Hari raya Islam yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw. itu mengandung nilai-nilai dan dampak yang bersangkut paut antara hubungan manusia dengan Allah Swt. dan hubungan manusia dengan sesama manusia. Hubungan manusia dengan Allah Swt. bersifat Vertikal, yaitu garis lempang ke atas dan dari atas ke bawah. Hubungan manusia bersifat Horisontal, yaitu garis merata (mendatar) ke kiri dan ke kanan.
Sehubungan dengan yang demikian, maka cara merayakan hari raya Idul Fithri yang digariskan oleh sunnah atau perbuatan Rasulullah Saw. pada pokoknya terdiri dari tiga cara, yaitu :
1. Membayar Zakat Fithrah.
Zakat fithrah selaku rukun Islam, dibayarkan oleh umat Islam sejak awal Ramadhan sampai pada tanggal 1 Syawal, sebelum khatib naik ke atas mimbar. Zakat Fithrah diutamakan pendayagunaannya kepada fakir dan miskin, sehingga mereka dapat turut bergembira dan bersuka ria pada hari Idul Fithri. Sebab sudah ada tersedia bahan makanan untuk mereka. Inilah hubungan manusia denagn sesama manusia yang mengandung unsue-unsur sosial.
2. Mengagungkan Nama Allah Swt.
Cara yang kedua ini merayakan dengan mengagungkan nama Allah Swt. ialah mengaungkan nama Ilahi dengan mengumandangkan ke angkasa luas kalimat-kalimat takbir, tasbih dan tahmid.
Ucapan kalimah-kalimah itu dikumandangkan sejak terbenam matahari di akhir Ramadhan sampai selesai shalat Idul Fithri dengan berbondong-bondong dengan suara yang keras, kalimat takbir, tahmid, tasbih dan tahlil serta ikrar yang di ucapkan oleh kaum Muslimin itu adalah memperkuat dan meningkatkan semangat tauhid, yang memberikan pengharapan terhadap hari esok.
3. Melaksanakan Shalat ‘Id.
Adapun puncak dari merayakan dan membesarkan Idul Fithri, sebagai satu tatacara bersyukur kepada Allah Swt. yang telah membimbing dan memimpin kaum muslimin, sehingga keluar sebagai pemenang dari medan jihad berhasil menguasai nafsu dan menekan syahwat selama di bulan Ramadhan.
Dengan melakukan shalat ‘Id, sekaligus kaum muslimin keluar membesarkan dan meningkatkan syiar Islam, melakukan semacam aksi, beramai-ramai dan berbondong-bondong pergi ke Masjid, Mushalla dan ke tanah lapang terbuka, seraya mengumandangkan dan menggemuruhkan nama Ilahi untuk berbakti kepadanya.
Hukum mendirikan shalat ‘Id adalah Sunnat Muakkad, yaitu ibadah sunah yang sangat diutamakan dan dianjurkan. Tetapi walau pun demikian, shalat ‘Id itu adalah sangat penting menurut pandangan Islam dalam rangka membesarkan Syi’ar Islam. Sehingga Rasulullah Saw. menganjurkan supaya diramaikan dengan seramai-ramainya dihadiri oleh semua golongan, yaitu tua dan muda, anak-anak dan dewasa, pria dan wanita. Sampai-sampai Rasulullah saw. pun menganjurkan wanita yang uzur mendirikan shalat karena haid dan nifas menghadiri shalat ‘Id walaupun mereka tidak diperkenankan untuk shalat. Wanita hadir hanya sekedar mendengarka khutbah ‘Id saja.
Sangat pentingnya shalat ‘id itu, para sahabat sampai menanyakan kepada Rasulullah Saw,
“Bagaimanakah Kalau kita tidak mempunyai pakaian untuk pergi ketempat shalat ‘Id itu?”
Rasulullah Saw menjawab, “Supaya orang-orang yang mempunyai dua persalinan pakaian meminjamkan kepada yang tidak mempunyai.”
Demikianlah sahabat bacaan madani cara yang dilakukan oleh Rasulullah untuk merayakan Idul Fithri. Mudah-mudahan kita dan saudara-saudara kita semuanya yang merayakan Idul Fithri itu tidak ada yang menyalahi aturan-aturan Agama. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.