada. Contohnya : Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal saleh, (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.
ahada. Contohnya : "Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya." (QS.Al: Mu’minun ).
aqada. Contohnya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Aqad (perjanjian) di sini mencakup janji prasetia hamba kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.
Macam-Macam Janji
Sayyid Ridha dalam tafsir Al Manar, membagi janji itu ke dalam tiga bagian, yaitu : janji kepada Allah janji kepada diri sendiri janji kepada sesama amanusia.
Bagi orang yang beriman, ketiga-tiganya biasa di lakukan :
Janji terhadap kepada Allah SWT
Janji kepada Allah berupa kesaksian akan adanya Allah Yang Maha Esa, yang diberikan saat ditiupkan roh ke dalam jasad manusia, ketika manusia masih berada dalam kandungan ibunya.
Sehubungan dengan janji jenis yang pertama ini, Allah swt. berfirman dalam Al-Our'an surat Al-A'raf (7) ayat 172 yang artinya sebagaio berikut :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَافِلِينَ
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu?"Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini".
Dalam bentuknya yang lain, sebagai orang Islam kita juga sudah berikrar atau berjanji dalam dua kalimat syahadat. Kita wajib menunaikan ikrar atau janji kita kepada Allah, yaitu dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, dengan penuh kesadaran dan keikhlasan yang mendalam.
Janji Terhadap Diri Sendiri
Biasanya janji dalam hati, tetapi kadang-kadang ada juga yang diwujudkan dalam lisannya, atau bahkan secara tertulis, supaya dia tidak lupa pada janjinya itu. Janji berstatus sebagai nazar untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Jika sudah masuk wilayah nazar, maka hukumnya adalah wajib. Misalnya berjanji untuk bangun setiap pagi menjelang subuh, berjanji untuk mengaji paling tidak sehari sekali, berjanji tidak akan bergaul dengan orang yang berakhlak tercela. Berjanji untuk melaksanakan rukun Islam yang kelima atau berhaji ke Baitullah, berjanji untuk melaksanakan tasyakuran jika ia lulus ujian.
Contoh Seorang yang sakit yang serius, kala itu dia mengucapkan Jika aku sembuh dari penyakitku, aku akan berpuasa tiga hari. hal itu merupakan janji manusia terhadap diri sendiri yang harus ditunaikan, yang dalam bahasa agama disebut dengan nadzar. Ini harus dilaksanakan karena Allah telah berfirman :
وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ
“ …Dan hendaklah menyempurnakan (memenuhi) nazar mereka… “ (QS.Al Hajj 29).
Tentu saja nadzar yang harus dipenuhi adalah nadzar yang yang tidak menyimpang dari syari’at agama Islam. Tapi misalnya ada orang yang mengatakan,’’Kalau saya lulus ujian, aku akan potong tangan ibuku.” itu haram dilaksanakan, karena manusia oleh Allah tidak diperkenankan untuk menyiksa diri sendiri ataupun orang lain.
Janji Terhadap Sesama Manusia.
Janji ini adakalanya dilakukan secara lisan hanya dengan ucapan saja, tetapi adakalanya juga dilaksanakan secara tertulis.
Janji secara lisan misalnya janji seorang untuk mewakafkan sebidang tanah untuk pembangunan masjid, atau untuk fasilitas pendidikan umat Islam. Sebagian orang-orang tua kita dahulu berjanji hanya secara lisan, dan secara Islam pun sah. Sebagian dari janji model dahulu itu, kini menjadi masalah di kalangan sebagian umat Islam, ketika ahli waris dari waaqif (orang yang mewakafkan) menuntut pengembalian tanah yang sudah diwakafkan itu. Begitu pula konsekuensi dari setiap perjanjian secara lisan. Dengan upaya pembinaan hukum dan umat Islam, masalah seperti itu tidak boleh terulang lagi, yakni jika ada yang mewakafkan tanah dan atau rumah, sudah harus dilaksanakan secara tertulis. Kata orang sudah harus ada berkas hitam putihnya, atas barang yang diwakafkan itu.
Janji secara tertulis misalnya, janji seorang pegawai ketika diterima menjadi pegawai ia berjanji akan bekerja dengan baik, dan bersedia diberhentikan jika ia bekerja dengan tidak baik. Secara islami, semua janji, baik yang dilakukan secara lisan maupun secara tertulis wajib dipatuhi dan ditunaikan sebagaimana mestinya.
Mengenai hal tersebut di atas, dasar kita adalah Firman Allah Ta'ala dalam surat Al-Isra' (17) ayat 34 yang qrtinya sebagai berikut :
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ ۖ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا
"... dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggung jawabannya." (QS. Al-Isra' :34)
Hukum Memenuhi Janji.
Saudara, pada dasamya segala janji yang baik yakni janji yang tidak bertentangan dengan ajaran agama, wajib ditunaikan, wajib dipenuhi. Namun boleh jadi hukum janji itu bisa berubah. Ini menurut M.Yunan Nasution dalam khutbahnya, menjadi :
Sunnah memenuhinya. Artinya boleh ditinggalkan. Misalnya orang yang berjanji untuk meninggalkan sesuatu yang tidak diperintahkan agama. Misainya, sejak hari ini saya tidak akan makan sambal.
bismillah...afwan, saya mau bertanya. saya pernah punya azzam, semacam janji pada diri sendiri. Tahun 2012 saya hijrah ke suatu tempat, sebelum hijrah saya menggumam bahwa suatu hari saya akan balik ke kampung untuk membangun (mengabdi). Tapi di tahun 2014, saat saya balik...antara saya ingat dan tidak dengan janji itu, saya malah mengambil job di Makassar yang lumayan jauh dari rumah. Nah, saya masih sering dibayang2ngi oleh janji tersebut. takut pada surah An-Nahl:92. tahun ini saya berniat resign dari tempat kerja saya. Ingin pulang memenuhi janji. tapi saya kemudian jadi bimbang, bukan karena persoalan gaji atau tempat kerja yang belum jelas di kampung. tapi lebih takut terjatuh pada kekufuran. pertama, saya belum punya kekuatan, kekuatan materi atau jama'ah. kedua, saya bekerja ditempat yang tetap mengedepankan syiar dan agama Allah. Berjama'ah dalam kebaikan. mendidik siswa dan insya Allah sangat kondusif dalam penumbuhan karakter siswa. Tolong masukannya. Email.darnianny@gmail.com Syukron wa jazakallahu khairan
BalasHapusGG !
HapusAsalamualikum sy berjanji untuk men8kahi seorang ahwat tapi sy tdk menepati janji tersebut?? ?
BalasHapus