Hadits yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad , baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya (Arab: taqrîr), sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat sebagai Nabi (Arab: bi'tsah) dan terkadang juga sebelumnya, sehingga arti hadits di sini semakna dengan sunnah.
Hadits yang dapat dijadikan pegangan adalah hadits yang dapat diyakini kebenarannya. Untuk mendapatkan hadits tersebut tidaklah mudah karena hadits yang ada sangatlah banyak dan sumbernya pun berasal dari berbagai kalangan.
A. Dari Segi Jumlah Periwayatannya.
Hadits ditinjau dari segi jumlah rawi atau banyak sedikitnya perawi yang menjadi sumber berita, maka dalam hal ini pada garis besarnya hadits dibagi menjadi dua macam, yakni
a) Hadits mutawatir, dan
b) Hadits Ahad.
1. Hadits Mutawatir.
a. Pengertian Hadits mutawatir.
Kata mutawatir Menurut lughat ialah mutatabi yang berarti beriring-iringan atau berturut-turut antara satu dengan yang lain.
Sedangkan menurut istilah ialah Suatu hasil hadits tanggapan pancaindera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk dusta.
b. Pembagian Hadits Mutawatir.
Para ulama membagi hadits mutawatir menjadi 3 (tiga) macam :
a) Hadits Mutawatir Lafzi.
Hadits yang lafad-lafad para perawi itu sama, baik hukum maupun ma’nanya.
b) Hadits Mutawatir Ma’nawy.
Hadits yang berlainan bunyi lafaz dan maknanya, tetapi dapat diambil dari kesimpulannya atau satu makna yang umum.
c)Hadits Mutawatir Amaly.
Sesuatu yang mudah dapat diketahui bahwa hal itu berasal dari agama dan telah mutawatir di antara kaum muslimin bahwa Nabi melakukannya atau memerintahkan untuk melakukannya atau serupa dengan itu
2. Hadits Ahad.
a. Pengertian hadis ahad.
Menurut Istilah ahli hadis, pengertian hadis ahad ialah hadits yang tidak berkumpul padanya syarat-syarat mutawatir.
b. Pembagian Hadits Ahad.
Pembagian hadits ahad dilihat dari jumlah periwayatannya di bagi kepada tiga tingkatan yaitu :
a) Hadits Masyhur.
Hadits yang di riwayatkan oleh tiga orang atau lebih,serta belum mencapai derajat Mutawatir.
b) Hadits ‘Azis.
Hadits yang diriwayatkan oleh dua orang, walupun dua orang rawi tersebut terdapat pada satu thabaqah saja,kemudian setelah itu,orang-orang pada meriwayatkannya.
c) Hadits gharib.
Hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, di mana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi.
B. Dari Segi Kualitas Sanad dan Matannya.
Para ulama membagi hadis ahad dalam tiga tingkatan, yaitu hadits sahih, hadits hasan, dan hadis daif. Pada umumnya para ulama tidak mengemukakan, jumlah rawi, keadaan rawi, dan keadaan matan dalam menentukan pembagian hadis-hadis tersebut menjadi hadis sahih, hasan, dan daif.
1. Hadits Sahih.
Hadits Sahih adalah hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak berillat dan tidak janggal.
Hadits shahih terbagi kepada dua bagian:
a) Shahih li-dzatihi.
Hadits yang sanadnya bersambung-sambung, diriwayatkan oleh orang yang adil, sempurna hafalannya dari orang yang sekualitas dengannya hingga akhir sanad, tidak janggal dan tidak mengandung cacat yang para
b) Shahih li-ghairih.
Hadits yang keadaan rawi-rawinya kurang hafidh dan dhabith tetapi mereka masih terkenal orang yang jujur, hingga karenanya berderajat hasan, lalu didapati padanya dari jalan lain yang serupa atau lebih kuat, hal-hal yang dapat menutupi kekurangan yang menimpanya itu.
2. Hadits Hasan.
Hadits Hasan adalah hadits yang dinukilkan oleh orang yang yang adil yang kurang sedikit kedhobitannya, bersambung-sambung sanadnya sampai kepada nabi SAW. dan tidak mempunyai ‘Illat serta syadz. Menutut Ibnu Shalah, hadits hasan itu dapat dibagi menjadi dua:
a) Hasan li-dzatihi.
Berita Hadits yang terkenal para perawinya tentang kejujuran dan amanahnya tetapi hafalan dan keteguhan hafalannya tidak mencapai derajat para perawi hadits shahih.
b) Hasan li-ghairih
Hadits yang sanadnya tidak sepi dari seorang yang tidak jelas perilakunya atau kurang baik hafalannya dan lain-lainnya.
3. Dari Segi Kedudukan dalam Hujjah.
Hadits ahad ahad ditinjau dari segi dapat diterima atau tidaknya terbagi menjadi 2 (dua) macam yaitu hadits maqbul dan hadis mardud.
a. Hadits Maqbul.
Maqbul menurut bahasa berarti yang diambil, yang diterima, yang dibenarkan. Sedangkan menurut urf Muhaditsin hadis Maqbul ialah Hadis yang menunjuki suatu keterangan bahwa Nabi Muhammad SAW menyabdakannya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa hadis maqbul ini wajib diterima. Sedangkan yang temasuk dalam kategori hadis maqbul adalah:
a) Hadits sahih, baik yang lizatihi maupun yang ligairihi.
b) Hadits hasan baik yang lizatihi maupun yang ligairihi.
b. Hadits Mardud.
Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak; yang tidak diterima. Sedangkan menurut urf Muhaddisin, hadis mardud ialah Hadis yang tidak menunjuki keterangan yang kuat akan adanya dan tidak menunjuki keterangan yang kuat atas ketidakadaannya, tetapi adanya dengan ketidakadaannya bersamaan. Jadi, hadis mardud adalah semua hadis yang telah dihukumi daif.
4. Hadits Daif.
Hadits daif adalah hadis yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits sahih, dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadits hasan
D. Dari Segi Tempat Penyandarannya.
Ditinjau dari segi kepada siapa berita itu disandarkan, apakah disandarkan pada Allah, Nabi SAW., shahabat ataukah disandarkan kepada yang lainnya, maka hadits itu dapat dibagi menjadi:
1. Hadits Qudsi
Yang disebut hadits Qudts –Qudsy atau hadits- Rabbany atau hawadits-lahi, ialah sesuatu yang dikabarkan Allah Ta’ala kepada Nabi-Nya dengan melalui ilham , yang kemudian Nabi menyampaikan makna dari ilham tersebut dengan ungkapan kata beliau.
2. Hadits Marfu’.
Hadits Marfu' adalah hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan atau semacam itu, baik sanadnya itu bersambung ataupun sanadnya itu terputus.
3. Hadits Mauquf.
Hadits Mauquf adalah hadits yang disandarkan kepada sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan atau semacam itu, baik sanadnya itu bersambung ataupun sanadnya itu terputus.
4. Hadits Maqtu’.
Hadits Maqtu' adalah yang disandarkan kepada tabi’in dan tabi’ut tabi’i serta orang yang sesudahnya, baik berupa perkataan, perbuatan atau lainnya.
Bagus bgt artikelnya ustadz, boleh minta rujukannya kah?
BalasHapusizin share
BalasHapus