Mendidik dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaan baik secara jasmani maupun rohani. Oleh karena itu “Mendidik” dikatakan sebagai upaya pembinaan pribadi, sikap mental dan akhlak anak didik. Sedangkan menurut Karl Heinz Pickel Mendidik ialah usaha untuk mengajar anak, apa yang jarang dijumpai pada orang dewasa.
Bermacam- macam cara orang tua maupun guru mendidik anak-anaknya maupun murid-muridnya. Ada cara mendidik yang biasa-biasa saja. Ada juga dengan cara yang aneh dan jarang ditemui ditengah-tengah masyarakat dan mendatangkan hasil yang baik. Seperti seorang ayah mendidik dan memotivasi anaknya agar tetap semangat untuk selalu membaca Al-Qur’an. Sebab anaknya tidak memahami yang dibacanya. Sehingga anak tersebut merasa percuma dia membaca Al-Qur’an. Sebagaimana kisah di bawah ini.
Alkisah, hiduplah seorang muslim bersama seorang anaknya yang berumur 12 tahun di sebuah desa di tepi sebuah pegunungan. Sang bapak biasa membaca Qur’an selepas sholat maghrib setiap hari. Sang anak berusaha meniru setiap tingkah laku bapaknya.
Suatu hari, ia bertanya: “Pak! Aku berusaha membaca Qur’an seperti dirimu tetapi aku tidak mengerti isinya. Jikapun ada sedikit yang kupahami, ia akan terlupakan setiap kali aku menutup kitab itu. Lalu, apa gunanya aku membacanya?”
Dengan perlahan sang bapak membalikkan badan dan berhenti dari memasukkan arang kayu bakar ke dalam tungku pemasak. Ia menjawab: “Ambillah keranjang ini, bawalah ke sungai di bawah sana dan bawakan untukku sekeranjang air!”
Sang anak membawa keranjang hitam penuh jelaga arang tersebut ke sungai dan mengambil air. Namun air itu telah habis menetes sebelum sampai ke rumah. Sang bapak tertawa dan meminta sang anak agar mencobanya sekali lagi: “Mungkin engkau harus lebih cepat membawa airnya kemari.”
Sang anak berusaha berlari, namun tetap saja air itu lebih cepat keluar dari keranjang sebelum sampai ke rumah. Dengan terengah-engah ia pun mengatakan kepada sang bapak bahwa tidak mungkin mengambil air dengan keranjang yang berlubang – lubang itu. Sebagai gantinya ia akan mengambil air dengan ember.
“Aku tidak perlu satu ember air, yang kuinginkan adalah sekeranjang air!” jawab sang bapak. “Kamu saja yang kurang berusaha lebih keras,” timpal sang bapak sambil menyuruhnya mengambil air sekali lagi. Sang bapak pun pergi ke luar rumah untuk melihat usaha sang anak.
Kali ini sang anak sangat yakin bahwa tidak mungkin membawa air menggunakan keranjang. Namun ia berusaha memperlihatkan kepada sang bapak bahwa secepat apapun ia berlari, air itu akan habis keluar dari keranjang sebelum ia sampai ke rumah. Kejadian yang sama berulang. Sang anak sampai kepada bapaknya dengan keranjang kosong. “Lihatlah Pak! Tidak ada gunanya membawa air dengan keranjang.” katanya.
“Jadi, kamu pikir tidak ada gunanya?”, sang bapak balik bertanya. “Lihatlah keranjang itu!” pinta sang bapak.
Ketika sang anak memperhatikan keranjang itu sadarlah ia bahwa kini keranjang hitam itu telah bersih dari jelaga, baik bagian luar maupun dalamnya, dan terlihat seperti keranjang baru.
“Anakku, demikianlah yang terjadi ketika engkau membaca al Qur’an. Engkau mungkin tidak mengerti atau tidak bisa mengingat apa yang engkau baca darinya. Namun ketika engkau membacanya, engkau akan dibersihkan dan mengalami perubahan, luar maupun dalam. Itulah kekuasaan dan nikmat Allah kepada kita!”
Demikianlah sahabat bacaan madani kisah inspiratif untuk kita semua. Bahwa membaca Al-Qur’an itu akan memberi pengaruh dalam kehidupan kita walaupun kita tidak memahami isinya. Mudah-mudahan kita selalu bisa melapangkan waktu untuk membaca Al-Qur’an. Aamiin.
Bermacam- macam cara orang tua maupun guru mendidik anak-anaknya maupun murid-muridnya. Ada cara mendidik yang biasa-biasa saja. Ada juga dengan cara yang aneh dan jarang ditemui ditengah-tengah masyarakat dan mendatangkan hasil yang baik. Seperti seorang ayah mendidik dan memotivasi anaknya agar tetap semangat untuk selalu membaca Al-Qur’an. Sebab anaknya tidak memahami yang dibacanya. Sehingga anak tersebut merasa percuma dia membaca Al-Qur’an. Sebagaimana kisah di bawah ini.
Alkisah, hiduplah seorang muslim bersama seorang anaknya yang berumur 12 tahun di sebuah desa di tepi sebuah pegunungan. Sang bapak biasa membaca Qur’an selepas sholat maghrib setiap hari. Sang anak berusaha meniru setiap tingkah laku bapaknya.
Suatu hari, ia bertanya: “Pak! Aku berusaha membaca Qur’an seperti dirimu tetapi aku tidak mengerti isinya. Jikapun ada sedikit yang kupahami, ia akan terlupakan setiap kali aku menutup kitab itu. Lalu, apa gunanya aku membacanya?”
Dengan perlahan sang bapak membalikkan badan dan berhenti dari memasukkan arang kayu bakar ke dalam tungku pemasak. Ia menjawab: “Ambillah keranjang ini, bawalah ke sungai di bawah sana dan bawakan untukku sekeranjang air!”
Sang anak membawa keranjang hitam penuh jelaga arang tersebut ke sungai dan mengambil air. Namun air itu telah habis menetes sebelum sampai ke rumah. Sang bapak tertawa dan meminta sang anak agar mencobanya sekali lagi: “Mungkin engkau harus lebih cepat membawa airnya kemari.”
Sang anak berusaha berlari, namun tetap saja air itu lebih cepat keluar dari keranjang sebelum sampai ke rumah. Dengan terengah-engah ia pun mengatakan kepada sang bapak bahwa tidak mungkin mengambil air dengan keranjang yang berlubang – lubang itu. Sebagai gantinya ia akan mengambil air dengan ember.
“Aku tidak perlu satu ember air, yang kuinginkan adalah sekeranjang air!” jawab sang bapak. “Kamu saja yang kurang berusaha lebih keras,” timpal sang bapak sambil menyuruhnya mengambil air sekali lagi. Sang bapak pun pergi ke luar rumah untuk melihat usaha sang anak.
Kali ini sang anak sangat yakin bahwa tidak mungkin membawa air menggunakan keranjang. Namun ia berusaha memperlihatkan kepada sang bapak bahwa secepat apapun ia berlari, air itu akan habis keluar dari keranjang sebelum ia sampai ke rumah. Kejadian yang sama berulang. Sang anak sampai kepada bapaknya dengan keranjang kosong. “Lihatlah Pak! Tidak ada gunanya membawa air dengan keranjang.” katanya.
“Jadi, kamu pikir tidak ada gunanya?”, sang bapak balik bertanya. “Lihatlah keranjang itu!” pinta sang bapak.
Ketika sang anak memperhatikan keranjang itu sadarlah ia bahwa kini keranjang hitam itu telah bersih dari jelaga, baik bagian luar maupun dalamnya, dan terlihat seperti keranjang baru.
“Anakku, demikianlah yang terjadi ketika engkau membaca al Qur’an. Engkau mungkin tidak mengerti atau tidak bisa mengingat apa yang engkau baca darinya. Namun ketika engkau membacanya, engkau akan dibersihkan dan mengalami perubahan, luar maupun dalam. Itulah kekuasaan dan nikmat Allah kepada kita!”
Demikianlah sahabat bacaan madani kisah inspiratif untuk kita semua. Bahwa membaca Al-Qur’an itu akan memberi pengaruh dalam kehidupan kita walaupun kita tidak memahami isinya. Mudah-mudahan kita selalu bisa melapangkan waktu untuk membaca Al-Qur’an. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.