Fidyah adalah menempatkan sesuatu pada tempat yang lain sebagai tebusan yang wajib laksanakan untuk menebus atau membayar perkara-perkara yang mubah, makruh atau haram ke atasnya (yang telah dilakukan). Dalam hal ini sesuai dengan ulasan kita yaitu fidyah orang yang tidak sanggup berpuasa disebabkan oleh bebarapa hal, seperti sudah lanjut usia dan orang sakit.
Berdasarkan firman Allah Swt, “.. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin….” (QS. Al-Baqarah : 184)
Selanjutnya, bagaimana cara, ukuran dan kapan waktu pembayaran fidyah tersebut?
Ukuran Fidyah
cara Membayar Fidyah menurut Imam As-Syafi‘i dan Imam Malik bahwa ukuran fidyah yang harus dibayarkan kepada setiap satu orang fakir miskin adalah satu mud gandum sesuai dengan ukuran mud Nabi SAW. Yang dimaksud dengan mud adalah telapak tangan yang ditengadahkan ke atas untuk menampung makanan, kira-kira mirip orang berdoa.
Sedangkan menurut Abu Hanifah adalah dua mud gandum dengan ukuran mud Rasulullah SAW atau setara dengan setengah sha‘ kurma atau tepung. Atau juga bisa disetarakan dengan memberi makan siang dan makan malam hingga kenyang kepada satu orang miskin.
Dalam kitab Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili jilid 1 halaman 143 menjelaskan secara rinci Cara Membayar Fidyah, bahwa bila diukur dengan ukuran zaman sekarang ini, satu mud itu setara dengan 675 gram atau 0,688 liter. Sedangkan 1 sha` setara dengan 4 mud . Bila ditimbang, 1 sha` itu beratnya kira-kira 2.176 gram. Bila diukur volumenya, 1 sha` setara dengan 2,75 liter.
Dengan demikian ukuran fidyah yang akan ditunaikan, sebagaimana firman Allah SWT:. Ukuran fidyah atau kifarat satu orang miskin yang dimakksud dalam ayat di atas adalah memberi makan untuk ukuran sehari dua kali makan yaitu siang dan malam.
Bolehkah dibayarkan dengan selain makanan pokok?
Kalau kita merujuk dengan ayat Al-Quran diatas tadi, menunjukkan bahwa fidyah dibayarkan pakai makanan. Namun ada juga pendapat boleh diganti pakai uang, sebagaimana pendapat Menurut KH Arwani Faishal Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Mas’ail PBNU, Fidyah adalah pengganti dari suatu ibadah yang telah ditinggalkan, berupa sejumlah makanan yang diberikan kepada fakir miskin.
Dengan mengamati definisi dan tujuan fidyah yang merupakan santunan kepada orang-orang miskin, maka boleh saja memberikan fidyah dalam bentuk uang. Lantaran bagaimana jika orang miskin tersebut, sudah cukup memiliki bahan makanan. Bukankah lebih baik memberikan fidyah dalam bentuk uang, agar dapat dipergunakannya untuk keperluan lain.
Oleh sebab itu, dapat diambil kesimpulan akhir bahwa kewajiban fidyah boleh dilaksanakan dengan mengganti uang seharga dengan ukuran makanan tersebut, jika sekiranya lebih bermanfaat. Namun jika ada indikasi bahwa uang ter¬sebut akan digunakan untuk foya-foya, maka kita wajib memberi¬kannya dalam bentuk bahan makanan pokok.
Dalam beberapa riwayat dari Ibnu Umar disebutkan bahwa fidyah puasa Ramadhan dibayarkan dengan satu mudd (segenggam penuh tangan orang dewasa) burr (gandum terbaik). Sedangkan dalam riwayat Ibnu Abbas adalah setengah sha’ = dua mudd gandum. Berhubung tak ada nash juga dalam masalah ini maka baiknya disamakan saja dengan zakat fitrah baik barang maupun uangnya. Sebaiknya dibayarkan kepada orang miskin atau orang tak mampu. Boleh kepada satu orang untuk semua hari atau beberapa orang.
Dalam sebuah riwayat dari Ayyub bahwa Anas bin Malik rahimahullah ketika sudah tua dan tak mampu puasa beliau membayar dengan cara mengundang 30 orang miskin untuk satu kali makan di rumahnya, dan itu adalah pembayaran untuk
Kapan Waktu Pembayaran Fidyah?
Orang yang mau membayar fidyah, pada hari itu juga ketika dia tidak melaksanakan puasa. Atau diakhirkan sampai hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dilakukan oleh sahabat Anas bin Malik ketika beliau telah tua.
Yang tidak boleh dilaksanakan adalah pembayaran fidyah yang dilakukan sebelum Ramadhan. Misalnya: Ada orang yang sakit yang tidak dapat diharapkan lagi kesembuhannya, kemudian ketika bulan Sya’ban telah datang, dia sudah lebih dahulu membayar fidyah. Maka yang seperti ini tidak diperbolehkan. Ia harus menunggu sampai bulan Ramadhan benar-benar telah masuk, barulah ia boleh membayarkan fidyah ketika hari itu juga atau bisa ditumpuk di akhir Ramadhan.
Cara Pembayaran Fidyah.
Inti pembayaran fidyah adalah mengganti satu hari puasa yang ditinggalkan dengan memberi makan satu orang miskin. Namun, model pembayarannya dapat diterapkan dengan dua cara,
1. Memasak atau membuat makanan, kemudian mengundang orang miskin sejumlah hari-hari yang ditinggalkan selama bulan Ramadhan. Sebagaimana hal ini dilakukan oleh Anas bin Malik ketika beliau sudah menginjak usia senja (dan tidak sanggup berpuasa)
2. Memberikan kepada orang miskin berupa makanan yang belum dimasak. Alangkah lebih sempurna lagi jika juga diberikan sesuatu untuk dijadikan lauk.
Pemberian ini dapat dilakukan sekaligus, misalnya membayar fidyah untuk 20 hari disalurkan kepada 20 orang miskin. Atau dapat pula diberikan hanya kepada 1 orang miskin saja sebanyak 20 hari. Al Mawardi mengatakan, “Boleh saja mengeluarkan fidyah pada satu orang miskin sekaligus. Hal ini tidak ada perselisihan di antara para ulama.”
Baca Juga :
- Apakah wanita hamil dan Menyusui Wajib Berpuasa atau Boleh Diqadha atau Membayar Fidyah?
Baca Juga :
- Apakah wanita hamil dan Menyusui Wajib Berpuasa atau Boleh Diqadha atau Membayar Fidyah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.